Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa Harga Minyak Goreng Kembali Mahal?

Harga minyak goreng curah melambung melewati harga eceran tertinggi akibat realisasi DMO yang rendah. Perlu subsidi kembali.

29 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pedagang gorengan terakhir membeli minyak goreng curah dengan harga Rp 18 ribu per liter atau jauh di atas harga eceran tertinggi Rp 14 ribu per liter.

  • Faktor pendorong kenaikan harga minyak goreng curah adalah rendahnya realisasi wajib pasok pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) minyak goreng dari eksportir.

  • Pemerintah disarankan kembali menyediakan subsidi minyak goreng untuk mengatasi tingginya harga.

HARGA minyak goreng curah dan MinyaKita melonjak tinggi. Berdasarkan data panel harga Badan Pangan Nasional, minyak goreng curah kini dijual melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan, yakni Rp 14 ribu per liter.

Januari lalu, harga minyak goreng curah rata-rata berada di harga Rp 14.800 per liter. Sedangkan bulan ini harga rata-rata minyak goreng sudah mencapai Rp 15.700 per liter.

Tingginya harga minyak goreng curah juga dirasakan konsumen. Yanti, 34 tahun, pedagang gorengan di Pasar Rawa Belong, Jakarta Selatan, terakhir kali membeli minyak goreng jenis tersebut dengan harga Rp 18 ribu per liter. Karena harga yang terus naik, ia harus menyesuaikan harga penganan yang dijualnya. “Sejak harga naik, sekarang saya jual Rp 5.000 empat gorengan. Sebelumnya seribu sebiji,” ujarnya saat ditemui, kemarin.

Kementerian Perdagangan mencatat, pada Maret 2024, harga minyak goreng curah dan MinyaKita meningkat dibanding pada bulan sebelumnya. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim memaparkan rata-rata harga minyak goreng curah pada Maret adalah Rp 15.637 per liter. Sementara itu, pada Februari mencapai Rp 15.365 per liter.

Isy mengatakan faktor pendorong kenaikan adalah rendahnya realisasi wajib pasok pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) minyak goreng dari eksportir. “Dengan penurunan DMO, terlihat sedikit berkurangnya pasokan ke pasar,” ujar Isy dalam Dialog Publik Bersama Satgas Pangan Polri, Rabu, 27 Maret 2024.

Kebijakan DMO minyak goreng mewajibkan semua eksportir yang akan mengekspor untuk memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor.

Baca Juga Infografiknya:


Isy menjelaskan, jika DMO turun, yang terkena dampak adalah minyak goreng curah dan MinyaKita. Sebab, DMO yang terbanyak adalah untuk pemenuhan jenis minyak tersebut. Bulan ini, menurut Isy, DMO masih belum tercukupi, yakni sebesar 85.975 ton. Adapun targetnya adalah 300 ribu ton per bulan. 

Januari lalu, realisasi DMO mencapai 212.116 ton. Volumenya turun pada bulan berikutnya menjadi hanya 131.486 ton. Padahal rata-rata realisasi DMO tahun lalu mencapai 271.134 ton.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ada kecenderungan penurunan realisasi DMO akibat lesunya ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Tren ekspor yang lesu terlihat dari hak ekspor para eksportir yang masih mencapai 5,58 juta ton atau setara 2,5 bulan. Penyebab merosotnya jumlah ekspor CPO antara lain permintaan dari Cina dan India yang turun. Selain itu, ada persaingan dengan harga minyak nabati lain yang lebih murah, seperti sunflower, canola, dan soybean oil.

Pekerja melakukan pengisian CPO (crude palm oil) pada truk tangki di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan kecenderungan penurunan nilai ekspor CPO terjadi sejak Covid-19. Data Gapki menyebutkan ekspor pada 2019 mencapai 37,4 juta ton. Namun, pada 2023, volumenya menyusut hingga 32,2 juta ton. “Tahun ini diperkirakan 30 ton,” katanya kemarin.

Ia memproyeksikan tantangan ekspor masih berlanjut pada 2024. Penyebabnya antara lain perlambatan ekonomi di Cina. Melambatnya perekonomian Cina berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit Indonesia karena Cina merupakan importir terbesar minyak sawit Indonesia. Selain itu, eskalasi perang di sejumlah wilayah yang masih berkecamuk dan ekonomi global yang belum membaik menjadi faktor pendukungnya.

Kebijakan DMO mulai diberlakukan sejak Januari 2022. Kala itu pemerintah mengganti program minyak curah bersubsidi dengan mewajibkan pemenuhan dalam negeri oleh eksportir CPO. Ada dua peraturan yang mengatur hal tersebut, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Curah Rakyat.

Pemerintah kemudian menetapkan harga Rp 9.300 per kg sebagai harga jual CPO dan 20 persen kewajiban pasok ke dalam negeri dalam rangka penerapan DMO. Persetujuan ekspor akan diberikan kepada eksportir yang telah merealisasi ketentuan tersebut dengan memberikan bukti realisasi distribusi dalam negeri. Dengan demikian, pasokan minyak goreng dengan harga terjangkau dapat tersedia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya mekanisme subsidi dilakukan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Caranya, dengan upaya menutup selisih harga minyak goreng lewat dana pungutan dari lembaga tersebut kepada produsen minyak goreng.

Pengamat pertanian Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, mengatakan ekspor minyak sawit mentah lesu akibat melemahnya permintaan global. Di samping itu, ada kecenderungan peralihan konsumsi ke minyak biji bunga matahari dan kedelai yang gap harganya tidak terlalu jauh dengan minyak sawit. “Sehingga mereka substitusi ke minyak tersebut,” ujarnya

Menurut dia, terjadi anomali dengan penurunan jumlah ketersediaan pasokan minyak goreng saat ini. Pasalnya, jika ekspor melemah karena permintaan global, seharusnya pasokan dalam negeri masih aman. 

Selain lantaran adanya aturan DMO, CPO digunakan untuk produksi lain, yakni biodiesel. Karena mayoritas CPO diproduksi oleh perusahaan swasta, mereka akan cenderung mengolah CPO menjadi produk dengan harga yang lebih menjanjikan. “Kebijakan DMO jadi tidak optimal juga karena itu suplai dikendalikan oleh swasta,” kata Eliza.

Pedagang tengah menata minyak goreng merek Minyakita dalam kemasan plastik di Pasar Rawa Kebo, Jakarta, Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Adapun peneliti makroekonomi dan pasar keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, mengatakan pemerintah perlu menyediakan kembali subsidi minyak goreng untuk mengatasi tingginya harga. Ia menilai kebijakan DMO belum berhasil mendorong pasokan dan menekan harga minyak goreng. “Justru pemerintah perlu menggenjot produksinya,” ujarnya.

Menurut dia, penurunan pasokan minyak goreng curah dan harga yang tinggi saat ini merupakan masalah kebijakan struktural seperti DMO.

Hal senada dikatakan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNl) Sahat Sinaga. Ia merekomendasikan aturan realisasi DMO dihapus. Mekanisme subsidi kembali dilakukan melalui BPDPKS. Menurut dia, tidak semua produsen minyak goreng adalah eksportir.

Agar tata kelola lebih jelas, ia menyarankan khusus minyak goreng rakyat dijalankan pemerintah melalui badan usaha milik negara pangan. Dengan demikian, selisih harga eceran tertinggi dibayarkan atau disubsidi oleh BPDPKS ke distributor, seperti Bulog dan ID Food. Harga di tingkat distribusi juga lebih mudah diawasi. “Dengan demikian, regulasinya tidak ribet,” katanya.

Ia melanjutkan, distributor pemerintah dapat membeli minyak goreng dari produsen sesuai dengan mekanisme pasar saja atau harga acuan kelayakan (HAK). Dengan demikian, produksi tetap berjalan dengan baik dan kebutuhan minyak goreng subsidi terpenuhi.

Dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah pada Senin lalu, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Bambang Wisnubroto mengatakan DMO awalnya hanya menjadi opsi yang dilakukan agar masyarakat dapat mengakses minyak goreng curah ataupun MinyaKita dengan harga sesuai acuan atau HET. Kebijakan diambil lantaran minyak goreng langka dan harganya melonjak pada awal 2022. "Ini (kebijakan DMO) tentunya menjadi evaluasi kita terus," tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus