Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Industri Fintech Rentan Serangan Siber, VIDA: Perlu Mitigasi Risiko Peretasan

VIDA mewanti-wanti serangan siber yang menjadi salah satu ancaman bagi industri fintech, termasuk fintech syariah.

28 Juni 2024 | 07.00 WIB

Ilustrasi hacker. (e-propethic.com)
Perbesar
Ilustrasi hacker. (e-propethic.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Serangan siber menjadi salah satu ancaman yang dihadapi industri fintech, termasuk fintech syariah. Senior Vice President perusahaan keamanan digital VIDA, Ahmad Taufik, mengatakan bahwa ancaman ini perlu menjadi perhatian bersama. Untuk itu, perlu adanya langkah-langkah keamanan siber dalam setiap transaksi digital, guna menjaga kepercayaan nasabah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Mitigasi risiko peretasan pada sejumlah simpul keamanan siber layanan fintech syariah akan menentukan seberapa jauh ekosistem keuangan digital syariah yang aman dan tepercaya bisa terwujud," katanya dalam keterangan resmi pada Kamis, 27 Juni 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan komposisi 86,7 persen penduduk beragama Islam, Indonesia menjadi potensi pasar yang besar untuk perbankan syariah. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ketiga negara dengan pangsa pasar fintech syariah terbaik di dunia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan, pertumbuhan pangsa pasar bank syariah mencapai 18 persen pada 2028.

Meskipun inisiasi penguatan digital telah dilakukan, namun berbagai ancaman masih tak bisa dihindari. Laporan terbaru Kaspersky menyebutkan, mereka telah memblokir 5.863.955 ancaman siber selama periode Januari hingga Maret tahun ini. Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan, lebih dari 204 juta serangan siber di Indonesia terjadi sejak Januari hingga Juni 2023. Sektor keuangan menempati peringkat ketiga yang paling banyak menjadi sasaran serangan siber.

Berdasarkan Laporan Whitepaper VIDA, penipuan deepfake meningkat lebih dari 900 persen sejak 2017 hingga 2019. Para pelaku semakin mampu mengelabui sistem keamanan biometrik, termasuk teknologi pengenalan wajah untuk verifikasi dan autentikasi identitas. 

Selanjutnya: VIDA mencontohkan salah satu kasus penipuan perbankan menggunakan....

VIDA mencontohkan salah satu kasus penipuan perbankan menggunakan teknologi deepfake yang menyebabkan sebuah institusi keuangan di Hong Kong mengalami kerugian sebesar US$ 25 juta atau sekitar Rp 392 miliar. Penipuan terjadi ketika karyawan perbankan yang menjadi korban diperintahkan untuk bertransaksi secara rahasia, namun ternyata hanyalah perintah palsu yang menggunakan teknologi deepfake.

Ahmad Taufik mewanti-wanti ancaman deepfake bagi sektor fintech syariah. Dia menekankan, teknologi verifikasi identitas secara realtime ketika melakukan transaksi menjadi kunci pertahanan terhadap serangan.

"Nantinya foto pengguna dengan cepat akan dianalisis dari sisi kualitas maupun otentisitas serta memastikan keamanan perangkat dan kamera yang digunakan. Sekaligus pemanfaatan AI untuk memberikan sinyal jika ada kemungkinan fraud," katanya.

Sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, VIDA juga telah mengeluarkan VIDA Deepfake Shield yang berbasis kecerdasan buatan. VIDA Deepfake Shield memungkinkan institusi fintech syariah untuk memerangi penipuan deepfake secara efektif.

"Dengan menerapkan VIDA Deepfake Shield, institusi fintech syariah dapat membangun pertahanan yang kuat melawan deepfake, sehingga memperkuat ekosistem keuangan digital yang aman dan tepercaya," kata Ahmad Taufik.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus