Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ekonomi

Berita Tempo Plus

BUMN Perkebunan Rambah Pasar Retail Gula

Bakal memangkas tiga sampai empat rantai pasok sebelum ke konsumen.

7 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Pedagang membungkus gula pasir di salah satu agen penjualan sembako kawasan Kebayoran, Jakarta, 14 April 2020. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Pedagang membungkus gula pasir di salah satu agen penjualan sembako kawasan Kebayoran, Jakarta, 14 April 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

JAKARTA – Induk usaha (holding) Perkebunan Nusantara mulai menggarap bisnis retail penjualan gula pasir langsung konsumen. Selama ini, gula BUMN perkebunan dijual melalui lelang.

Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara, Muhammad Abdul Ghani, menyatakan aksi korporasi ini dilakukan untuk membantu pemerintah menjaga stabilitas harga gula. Selama ini, hasil produksi gula melalui tiga-empat rantai pasok sebelum tiba di tangan konsumen. “Kalau kami kontrol di hilir, masyarakat bisa memperoleh harga gula yang fair dan juga bisa menjaga keseimbangan harga di petani,” ujar dia di Jakarta.

Dia mengatakan penjualan gula akan dilakukan PT Perkebunan Nusantara II, VII, IX, X, XI, XII, dan XIV. Ghani memastikan perusahaan tak berniat mengambil alih pasar retail. PTPN membuka kerja sama dengan distributor dan perusahaan lain yang tertarik membuat gula dengan merek hingga kemasan sendiri. Tujuan utama perusahaan adalah mendistribusikan gula dengan harga terjangkau.

Direktur Pemasaran Holding PTPN, Dwi Sutoro, menyatakan tahap pertama perusahaan adalah menyiapkan 40 ribu ton untuk disebar ke retail. Stok itu akan dipasarkan hingga masa giling tahun depan atau sekitar Juli 2021.

Jumlah produksi gula kemasan ini sekitar 5 persen dari target produksi tahun ini yang mencapai 800 ribu hingga 1 juta ton. Dengan kuota tersebut, perusahaan berharap pasokan gula akan selalu terjaga dan harga di pasar bisa sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 12.500 per kilogram.

Dwi menyatakan secara berkala kuota gula kemasan ini akan ditingkatkan. “Dalam lima tahun ke depan komitmen kami ke arah 20 persen,” kata dia. Dengan estimasi produksi dalam lima tahun ke depan sebesar 2 juta ton, sebanyak 400 ribu ton di antaranya akan disalurkan ke retail.

PTPN kini sedang berdiskusi guna membagi wilayah distribusi dari pabrik gula milik anggota holding. Pasalnya, sekitar 80 persen pabrik gula holding perkebunan terletak di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Distribusi akan dilakukan melalui kemitraan dengan 65 koperasi dan tujuh pelaku UMKM yang tersebar di enam anak perusahaan di seluruh Indonesia.

Ke depan, perusahaan berkomitmen menggandeng lebih banyak mitra. Perusahaan juga berencana bekerja sama dengan BUMN retail seperti Perum Bulog.

Selain memproduksi gula kemasan, PTPN mencoba memangkas distribusi dengan menurunkan volume lelang. Perusahaan berharap menambah pembeli dan menjangkau partai kecil seperti UMKM. Satu partai sebelumnya diizinkan membeli 10 ribu ton kini diubah menjadi 1.000 ton saja. PTPN berencana menurunkannya hingga 500 ton jika memungkinkan.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PHIPS) mencatat harga gula pasir nasional sejak awal tahun selalu berada di atas HET. Harga gula berkisar Rp 14 ribu dan tercatat melonjak hingga Rp 18 ribu per kilogram pada April 2020.

Ketua Asosiasi Gula Indonesia, Budi Hidayat, memperkirakan tingginya harga gula ini dipicu oleh distribusi yang terhambat, terutama setelah pandemi terjadi. “Untuk pasokan seharusnya cukup karena sekarang sedang masa giling dan sebelumnya masuk gula impor juga,” kata dia.

Kementerian Perdagangan mencoba mengatasi lonjakan harga gula dengan mengizinkan 250 ribu ton gula rafinasi diolah menjadi gula konsumsi. Selain itu, pemerintah menerbitkan impor gula konsumsi sebanyak 150 ribu ton kepada BUMN, salah satunya Perum Bulog.

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Awaludin Iqbal, menyatakan pihaknya hampir menyelesaikan seluruh distribusi 50 ribu ton gula kristal putih yang diimpor. “Tinggal sedikit sisanya yang belum dipasok ke pasar, sekarang dalam proses,” ujar dia.

VINDRY FLORENTIN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus