Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ekonomi

Berita Tempo Plus

Tersandung Harga Batu Bara

Proyek gasifikasi batu bara yang digarap PT Bukit Asam Tbk bersama PT Pertamina serta Air Products and Chemicals terganjal kesepakatan harga. 

28 Mei 2022 | 00.00 WIB

Pekerja melintas di dekat kapal tongkang pengangkut batubara di kawasan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, 4 Januari 2022. ANTARA/Nova Wahyudi
Perbesar
Pekerja melintas di dekat kapal tongkang pengangkut batubara di kawasan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, 4 Januari 2022. ANTARA/Nova Wahyudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ringkasan Berita

  • Proyek gasifikasi batu bara terganjal kesepakatan harga.

  • Proyek ini masih bisa dijalankan jika ada jaminan harga bahan baku.

  • Kelebihan konsumsi LPG dapat diatasi dengan memperbaiki skema subsidi.

JAKARTA - Proyek gasifikasi batu bara yang digarap PT Bukit Asam Tbk bersama PT Pertamina serta Air Products and Chemicals tersendat. Batu sandungannya berupa harga batu bara yang terus meroket. Ketiga perusahaan tersebut sepakat menjalankan proyek penghiliran sejak November 2018.

Air Products menggelontorkan investasi sebesar US$ 2,3 miliar untuk mendirikan fasilitas pengolah 6 juta ton batu bara menjadi 1,4 juta ton dimetil eter (DME) per tahun. Targetnya, pabrik ini bisa menghasilkan DME seharga US$ 400 per ton, lebih rendah dari LPG yang saat itu harganya di kisaran US$ 500 per ton. Target itu dihitung dengan asumsi harga batu bara senilai US$ 20 per ton.

Sumber Tempo yang mengetahui perjalanan proyek ini menyatakan, sejak awal, harga patokan batu bara tersebut tak ekonomis. Bukit Asam harus menanggung beban operasional karena biaya produksi mereka untuk semua jenis batu bara US$ 30-40 per ton saat itu. Sementara itu, jika harga batu bara dinaikkan, Pertamina bakal kesulitan mencari pasar DME melawan LPG.

"Di sisi lain, sempat ada permintaan dari Air Products agar harganya diturunkan di bawah US$ 20 per ton," tuturnya.

Kondisi tersebut membuat ketiga mitra tak kunjung sepakat soal harga bahan baku ataupun produk yang nanti dihasilkan. Hingga hampir empat tahun kemudian sejak perjanjian kerja sama diteken, harga batu bara sudah menyentuh US$ 400 per ton. Selisih harga acuan dan di pasar semakin besar.

Saat dimintai konfirmasi mengenai tarik-ulur harga bahan baku gasifikasi ini, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, Apollonius Andwie, tak menjawab. Respons datang dari induk perusahaannya melalui Division Head of Institutional Relation Mind ID, Niko Chandra. "Secara prinsip, Bukit Asam akan mengikuti harga batu bara sebagaimana ditentukan oleh pemerintah melalui perpres dan peraturan turunannya," kata dia. Tempo juga berupaya meminta konfirmasi dari Air Products and Chemicals melalui surat elektronik, tapi tidak mendapatkan jawaban.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus