Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Musim Ranum Pedagang Aurum

Naiknya harga emas hingga di kisaran Rp 1 juta per gram tak menyurutkan minat pembeli. Sejumlah penjual logam mulia mencetak target keuntungan lebih cepat.

10 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tingginya harga emas mendorong pemilik menjual asetnya.

  • Pencari logam mulia tak kalah banyak meski harga tinggi.

  • Momentum pertumbuhan bisnis perdagangan emas.

TAK satu pun toko di kawasan Pasar Blauran, Surabaya, yang tak dihampiri Yosef, Jumat, 9 Oktober lalu. Siang itu, bersama istrinya, pria paruh baya tersebut berniat menjual 20 gram emasnya. Sayangnya, tak ada pula toko yang menawarkan harga sesuai dengan nilai jual emas saat ini, yakni di kisaran Rp 898 ribu. “Toko enggak berani harga segitu, saya coba cari ke toko lain saja,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandemi membuat Yosef terpaksa melepas sejumlah logam mulia simpanannya. Dia butuh uang dalam waktu cepat. Penjualan garmen miliknya di salah satu pasar modern di Surabaya lesu sejak April lalu. Menjual sebagian emas yang selama ini ia simpan menjadi satu-satunya jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Toko terakhir yang disambangi Yosef hanya memberikan harga Rp 890 ribu untuk 1 gram emas. Lovina, pegawai toko emas yang baru saja ditinggalkan Yosef, bercerita bahwa banyak orang yang menjual emas belakangan ini. Tentu saja penyebabnya adalah harga emas yang melonjak, bahkan sempat melampaui Rp 1 juta per gram.

Toh, kenaikan harga emas tak menyurutkan perburuan logam mulia yang kian dianggap sebagai salah satu produk investasi yang bernilai dalam jangka panjang itu. Lain cerita dengan emas dalam bentuk perhiasan, yang angka penjualannya selama pandemi Covid-19 menurun cukup drastis.

Tren ini membikin Mujahid punya kerja sampingan. Bekerja sebagai sopir pribadi, pria 50 tahun ini menyambi sebagai kurir buat istri majikannya yang sejak awal tahun gandrung memborong logam mulia. Seperti Jumat, 9 Oktober lalu, Mujahid ada janji dengan salah satu toko di Cikini Gold Center, Jakarta Pusat. Dia mengambil pesanan majikannya: 60 keping logam mulia dengan berat masing-masing 1 gram.

Dibilang kerja sampingan karena majikannya memberikan persenan untuk setiap emas yang diangkutnya dari toko. Menurut Mujahid, permintaan dari bosnya menjemput emas pesanan tak surut selama masa pandemi. “Jumlah yang dibeli sama dengan sebelum pandemi,” ujarnya.

Seorang pegawai menunjukkan kepingan emas di toko perhiasan di Kota Tangerang, Banten, 25 September 2020./ ANTARA FOTO/Fauzan/pras.

Mencari logam mulia bukannya mudah. Masalahnya bukan dari stok, melainkan tak banyak toko yang buka pada masa pembatasan aktivitas untuk mencegah penyebaran Covid-19. Itu sebabnya, bagi Gregorios Anthony, lonjakan jumlah permintaan dan harga emas tak lantas mendongkrak omzet PT Mulia Gemilang Emasindo, toko emas milik keluarga yang dikelolanya.

Hampir empat bulan toko Anthony di Melawai Plaza, Jakarta Selatan, tutup sehingga mengurangi akses penjualan. Beruntung, dia telah melengkapi toko emas yang didirikan 38 tahun lalu tersebut dengan layanan penjualan online. “Jual-beli 50-100 orang setiap hari,” ucapnya seraya menyebut keuntungannya tak begitu signifikan kendati perdagangan marak. “Harga emas naik, banyak yang jual. Pas emas turun, ya banyak yang beli.”

Dia sudah punya ancar-ancar. Jika situasi ekonomi-politik tak menentu, baik di dalam maupun di luar negeri, harga emas bakal naik. Anthony mencontohkan, tatkala Jenderal Qasem Soleimani, komandan pasukan elite Iran, Quds, tewas dalam serangan udara Amerika Serikat di Irak pada awal Januari lalu, harga emas seketika menanjak.

Kini sumber ketidakpastian meningkat akibat pandemi. Ekonomi dunia yang sudah lesu dalam dua tahun terakhir makin loyo. Bisnis bertumbangan. Bank sentral di banyak negara kompak melonggarkan kebijakan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Emas kian dianggap sebagai barang investasi paling aman, belakangan juga lebih menguntungkan ketimbang menaruh dana di tabungan. 

Akibatnya, tren lonjakan harga emas berlanjut. Sempat turun pada Maret lalu, harganya terus menanjak. Sepanjang semester I 2020, tingkat kenaikannya rata-rata mencapai 25 persen dari posisi tahun lalu. Hingga Jumat, 9 Oktober lalu, logam mulia PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dihargai Rp 1.007.000 per gram, jauh di atas posisi awal tahun yang masih Rp 771 ribu per gram. Meski begitu, untuk pembelian kembali alias buyback—pemilik emas menjual ke toko—harganya Rp 898 ribu per gram. 

Vice President of Precious Metals Sales and Marketing PT Antam Iwan Dahlan menyebutkan, dibanding angka semester I tahun lalu, penjualan logam mulia PT Antam melonjak hingga 110 persen, yakni mencapai Rp 495,16 miliar dari Rp 234,94 miliar pada 2019. Dia tak memungkiri adanya penurunan penjualan saat awal pandemi. Namun tren kenaikan berlanjut berkat adanya dukungan penjualan secara daring. “Antrean jarang. Orang membeli online, lalu bisa memilih partner logistik selama ada. Sisanya tinggal ambil fisiknya di butik,” tutur Iwan.

Butik Antam yang berada di Jalan Haji Juanda, Bandung, adalah salah satu agen penjualan emas produk ANTM—kode emiten Aneka Tambang—yang menjalankan transaksi jual-beli online. Selama pandemi, kunjungan pembeli masih ada. Namun kini setiap hari antrean paling banyak dibatasi di kisaran 40 orang. Itu pun untuk mengambil emas yang sudah dibeli online.

Penjaga Butik Antam, Joseph, menyebutkan aktivitas jual-beli logam mulia di tempatnya bekerja nyaris tidak terpengaruh pandemi. Hal yang mempengaruhi penjualan logam mulia, menurut dia, hanya harga emas.

Model jual-beli emas online juga diterapkan Public Gold Indonesia, yang bernaung di bawah PT Dagang Emas Mulia. Penjual logam mulia yang berpusat di Malaysia ini sebenarnya sudah menerapkan sistem jual-beli emas daring sejak kantornya berdiri di Jakarta pada 2016. Di tengah pagebluk, penjualan daring menjadi lebih gencar.

Petugas tengah menakar emas warga yang digadai di Kantor Pegadaian Syariah, Jakarta, Rabu (29/7/2020)./Tempo/Tony Hartawan

Penyesuaian dilakukan saat pandemi datang. Manajer Pengembangan Bisnis Public Gold Indonesia Riana Dewi Rifayani mengatakan penjualan langsung digelar hanya dalam agenda seminar dan kunjungan ke daerah. Program edukasi investasi logam mulia yang biasanya berlangsung tatap muka kini diselenggarakan melalui webinar dan program bincang langsung melalui Facebook Live atau Instagram Live.

Bagi Public Gold Indonesia, pandemi mendatangkan berkah. “Banyak pembeli baru dan pelanggan lama yang memaksakan beli walau jumlahnya kecil untuk menambah simpanan,” tutur Riana, Jumat, 9 Oktober lalu. Ada juga, dia menambahkan, sejumlah pembeli baru yang memborong emas hingga beberapa kilogram dalam sekali transaksi.

Di antara pembeli baru ini, Riana melanjutkan, ada yang berasal dari kalangan mahasiswa. Usia pembeli baru tersebut berada di rentang 30-50 tahun. Hal ini juga tercatat oleh Antam, yang mengalami kenaikan angka pembeli dari kelompok milenial sebesar 10-15 persen dibanding tahun lalu.

Menurut Riana, target penjualan 2020 pun sudah tercapai pada September lalu. Hingga akhir tahun nanti, fokus kerja Public Gold Indonesia lebih pada optimalisasi penjualan. Dia berharap bentuk penjualan lewat kunjungan langsung bisa kembali berjalan tahun depan. “Yang menjadi salah satu kekuatan kami membangun ikatan dengan pembeli lebih dari transaksi jual-beli,” tuturnya.

AISHA SHAIDRA, AHMAD FIKRI (BANDUNG), KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus