Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Angkasa Pusa I (Persero) Faik Fahmi melihat dampak perang Rusia dan Ukraina yang mendorong harga minyak dunia menuju level teratas akan berimbas ke tarif tiket pesawat. Gejolak harga acuan minyak dunia mendorong harga avtur melonjak sehingga biaya operasional maskapai membengkak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan konflik di Ukraina, ini agak perlu diantisipasi karena kecenderungannya harga avtur mulai meningkat yang akan berdampak ke tiket,” ujar Faik dalam acara webinar aviasi bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) secara virtual, Rabu, 9 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi kenaikan harga bahan bakar pesawat akan membuat industri maskapai menghadapi beban berat bila tidak ada penyesuaian tarif tiket. Faik mengatakan meski telah terjadi transisi pandemi menuju endemi, sektor penerbangan belum serta-merta akan pulih.
Menyitir poyeksi global oleh berbagai lembaga internasional, Faik berujar tingkat mobilisasi masyarakat masih rendah karena fluktuasi kasus Covid-19. Pergerakan penerbangan internasional, misalnya, baru akan kembali seperti normal pada 2023.
Adapun Asia akan menjadi wilayah yang paling lama mencapai pemulihannya lantaran negara-negara di regional ini umumnya menerapkan aturan protokol kesehatan yang ketat. Saat ini pergerakan penumpang di Asia hanya 40 persen dibandingkan dengan masa normal.
Sedangkan Amerika Utara akan memimpin pemulihan dengan trafik lebih dari 80 persen. “Jadi faktor regulasi juga sangat berpengaruh dengan pergerakan penumpang udara dan pemulihan industri,” kata dia.
Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Maria Kristi mengatakan pemerintah masih mengacu ketentuan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) tiket pesawat pada peraturan lama. Pemerintah belum memodifikasi tarif batas untuk melindungi konsumen kelas ekonomi.
Namun begitu dalam kondisi yang sulit karena kenaikan harga avtur, Kristi menyarankan maskapai penerbangan untuk melakukan penyesuaian di kelas bisnis. “Karena kami tidak mengatur kelas bisnis. Kelas bisnis untuk melindungi maskapai,” ucap Kristi.
Kementerian, kata Kristi, akan terus memelototi maskapai untuk patuh terhadap aturan TBA dan TBB. Selama pandemi, ia mengakui ada beberapa maskapai yang mencoba melanggar ketentun tersebut, namun langsung ditindaklanjuti oleh Kementerian. “Langsung kami semprit,” ucapnya.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Irfan Setiaputra berujar maskapainya masih wait and see untuk melihat perkembangan harga minyak dunia. Dia berharap harga minyak kembali turun sehingga tidak mengganggu bisnis penerbangan.
Jika harga minyak tidak membaik, maskapai membuka peluang untuk mengefektifkan rute-rute domestik agar tetap bisa menjual tiket pesawat. “Kami terus berkomunikasi dengan Kementerian Perhubungan. Kalau tidak ada kesepakatan bersama, kami mesti melakukan adjusting jumlah penerbangan yang ada,” kata bos Garuda tersebut.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.