Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

GIMNI Sebut Alasan Melesunya Ekspor Sawit Indonesia

GIMNI menyebut ekspor minyak sawit Indonesia memang mengalami penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya.

18 Juni 2018 | 10.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bisnis model BPDP Kelapa Sawit secara umum menghimpun dana pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya sesuai dengan tarif yang berlaku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyebut ekspor minyak sawit Indonesia memang mengalami penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Volume ekspor minyak sawit Indonesia pada kuartal I 2018 lebih rendah 3 persen bila dibandingkan kuartal I 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ekspor CPO (Crude Palm Oil) ke India relatif sulit bersaing dengan Malaysia yang tidak dikenai pajak ekspor," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga kepada Tempo, Ahad, 17 Juni 2018. Maret lalu, India mematok pajak impor CPO sebesar 44 persen dan pajak minyak sawit olahan sebesar 54 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penurunan ekspor itu tidak hanya terjadi untuk ekspor ke India, melainkan juga untuk pasar Eropa, khususnya untuk bahan makanan. Sahat mengatakan turunnya ekspor ke Eropa lebih disebabkan oleh kampanye negatif yang selalu menyudutkan sawit. "Isunya soal deforestasi dan penyelamatan Orang Utan."

Padahal, India dan Eropa masuk ke dalam daftar pasar utama ekspor sawit Indonesia. Negara lain yang juga merupakan pasar penjualan sawit adalah Cina, Uni Eropa, Pakistan, Timur Tengah, Rusia, dan Afrika. Sementara, distribusi produk sawit Indonesia pun didominasi oleh ekspor, dengan persentase 28-29 persen untuk pasar domestik dan 71-72 persen untuk ekspor.

"Oleh karena itu, kita harus sadar bahwa eksistensi Industri Sawit Indonesia sangat tergantung pada gejolak pasar global," ujar Sahat.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan melesunya ekspor produk sawit Indonesia berimbas pada defisitnya neraca perdagangan tanah air dalam tiga bulan terakhir.

Sementara defisit itu pun berandil pada tidak stabilnya nilai tukar rupiah belakangan ini. Untuk itu, pemerintah tengah memutar otak untuk menggenjot volume ekspor sawit Indonesia.

Darmin menyebut Presiden Joko Widodo telah bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, untuk membicarakan soal tingginya bea masuk yang diterapkan India terhadap minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia.

Perkara bea masuk itu, kata Darmin, memang memegang andil terhadap turunnya ekspor CPO Indonesia ke India. "Mudah-mudahan agak turun dan neraca perdagangan bisa mengarah ke positif," kata Darmin.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus