Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Industri otomotif mendukung kebijakan pemerintah ihwal perubahan skema pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor berdasarkan tingkat emisi karbon dioksida. Ketua Institut Otomotif Indonesia, Made Dana Tangkas, mengatakan perubahan skema ini bisa mendorong produksi dan ekspor industri otomotif, khususnya kendaraan beremisi rendah. Meski begitu, kata Made, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ke depan, ada beberapa syarat yang perlu dikedepankan, yaitu basis produksi di Indonesia dan adanya alih teknologi kepada bangsa Indonesia," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan adanya insentif tersebut, ia berharap industri mampu mendorong produk completely knock down (CKD), incomplete knock down (IKD), serta mengolah material dan bahan baku dari Indonesia. Menurut Made, semua pasar otomotif sangat bergantung pada unsur tersebut. Pasalnya, kata dia, pasar otomotif, khususnya roda empat, penjualannya masih stagnan sekitar 1,1 juta.
"Kalau harga jualnya tinggi, dengan daya beli yang rendah, tentu tidak akan terbeli kendaraan itu," ujarnya, yang juga menjabat Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
Made berharap kebijakan baru ini mampu mendongkrak penjualan kendaraan. "Ini momentum perubahan yang baik untuk Indonesia."
Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru pengenaan pajak penjualan barang mewah berdasarkan kapasitas mesin. Dalam beleid baru, pengenaan pajak didasarkan pada konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi karbon dioksida.
General Manager Sales Division PT Isuzu Astra Motor Indonesia, Yohanes Pratama, mendukung kebijakan baru ini karena dinilai bakal menggairahkan industri otomotif. Dia menuturkan produk Isuzu sudah sejalan dengan kebijakan standar emisi pemerintah. Bahkan produk kendaraan diesel sudah mengaplikasikan standar Euro 4. "Kebijakan tersebut tidak akan berpengaruh banyak terhadap pasar kendaraan komersial kami," ucapnya.
Menurut dia, Isuzu Giga sudah menggunakan mesin heavy duty common rail sejak 2011. Produk ini sudah ditujukan untuk memenuhi standar emisi Euro 4 dengan menggunakan mesin common rail. "Kami sudah persiapkan dari jauh-jauh hari," tuturnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menuturkan insentif untuk kendaraan dengan tingkat emisi karbon rendah menjadi tren global. Namun, menurut dia, idealnya skema yang tepat adalah dengan mengenakan cukai atas kendaraan bermotor. Makin rendah emisi karbon, cukai yang dikenakan juga makin rendah, atau sebaliknya.
Menurut Yustinus, instrumen PPnBM bisa menjadi alternatif. Namun instrumen baru ini dinilai berpotensi tidak sesuai dengan karakteristik dan skema pajak barang mewah. Misalnya, kendaraan yang harganya mahal tapi memiliki teknologi tinggi dan rendah emisi. "Satu-satunya klausul yang dapat digunakan adalah nilai guna bagi masyarakat. Artinya, makin tinggi nilai guna, maka PPnBM makin rendah," ujarnya.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo