Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Ganjar Sebut Transisi Energi Hijau Butuh Rp 1.300 Triliun, Ekonom: Butuh Keberanian Politik

Bhima Yudhistira merespons pernyataan calon presiden Ganjar Pranowo yang menyebut transisi energi membutuhkan investasi Rp 1.300 triliun.

28 November 2023 | 15.31 WIB

Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan pesan saat Rapat Kordinasi Relawan Ganjar-Mahfud se-Pulau Jawa di JIExpo, Jakarta, Senin, 27 November 2023. Dihadapan para relawan yang berjumlah sekitar 8.000 tersebut Ganjar menyampaikan akan berkampanye mulai dari Papua menuju Jakarta sementara Cawapres Mahfud akan kampanye dari Aceh menuju Jakarta dan mengarahkan kepada relawan untuk berperan aktif dari pintu ke pintu di masa kampanye. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Perbesar
Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan pesan saat Rapat Kordinasi Relawan Ganjar-Mahfud se-Pulau Jawa di JIExpo, Jakarta, Senin, 27 November 2023. Dihadapan para relawan yang berjumlah sekitar 8.000 tersebut Ganjar menyampaikan akan berkampanye mulai dari Papua menuju Jakarta sementara Cawapres Mahfud akan kampanye dari Aceh menuju Jakarta dan mengarahkan kepada relawan untuk berperan aktif dari pintu ke pintu di masa kampanye. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira merespons pernyataan calon presiden Ganjar Pranowo soal transisi energi. Ganjar menyataka transisi dari energi fosil menuju energi hijau menuju energi baru dan terbarukan (EBT) setidaknya membutuhkan dana investasi Rp 1.300 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Evaluasi dulu semua subsidi dan insentif APBN untuk sektor energi fosil. Alihkan bertahap ke energi terbarukan, ini butuh keberanian politik,” ujar Bhima ketika dihubungi oleh Tempo, Senin, 27 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, masalah pendanaan sebenarnya bisa didorong lewat kebijakan pemerintah dan kerja sama internasional. Bhima mengatakan, untuk mendorong transisi energi hijau di level komunitas, hal tersebut bisa dilakukan melalui alokasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus EBT sebesar 30 persen dari total program. 

“Revisi taksonomi hijau yang tidak memberikan ruang bagi peningkatan kredit ke sektor ekstraktif juga bisa membantu bank fokus menambah porsi kredit ke sektor EBT,” tuturnya.

Lebih lanjut, ekonom itu menjelaskan sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk melakukan transisi energi hijau. Salah satunya, kata Bhima, melalui realokasi dana desa. “Misalnya 20 persen dari total anggaran dana desa yang sebesar Rp 70 triliun per tahun bisa difokuskan untuk pembangkit skala mikro di desa,” ujar dia. 

Sementara dari sisi kerjasama internasional, terdapat program Green Belt Road Initiative yang nilai komitmetnya mencapai US$ 56 miliar atau sekitar Rp 873,6 triliun. 

Dia juga menyebut skema pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) perlu diarahkan untuk memberi dana hibah lebih besar. Sebagai informasi, komitmen pendanaan JETP pada awalnya bernilai US$ 20 miliar, namun kini sudah bertambah menjadi US$ 21,6 miliar.

“Tantangan yang sering mengganjal dari sisi pendanaan adalah berbagai regulasi di level kementerian dan arah reformasi PLN yang seringkali inkonsisten dengan percepatan bauran EBT yang lebih besar,” ucap Bhima. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus