Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
IHSG terkoreksi cukup dalam selama dua hari berturut-turut.
The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis point menjadi 0,75-1 persen.
Pelaku pasar mencemaskan potensi resesi.
JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia terjebak dalam zona merah selama dua hari berturut-turut. Senin lalu, yang merupakan hari pertama perdagangan setelah libur Lebaran, IHSG turun 4,42 persen ke level 6.909,75. Kemarin, IHSG kembali melemah sebesar 1,3 persen ke posisi 6.819, 79.
Analis saham dari Sucor Sekuritas, Paulus Jimmy, menyebutkan anjloknya IHSG disebabkan sentimen negatif dari pasar global. Ia berujar, saat bursa Indonesia tutup pada masa libur Lebaran, indeks saham di berbagai negara terkoreksi dalam. “Penurunan IHSG dan indeks global lain terjadi setelah kenaikan suku bunga acuan The Fed,” kata dia.
Kamis pekan lalu, bank sentral Amerika Serikat atau The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis point menjadi 0,75-1 persen. Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan kenaikan suku bunga dilakukan untuk menjinakkan inflasi Amerika, yang pada Maret lalu mencapai 8,1 persen atau tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Kombinasi antara kenaikan suku bunga acuan dan kekhawatiran terjadinya resesi akibat lonjakan inflasi menjadi penekan pasar.
Meski begitu, Jimmy optimistis IHSG akan memantul kembali karena adanya sentimen positif dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal I Indonesia. Badan Pusat Statistik pada Senin lalu mengumumkan perekonomian nasional sepanjang kuartal I 2022 tumbuh 5,01 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. “Kami percaya akan rebound karena PDB bagus dan sejalan dengan ekspektasi kami,” tutur Jimmy.
Analis saham dari Panin Sekuritas, William Hartanto, menilai longsornya IHSG sepanjang dua hari terakhir bukanlah hal aneh. Menurut dia, rencana kenaikan Fed rate telah menjadi perhatian pelaku pasar sejak awal tahun ini. “Sehingga melemahnya pasar bukanlah hal yang aneh, melainkan karena respons pelaku pasar saja,” kata William.
Ia memperkirakan IHSG menghijau dalam satu hari sepanjang pekan ini. Namun kenaikan tersebut belum mengkonfirmasi pembalikan arah IHSG ke zona hijau. William merekomendasikan saham-saham defensif di tengah penurunan pasar, seperti INDF, ICBP, atau ADES. Sedangkan bagi investor yang waswas melihat penurunan indeks, Jimmy menyarankan agar melirik saham-saham blue chip perbankan atau barang-barang konsumen.
Layar pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim riset Phillip Sekuritas dalam kajiannya juga menyatakan sentimen investor masih tertekan oleh kekhawatiran seputar inflasi, kenaikan suku bunga, dan kemungkinan terjadinya resesi ekonomi. Investor mencermati seberapa agresif The Fed dalam menjinakkan inflasi setelah menaikkan suku bunga acuan cukup tinggi.
Kebijakan suku bunga yang terlalu agresif, tim riset menyebutkan, akan memperbesar risiko inflasi, terutama dalam menghadapi berbagai macam tantangan, seperti tingkat inflasi yang tinggi, invasi Rusia ke Ukrania, serta gangguan rantai pasok global yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
Philip Sekuritas mengatakan fokus perhatian investor akan tertuju pada rilis dua data inflasi April Amerika pada pekan ini, yakni Consumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI). “Investor mempunyai ekspektasi kedua data tersebut akan memperlihatkan perlambatan kenaikan harga-harga.” Data CPI dan PPI juga akan memberikan petunjuk seberapa agresif The Fed akan bertindak.
Di pasar komoditas, harga minyak mentah turun sekitar 6 persen setelah Arab Saudi menurunkan harga jual minyak mentahnya untuk kawasan Asia dan Eropa mulai Juni. Harga minyak mentah juga tertekan oleh kabar bahwa Uni Eropa bersiap mencabut larangan kapal-kapal berbendera anggota Uni Eropa mengirim minyak mentah asal Rusia ke negara-negara lain. Langkah itu dinilai dapat menghapus gangguan transportasi pada pasar energi global.
Dalam perdagangan kemarin, IHSG dibuka melemah dan terus bergerak di zona merah hingga akhir sesi kedua. Tujuh sektor terkoreksi, dengan sektor teknologi turun paling dalam, yaitu minus 4,61 persen, diikuti sektor energi dan sektor keuangan yang masing-masing minus 2,06 persen dan minus 1,35 persen. Sedangkan empat sektor meningkat, dengan sektor barang konsumen nonprimer naik paling tinggi, yaitu 1,64 persen, diikuti sektor transportasi-logistik serta sektor kesehatan masing-masing 1,12 persen dan 0,47 persen.
Investor asing di seluruh pasar mencatatkan jual bersih sebesar Rp 3,2 triliun. Khusus di pasar reguler, investor asing membukukan jual bersih Rp 2,88 triliun. Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1.614.710 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan 26,87 miliar lembar saham senilai Rp 23,34 triliun. Sebanyak 162 saham naik, 396 saham turun, dan 140 stagnan.
RIANI SANUSI PUTRI | EKA YUDHA SAPUTRA | ANTARA | EFRI R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo