Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gurih Potensi Pajak Digital

Setoran penerimaan pajak digital terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah pemungut PPN. 

14 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Realisasi pungutan PPN dari PMSE mencapai lebih dari Rp 14 triliun.

  • Setoran tersebut terkumpul dari setoran pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk menjadi pemungut PPN yang berjumlah 158 pemungut usaha.

  • Ekonom menyarankan aturan pemajakan digital perlu diperluas hingga menyasar platform social commerce.

JAKARTA — Setoran penerimaan pajak digital terus meningkat sejak pertama kali diimplementasikan pada 2020. Realisasi penerimaan dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dari perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) mencapai Rp 14,57 triliun hingga akhir Agustus 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti mengatakan, setoran tersebut terkumpul dari setoran pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk menjadi pemungut PPN yang berjumlah 158 pemungut usaha.

“Jumlah pemungut PPN PMSE belum bertambah karena, selama Agustus, pemerintah belum melakukan penunjukan PMSE baru, melainkan hanya melakukan pembetulan elemen data dalam surat keputusan penunjukan dari dua platform, yaitu Degreed, Inc; dan TradingViem, Inc,” ujar Dwi, kemarin, 13 September 2023.

Dwi berujar, pajak digital menjadi salah satu fokus otoritas pajak untuk terus dioptimalkan guna meningkatkan keadilan dan kesetaraan berusaha antara pelaku usaha digital dan konvensional. Payung hukum teknis kebijakan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Realisasi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau Pajak Digital

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijual di Indonesia. Pemungut, kata Dwi, wajib membuat bukti pungut PPN berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis yang menyebutkan dengan rinci jumlah PPN yang dipungut dan telah dilakukan pembayaran. Sejumlah pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE antara lain Google, Netflix, Spotify, Facebook, Skype, Twitter, Zoom, Shopee, Blibli, Tokopedia, Steam, dan Amazon.

“Ke depan, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ucapnya.

Shopee salah satu yang ditunjuk sebagai penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE adalah memiliki nilai transaksi dengan pembeli Indonesia yang telah melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan, dan/atau memiliki jumlah trafik di Indonesia yang telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan. DJP akan terus mengoptimalkan potensi sektor digital untuk menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang penting dan berkeadilan.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, aturan pemajakan digital perlu diperluas hingga menyasar platform social commerce. Dia mencontohkan perdagangan elektronik yang dilakukan oleh TikTok Shop dalam platform media sosial TikTok yang saat ini masih berada di ruang kosong regulasi.

Menurut Bhima, social commerce seharusnya tetap didefinisikan sebagai pelaku PMSE dan wajib tunduk pada ketentuan yang berlaku. “Harus ada level of playing field yang sama dengan platform e-commerce yang bayar pajak, sehingga persaingan akan menjadi lebih sehat,” ujarnya.

Bhima menuturkan, pajak digital dapat menjadi alternatif penopang penerimaan perpajakan dengan besarnya potensi ekonomi digital Indonesia. Merujuk pada proyeksi pemerintah, pada 2030, potensi ekonomi digital Indonesia diprediksi dapat menembus US$ 400 miliar. Terlebih di tengah kondisi perekonomian global yang menantang, di mana sektor komoditas yang selama ini jadi andalan utama penerimaan perpajakan tengah lesu karena penurunan harga dan pelemahan permintaan. “Obyek pajak digital harus terus diperluas, sehingga seluruh potensi yang ada itu bisa optimal.”

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengimbuhkan, salah satu tantangan dalam upaya optimalisasi pajak digital adalah basis pajak yang masih harus ditingkatkan. “Pengguna premium jasa digital masih menghadapi isu banyaknya jasa digital bajakan atau sharing ke pihak lain,” ucapnya. Namun potensi PPN dari PMSE, kata Fajry, tetap berpotensi terus meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.

Gudang PT Bukalapak.com, yang merupakan salah satu penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), di Tangerang, Banten. TEMPO/Tony Hartawan

Pemerintah juga turut mengantongi pajak dari pinjaman online atau fintech peer to peer lending serta aset kripto. Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan, Yon Arsal, berujar, hingga Juli 2023, jumlah penerimaan yang diperoleh dari kedua sumber itu mencapai Rp 885,8 miliar hingga Juli 2023. “Ini masih terus kami sosialisasi dan perkenalkan tentang pajak P2P lending dan kripto,” ucapnya.

Rinciannya, penerimaan pajak yang bersumber dari pinjaman online terkumpul sebesar Rp 502,4 miliar. Pajak itu antara lain dari pajak penghasilan (PPh) 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap serta PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri. Sedangkan pajak kripto yang terkumpul mencapai Rp 383,42 miliar, yang terdiri atas PPh 22 atas transaksi kripto melalui perdagangan melalui sistem elektronik dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh non-bendaharawan.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus