Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Faisal Basri Sebut Hilirisasi Nikel Untungkan Cina, Ini Kata Jokowi dan Luhut

Faisal Basri kembali kritik kebijakan pemerintah, yaitu hilirisasi nikel yang dianggap hanya untungkan Cina. Ini kata Jokowi dan Luhut.

11 Agustus 2023 | 06.00 WIB

Faisal Basri. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Perbesar
Faisal Basri. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi kritikan yang diajukan ekonomi senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, yang menyebut kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia hanya menguntungkan Cina. Menurut presiden, logika yang digunakan Faisal tak benar.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Presiden menyatakan bahwa Indonesia mendapatkan banyak keuntungan karena hilirisasi tersebut. Menurut dia, hal itu terlihat dari nilai ekspor yang melonjak tajam dari Rp 17 triliun menjadi Rp 510 triliun. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hitungan dia gimana? Kalau hitungan kita ya, saya contoh nikel, saat diekspor mentahan bahan mentah setahun kira-kira kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk downstreaming hilirisasi menjadi Rp510 triliun, bayangkan saja kita hanya ambil pajak, ambil pajak dari Rp17 triliun sama ambil pajak dari Rp510 triliun, gede banget," kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Agustus 2023. 

Sejumlah pajak yang didapat dari hilirisasi

Jokowi menyebut pemerintah akan mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan jumlah lebih besar dari proyek hilirisasi tersebut. Ia lantas meminta pihak yang menyebut kebijakan hilirisasi industri hanya menguntungkan Cina saja. 

"Logikanya tidak seperti itu, logikanya di tingkat angka. Kontribusi PDB turun, itu lebih gede. Logikanya gimana," kata Jokowi.

Luhut: hilirisasi dorong investasi berkualitas

Hal senada juga pernah diungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengklaim hilirisasi industri nikel telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Hilirisasi mendorong investasi berkualitas, terutama di bagian timur Indonesia,” ujar Luhut dalam acara Nickel Conference CNBC di Ballroom Kempinski, Jakarta, pada Selasa, 25 Juli 2023. Dia memberikan contoh Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Tengah sebagai kisah sukses downstreaming industri nikel.

Berbagai provinsi alami pertumbuhan ekonomi

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dijabarkan Luhut pada konferensi tersebut, Provinsi Sulawesi Tengah mengalami rata-rata pertumbuhan ekonomi 11,70 persen setelah dilaksanakannya hilirisasi nikel pada tahun 2015. Angka pertumbuhan ini naik dari rata-rata 7,50 persen per tahun dari 2001 hingga 2014.

Sementara di Provinsi Maluku Utara, angka pertumbuhan ekonomi naik dari rata-rata 5,7 persen sejak tahun 2001 hingga 2018, menjadi 12,9 persen semenjak berjalannya hilirisasi nikel pada 2019. Namun, pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara baru terlihat pada tahun 2021 yang mencapai 16,79 persen dan 2022 dengan 22,94 persen. Sebelumnya, perumbuhan ekonomi di provinsi tersebut justru lebih rendah dari rerata pre-hilirisasi, dengan 6,13 persen pada 2019 dan 4,92 persen di 2020.

Selain naiknya rata-rata pertumbuhan ekonomi, Luhut juga klaim hilirisasi pertambangan berhasil mengurangi angka kemiskinan di kedua provinsi tersebut. “Populasi orang miskin di area-area hilirisasi terus menurun, angka rasio gini juga terus berkurang,” kata Luhut.

Faisal Basri sebut hilirisasi nikel untungkan Cina

Sebelumnya, ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik soal kebijakan hilirisasi pertambangan dari Jokowi, khususnya nikel. Ia menilai mayoritas keuntungan atas kebijakan ini bukan dirasakan oleh Indonesia melainkan mengalir ke Cina. 

Ia mengatakan keuntungan yang dirasakan Indonesia atas regulasi tersebut tak kurang dari 10 persen. "90 persennya lari ke China," kata dia dalam seminar yang dilaksanakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) di Jakarta Pusat, Selasa, 8 Agustus 2023. 

Kalau hilirisasi yang diterapkan sekadar mengolah bijih nikel menjadi NPI atau feronikel, kata Faisal Basri, sebagian besar keuntungannya akan tetap mengalir ke negeri Tirai Bambu. Karena itu, ia menilai kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia nyatanya hanya mendukung industrialisasi di Cina.

Faisal menjelaskan 95 persen bijih nikel di Indonesia digunakan untuk perusahaan-perusahaan di Cina. Pada awalnya bijih nikel dibanderol dengan harga US$ 34 oleh pemerintah Indonesia. Padahal, menurut Faisal Basri, di Shanghai bijih nikel dijual dengan harga 80 dolar.  

Ekonom senior Indef itu pun mengkritik langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi beserta jajaran menterinya yang selalu menyuarakan keberhasilan hilirisasi nikel. Sebab menurutnya, yang banyak diekspor itu bukan dalam bentuk yang sudah diolah atau hasil hilirisasi.  

Sayangnya, tutur Faisal, Indonesia hanya memiliki kebijakan hilirisasi dan tak memiliki strategi industrialisasi. Padahal, menurutnya, hanya industrialisasi yang mampu meningkatkan nilai tambah di dalam negeri serta memperkuat struktur industri dan perekonomian.

Komentar Kemenkomarves

Dalam kesempatan yang sama, Plt Deputi Bidang Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Mochamad Firman pun merespons soal pernyataan Faisal tersebut. Meski 90 persen keuntungan dari hilirisasi mengalir ke Cina, ia mengatakan sebelumnya pun ekspor dalam bentuk bijih nikel 90 persen dilakukan ke Cina. 

Ketika ekspor bijih nikel dilakukan, tuturnya, yang diekspor itu benar-benar berupa tanah dengan kandungan nikel nya yang kurang dari 2 persen. "Jadi ketika kita bicara mengenai ekspor bijih nikel, kita bicara ekspor literally tanah air kita. Itu yang kita lakukan selama bertahun-tahun," kata dia. 

Dia pun membenarkan hanya 10 persen keuntungan dari kebijakan hilirisasi ini yang mengalir ke RI. Namun, ia kembali menekankan sebelum kebijakan hilirisasi, nilai atau value added yang didapat Indonesia 0 persen atau tidak ada sama sekali. Dengan demikian, 100 persen nilainya diambil Cina.  

Dengan melakukan hilirisasi, menurut Firman, nilai ekspor nikel Indonesia menjadi naik berkali lipat. Meskipun dahulu Indonesia mengekspor 6 juta ton bijih nikel, dia mengatakan nilainya hanya sekitar US$ 1,7 miliar. Sedangkan setelah hilirisasi, Firman mencatat nilai ekspor turunan nikel ini mencapai US $ 35,6 miliar atau sekitar 6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan hanya mengekspor bijih nikel. 

"Memang benar juga Pak Faisal saat ini kita masih berfokus pada besi dan baja, tetapi peringkat ekspor besi dan baja kita mampu menempati peringkat 5 dunia," kata dia. 

M JULNIS FIRMANSYAH | RIANI SANUSI PUTRI | SULTAN ABDURRAHMAN

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus