Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, mengkritik hasil penyelidikan Komite Anti-dumping Indonesia (KADI) tentang Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) ubin keramik. Menurut dia, KADI luput menyinggung pandemi Covid-19 yang juga memengaruhi ekspor-impor dengan Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atas hasil penyelidikan itu pula, KADI akhirnya merekomendasikan pengenaan BMAD hingga 200 persen untuk produk keramik impor dari Cina. “Seolah-olah Covid itu enggak pernah terjadi, padahal Covid itu memorakporandakan ekonomi, termasuk industri yang terjadi di periode (penyelidikan) KADI,” ujar Faisal dalam jumpa pers di sebuah hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KADI sebelumnya mengklaim telah membuktikan adanya dumping ubin keramik dari perusahaan asal Cina ke Indonesia. Atas temuan itu, KADI merekomendasikan BMAD untuk ubin keramik dari sebelas kode Harmonized System (HS).
Dalam menyelidiki kerugian industri ubin keramim dalam negeri, KADI membagi rentang waktu penyelidikan menjadi tiga periode, yakni Juli 2019–Juni 2020, Juli 2020–Juni 2021, Juli 2021–Juni 2022. Sementara periode penyelidikan dumping mencakup Juli 2021–Juni 2022. KADI mengklaim impor ubin keramik dari Cina meningkat pada periode penyelidikan dumping ini.
Namun, menurut Faisal, pada periode penyelidikan dumping itu, seluruh dunia tengah melalui proses pemulihan ekonomi pasca-Covid 19. Karena itu, dia menilai wajar angka impor dari Cina meningkat. Sebab negara tempat ditemukannya infeksi pertama virus Corona itu turut mengalami pemulihan pada 2022. “Ini mengubah seluruh cerita KADI itu."
Faisal juga menyoroti sektor pengguna produk-produk ubin keramik, antara lain konstruksi dan real estate. Ketika dunia masih dilanda pandemi pada 2020, sektor konstruksi melambat 3,26 persen, sementara real estate tumbuh 2,32 persen. Pada 2021, kedua sektor ini tumbuh menjadi masing-masing 2,81 persen dan 2,78 persen. Sektor pertumbuhan real estate menurun menjadi 1,72 persen satu tahun kemudian. “Ini kan fenomena Covid. Jangan semua disalahkan ke Cina,” kata dia.
Mencermati laporan penyelidikan KADI, Faisal mengaku tak menemukan satu pun kata “Covid-19”. Dia hanya menemukan pada halaman 51, penyelidikan itu didasari antara lain oleh kondisi perekonomian global. “Hidup-mati keramik di Indonesia juga dipengaruhi kondisi perekonomian global. Itu kata KADI,” kata Faisal.
Ekonom senior Universitas Indonesia itu juga mengatakan, KADI tak bisa sesederhana itu melimpahkan kesalahan kepada impor Cina. Menurut dia, ada ekspansi kapasitas karena pasar sudah mulai pulih. “Pemakai keramik ini pertumbuhannya naik,” kata dia. Tak hanya impor, dia mengatakan produksi dalam negeri ikut meningkat.
Kepala KADI, Danang Prasta Danial, menjelaskan penyelidikan ini merupakan permohonan dari pelaku industri, yakni Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki). Dimulai pada 15 Maret 2023, KADI menyampaikan laporan akhir hasil penyelidikan kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas pada 2 Juli 2024. Dengan kata lain, penyelidikan itu memakan waktu lebih dari satu tahun.
Untuk membuktikan adanya dumping, KADI memeriksa data-data, baik dari produsen maupun industri dalam negeri. KADI juga mencocokkan data dengan data mentah impor yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
“Memang ditemukan adanya bukti dumping di situ, setelah melakukan penyelidikan panjang,” ujar Danang, ditemui di kantornya di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.