Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pencarian pasar baru dilakukan ke kawasan Asia Selatan, Amerika Selatan, Timur Tengah, hingga Afrika.
Konsumen di berbagai negara dunia cenderung menunggu dan menahan belanja.
Kementerian Perdagangan meneken kerja sama perdagangan dengan Peru.
JAKARTA — Pelemahan perekonomian Cina membuat pelaku usaha harus memutar otak mencari pasar ekspor alternatif. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Toto Dirgantoro, berujar, upaya pencarian pasar baru terus dilakukan dari kawasan Asia Selatan, Amerika Selatan, Timur Tengah, hingga Afrika. Meski demikian, menurut dia, hasil perdagangan yang dilakukan belum signifikan jika dibandingkan dengan hasil perdagangan dengan negara mitra tujuan ekspor utama, khususnya Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Situasi saat ini cukup berat karena krisis yang terjadi sebenarnya multidimensi, krisis global, semua ikut memikul dampaknya. Kami mencoba buka pasar baru, tapi hasilnya belum seberapa,” ujar Toto kepada Tempo, kemarin, 20 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, ada sejumlah faktor yang menyebabkan diversifikasi pasar tidak semudah yang dibayangkan. Pertama, terkait dengan biaya logistik yang relatif lebih mahal dan menimbulkan beban biaya tambahan bagi pelaku usaha. “Syarat produk suatu negara bisa menguasai negara lain itu kalau bisa menguasai logistiknya.” Biaya logistik yang dimaksudkan tak hanya untuk angkutan laut, tapi juga udara dan darat.
Di satu sisi, kondisi psikologis konsumen di berbagai negara dunia cenderung dalam kondisi menunggu dan memilih menahan belanja. Terlebih, tingkat inflasi secara global terkerek naik. “Jadi, daya beli ikut merosot di tengah situasi krisis ini sehingga benar-benar sulit bagi produk kita untuk bisa bersaing dan berekspansi.”
Aktivitas bongkar-muat peti kemas di JICT Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Adapun ketergantungan ekspor Indonesia terhadap Negeri Panda memang cukup tinggi dan mendominasi beberapa tahun terakhir. Nilai ekspor non-migas Indonesia ke Cina mencapai US$ 4,93 miliar pada Juli 2023, naik 4,29 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Ekspor ke Cina menyumbang 25,07 persen dari total ekspor Indonesia dengan komoditas utama besi dan baja serta bahan bakar mineral.
Negara tujuan utama ekspor berikutnya adalah Amerika Serikat, dengan pangsa pasar ekspor non-migas sebesar 10,35 persen atau setara dengan US$ 2,03 miliar dengan komoditas utama mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, juga pakaian dan aksesorinya, terutama rajutan.
Menjajaki Pasar Peru
Sementara itu, Kementerian Perdagangan terus berupaya memperluas pasar ekspor alternatif dan potensial di tengah tekanan perekonomian global. Terbaru, Kementerian Perdagangan meneken kerja sama perdagangan dengan negara di kawasan Amerika Selatan, yaitu Peru, melalui Indonesia-Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement. Merujuk pada laporan Bank Dunia, Peru diprediksi menjadi negara peringkat kedua dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan stabil di kawasan Amerika Selatan pada tahun ini.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan perjanjian perdagangan di antara kedua negara itu akan memperluas akses pasar bagi produk-produk Indonesia di kawasan Amerika Selatan serta mendorong terbukanya peluang investasi baru dan lapangan kerja serta memberikan keuntungan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Kami berharap perjanjian ini akan memberikan manfaat yang signifikan dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di kawasan Amerika Selatan,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono, menuturkan Indonesia memang berkomitmen menyasar pasar tujuan ekspor non-tradisional dengan profil ekonomi kuat di kawasan Amerika Selatan. Sebelumnya, Indonesia telah memiliki kesepakatan dagang dengan Cile.
Djatmiko menjelaskan, perundingan dagang dengan Peru akan dilakukan secara bertahap dari perdagangan barang, disusul perdagangan jasa, investasi, dan berbagai area kerja sama lainnya. Adapun kedua negara sepakat menargetkan penyelenggaraan perundingan putaran pertama pada akhir tahun ini. Berikutnya, tim perundingan kedua pihak dapat menyelesaikan perundingan perdagangan barang dalam kurun waktu satu tahun.
Sebagai gambaran, total perdagangan Indonesia dan Peru pada Januari hingga Mei 2023 tercatat sebesar US$ 191,8 juta, terdiri atas ekspor US$ 158,4 juta dan impor US$ 33,3 juta. Dengan demikian, Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 125,1 juta. Jika merujuk pada data dalam lima tahun terakhir atau periode 2018-2022, Indonesia tercatat selalu mencatatkan surplus perdagangan terhadap Peru dengan tren 21,8 persen.
Produk ekspor utama Indonesia ke Peru antara lain kendaraan bermotor, alas kaki, pupuk mineral, biodiesel dan produk turunannya, serta tisu. Sedangkan komoditas impor utama Indonesia dari Peru adalah biji cokelat, pupuk mineral, batu bara, anggur, dan ekstraksi sayuran.
Bongkar-muat kendaraan di IPC Car Terminal, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Kerja sama juga dilakukan khusus oleh Kementerian Luar Negeri bersama Kementerian Keuangan untuk mengembangkan berbagai daerah tujuan ekspor. Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Mansury mengatakan negara-negara non-tradisional akan menjadi prioritas, di antaranya pasar Asia Selatan dan Afrika. “Selama ini informasi terhadap kebutuhan produk negara-negara tersebut terbatas sehingga kami akan memberikan dukungan data dan informasi mengenai apa yang dibutuhkan di pasar-pasar yang belum tergarap,” katanya.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, berujar, upaya mendiversifikasi pasar ekspor bukanlah hal yang mudah karena dampak pelemahan ekonomi Cina cukup signifikan terhadap perekonomian global. Dengan demikian, bukan hanya ekspor ke negara mitra dagang utama yang berpotensi terganggu, tapi juga negara alternatif. “Ekspor Indonesia ke beberapa negara juga berpotensi ikut terkoreksi,” ucapnya.
Menurut Yusuf, tak banyak yang bisa dilakukan dalam jangka pendek karena upaya diversifikasi pasar merupakan strategi yang condong kepada agenda jangka menengah hingga panjang. “Kalau diperhatikan, memang belum banyak yang berubah, setidaknya dalam 5-10 tahun terakhir ini, khususnya dari diversifikasi pangsa ekspor.” Walhasil, negara tujuan ekspor utama hingga kini masih didominasi oleh pasar tradisional, seperti Cina, Amerika Serikat, India, dan Jepang.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo