Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, mengkritik Komite Anti-dumping Indonesia (KADI) yang memukul rata bea masuk anti-dumping (BMAD) ubin keramik untuk semua jenis ukuran. Padahal, produk ubin keramik memiliki spesifikasi ukuran berbeda-beda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Brek, pukul rata ukuran berapa aja dikenakan bea masuk tinggi. KADI ini seperti jurus pesilat mabok. Semua dilibas,” ujar Faisal dalam diskusi di sebuah hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Faisal juga menyoroti perbedaan jenis keramik merah dan porselen. Namun, dalam laporan KADI, dia melihat analisis kedua jenis keramik itu disatukan. Padahal, mayoritas keramik di Indonesia, kata dia, berasal dari jenis keramik merah. Produsen keramik porselen di Indonesia, kata dia, hanya sedikit.
Untuk keramik porselen, Faisal memperkirakan kapasitas produksinya hanya sekitar 600 ribu. Padahal, menurut dia, kebutuhan dalam negeri mencapai angka 1,5 juta. Dia menyimpulkan industri dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri.
Faisal menekankan produksi keramik berukuran jumbo yang banyak ditemukan di gedung-gedung besar. Menurut dia, kebanyakan keramik-keramik itu diimpor dari luar negeri. Sementara industri dalam negeri lebih banyak memproduksi keramik berukuran 30x30 dan 60x60.
Untuk membuktikan adanya dumping, KADI memeriksa data-data, baik dari produsen maupun industri dalam negeri. KADI juga mencocokkan data dengan data mentah impor yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan. “Memang ditemukan adanya bukti damping di situ, setelah melakukan penyelidikan panjang,” ujar Kepala KADI Danang Prasta Danial, ditemui di kantornya di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.
Dalam laporan yang dilihat Tempo, rekomendasi itu kini berstatus “masih dalam proses penetapan pengenaan”. Rekomendasi itu mencakup sebelas kode HS, yakni 6907.21.24, 6907.21.91, 6907.21.92, 6907.21.93, 6907.21.94, 6907.22.91, 6907.22.92, 6907.22.93, 6907.22.94, 6907.40.91, dan 6907.40.92.
Ada 31 produsen dan 17 traders dari Negeri Tirai Bambu yang disasar KADI dalam penyelidikan itu. Setiap perusahaan itu memiliki margin dumping yang bervariasi. Penyelidikan juga menyasar 11 importir dalam negeri. Dari perusahaan-perusahaan asing itu, ada tiga perusahaan yang tidak mengisi jawaban kuesioner secara lengkap.