Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Marlistya Citraningrum mengatakan Indonesia perlu belajar dari pengalaman beberapa negara soal transisi energi. Beberapa negara tersebut yakni Denmark, Australia, dan Amerika Serikat, yang sudah memiliki pulau dengan 100 persen energi terbarukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Marlistya negara tersebut memiliki pulau yang mencapai penggunaan energi terbarukan 100 persen dengan tenggat waktu lebih cepat dibanding target secara nasional. Hal itu disamnpaikan dalam acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023 yang digelar pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kombinasi kebijakan, political will dari pengambil kebijakan, upaya bersama, kesiapan sistem, adanya insentif, hingga tersedianya pembiayaan yang inovatif menjadi kunci keberhasilan mereka,” ujar dia lewat keterangan tertulis dikutip Jumat, 22 September 2023.
Dia menjelaskan Indonesia sebenarnya bisa memiliki showcase pulau 100 persen energi terbarukan dengan ‘paket lengkap’ yang serupa. Sebagai negara kepulauan dengan potensi energi terbarukan lebih dari 7.000 gigawatt, Indonesia mempunyai peluang besar untuk memenuhi 100 persen kebutuhan energi pulau-pulaunya dari energi terbarukan.
Selain itu, kesempatan untuk belajar dari pulau-pulau yang telah melakukan desentralisasi energi dan berambisi mencapai target neutral karbon pada 2045 pun terbuka luas. “Caranya dimulai dari inisiatif daerah yang perlu mendapatkan dukungan juga dari masyarakat, kelompok swasta, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) PT PLN, dan pemerintah pusat,” kata dia.
Soren Hermansen, Direktur Akademi Energi Samso dalan acara IETD 2023 menjelaskan Pulau Samso di Denmark saat ini telah mengandalkan energi angin dan energi terbarukan lainnya sebagai sumber kelistrikan. Ada sekitar 11 turbin angin di daratan, masing-masing dengan kapasitas untuk menghasilkan daya sebesar satu megawatt.
Pulau Samso dengan 1 turbin saja bisa menghasilkan listrik yang cukup untuk menggerakan 630 rumah. Dalam melakukan transisi energi, Soren berujar, pendekatannya perlu secara lokal, artinya bisa bersifat politis maupun administratif namun harus sesuai dengan konteks lokal.
Secara nasional, di Denmark, kebijakannya telah mempromosikan pembangunan berkelanjutan. “Selain itu, peraturan Uni Eropa juga mendukung terciptanya pulau dengan 100 persen energi terbarukan sehingga Pulau Samso solid secara kebijakan dan tersedia pula instrumen finansial,” tutur Soren.
Selanjutnya: Hawaii menyebut punya potensi energi terbarukan
Sementara Senator Hawaii Amerika Serikat Chris Lee menyadari dampak krisis iklim terhadap pulaunya. Sehingga pemerintah Hawaii pada 2015 menargetkan untuk mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2045.
Perusahaan yang menjalankan bisnis utilitas di Hawaii saat ini segera melakukan analisis mendalam dan menemukan 100 persen energi terbarukan mampu tercapai lebih cepat yakni pada 2040. “Itu menghemat biaya yang lebih besar, di antaranya dengan memangkas biaya impor bahan bakar migas,” ucap Chris Lee.
Menurut Chris Lee, masing-masing pulau di Hawaii mempunyai berbagai potensi energi terbarukan. Namun satu hal yang mirip adalah setiap pulau memiliki potensi besar energi surya serta dapat mengandalkan baterai untuk memasok listrik saat panel surya tidak menghasilkan energi ketika malam hari.
“Kami tidak membangun pembangkit listrik yang baru namun mengandalkan desentralisasi listrik yang lebih tangguh dan relatif lebih hemat biaya,” kata Chris Lee.
Selain itu, dia menambahkan, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi masyarakat umum maupun pengembang proyek energi terbarukan melalui paket kredit dan potongan harga. Chris Lee menilai kesadaran perusahaan utilitas untuk beralih ke energi terbarukan telah mengubah model bisnis mereka.
“Dari yang semula ditentukan dari pembangunan pembangkit baru menjadi penilaian kinerja mereka dalam memberikan pelayanan,” tutur dia.
Sedangkan David Ellis, Presiden Direktur PT Solar Power Indonesia mengatakan berkaca dari pengalamannya di Pulau Christmas, Australia. Menurut dia, untuk beralih ke energi terbarukan, terutama energi surya, skema jaringan ketenagalistrikan yang memungkinkan pelanggan untuk memasang PLTS-nya sendiri menjadi hal yang krusial.
“Indonesia pun dapat melakukan hal serupa dengan proyek jaringan kecil (microgrids),” kata David Ellis.