Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Uni Eropa mematangkan rencana mengembargo minyak Rusia.
Shanghai bebas dari kasus baru Covid-19 selama lima hari berturut-turut.
Anggaran subsidi dan kompensasi melonjak Rp 291 triliun.
NEW YORK- Harga minyak mentah dunia menguat tipis pada penutupan perdagangan Sabtu pagi karena rencana Uni Eropa mengembargo minyak Rusia dan prospek pelonggaran karantina Covid-19 di Cina. Kedua faktor tersebut mengalihkan perhatian pelaku pasar dari perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang bakal menekan permintaan.
Harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman Juli naik US$ 51 sen atau 0,5 persen menjadi US$ 112,55 per barel. Adapun harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat untuk pengiriman Juni naik US$ 1,02 atau 0,9 persen, menjadi US$ 113,23 per barel pada hari terakhirnya di kontrak bulan depan.
Dengan kenaikan ini, WTI mencatatkan kenaikan mingguan keempat berturut-turut. Sedangkan Brent naik sekitar 1 persen pada pekan ini setelah jatuh sekitar 1 persen pada pekan sebelumnya. Sementara itu, kontrak WTI yang lebih aktif diperdagangkan untuk Juli naik sekitar 0,4 persen menjadi US$ 110,28 per barel.
"Risiko tetap berayun ke sisi positif (kenaikan harga), mengingat kemungkinan pembukaan kembali Cina dan upaya lanjutan menuju embargo minyak Rusia oleh Uni Eropa," kata Craig Erlam, analis pasar senior dari perusahaan pialang perdagangan berjangka, OANDA.
Meski begitu, pemerintah Cina sesungguhnya belum memberikan sinyal apa pun perihal penghentian karantina di Shanghai yang dijadwalkan berakhir 1 Juni mendatang. Hanya, optimisme publik menyeruak setelah kota itu bisa mencegah munculnya kasus baru dalam zona karantina selama lima hari berturut-turut. Pelaku pasar yakin, pencabutan pembatasan di Shanghai akan meningkatkan permintaan energi Cina sebagai importir minyak mentah utama dunia.
Faktor lain yang memicu reli harga minyak mentah dunia adalah rencana Uni Eropa melarang impor minyak mentah dari Rusia. Larangan itu mencakup pemotongan jatah impor untuk negara-negara anggota yang paling bergantung pada minyak Rusia, seperti Hungaria. Pengamat perminyakan memperkirakan Uni Eropa akan mengumumkan keputusan embargo lebih cepat setelah melihat keberhasilan Jerman memotong impor minyak Rusia lebih dari setengahnya dalam waktu singkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengisian bahan bakar di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, 1 April 2022. Tempo/Tony Hartawan
Antisipasi terhadap menurunnya pasokan dan naiknya harga minyak dunia dilakukan Amerika Serikat. Baker Hughes melaporkan, perusahaan energi negara itu telah menambah jumlah anjungan atau rig minyak dan gas alam selama sembilan pekan berturut-turut, karena dorongan pemerintah untuk meningkatkan produksi. Jumlah rig merupakan indikator pertumbuhan produksi migas di masa depan.
Langkah berbeda ditempuh India. Negara pengimpor minyak mentah terbesar ketiga itu sepanjang April lalu mencatatkan angka impor minyak tertinggi dalam 3,5 tahun terakhir. Rupanya, India memborong minyak asal Rusia dengan diskon untuk mendorong pemulihan permintaan dan melawan harga yang tinggi. Sedangkan di Norwegia, produksi minyak mentah pada April meleset dari perkiraan resmi sebesar 10,6 persen, sementara produksi gasnya sesuai dengan ekspektasi.
Terus naiknya harga minyak dunia turut mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berujar, anggaran subsidi dan kompensasi energi melonjak akibat kenaikan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Dalam APBN 2022, asumsi ICP ditetapkan sebesar US$ 63 per barel. Sedangkan rata-rata harga ICP saat ini telah mencapai US$ 100 per barel.
"Subsidi dan kompensasi melonjak dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 443,6 triliun atau naik Rp 291 triliun," kata Sri Mulyani dalam rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis pekan lalu. Rinciannya adalah, subsidi energi Rp 134 triliun dan kompensasi kepada Pertamina dan PLN sebesar Rp 18,5 triliun.
Dengan adanya perubahan harga keekonomian minyak tanah, solar, LPG, Pertalite dengan ICP US$ 100 per barel, subsidi energi akan menggelembung menjadi US$ 208,9 triliun atau naik Rp 74,9 triliun. Begitu pula, kompensasi solar bertambah Rp 98,5 triliun dan listrik Rp 21,4 triliun. Walhasil, anggaran untuk kompensasi akan meningkat dari Rp 18,5 triliun menjadi 234,6 triliun atau naik Rp 216,1 triliun.
Karena itu, Sri Mulyani meminta DPR memberikan restu usulan penambahan anggaran tersebut. "Karena pilihannya hanya dua, kalau ini (subsidi dan kompensasi) enggak dinaikkan, harga BBM dan listrik naik. Kalau BBM dan listrik tidak naik, ini yang naik. Pilihannya hanya dua, dan itu berarti pengeluaran dalam APBN kita besar," kata dia.
ANTARA | EFRI R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo