Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional menyerahkan usul insentif kepada pemerintah.
Insentif diajukan sebelum holding baterai BUMN berdiri.
Salah satu bentuk insentif adalah royalti khusus bagi nikel komoditas rendah.
JAKARTA – Pengembangan industri baterai kendaraan listrik membutuhkan insentif fiskal untuk meringankan ongkos produksi. Ketua Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional, Agus Tjahajana Wirakusumah, menyatakan telah menyerahkan usul insentif kepada pemerintah. "Kami memberikan isyarat kepada kementerian terkait dari sekarang agar bisa dilakukan studi lebih dulu," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu stimulus yang diusulkan berkaitan dengan pemanfaatan nikel berkadar rendah. Agus berharap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersedia mengatur royalti khusus bagi komoditas tersebut, seperti yang sudah diberikan pada batu bara. Tarif royalti batu bara untuk program gasifikasi akan dipangkas hingga nol persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus mengatakan saat ini nikel berkadar rendah tak banyak dimanfaatkan. Namun, ke depan, komoditas ini bisa menjadi bahan baku baterai. "Kami berharap jangan dihitung sama dengan nikel kadar tinggi," kata dia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM, iuran produksi nikel dibagi menjadi tiga kategori. Bijih nikel dipatok sebesar 10 persen dari harga jual per ton. Sementara itu, royalti produk pemurnian 1,50-5 persen. Kategori lainnya adalah windfall profit untuk harga nickel matte di atas US$ 21 ribu per ton sebesar 1 persen dari harga jual per ton.
Pengolahan bijih nikel di Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sulawesi Tenggara PT ANTAM Tbk, Kolaka, Sulawesi Tenggara, 8 Mei 2018. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Usul stimulus juga diajukan kepada Kementerian Keuangan. Pada tahap awal produksi baterai, kata Agus, masih banyak bahan baku yang harus didatangkan dari luar negeri. Dia pun meminta insentif bagi bahan baku impor untuk memproduksi prekursor, katoda, battery pack dan cell, hingga battery recycling. "Kalau bea masuknya tinggi, mungkin bisa diturunkan sampai nol persen," katanya.
Agus mengatakan usul insentif tersebut diajukan sebelum perusahaan induk atau holding badan usaha milik negara yang membuat baterai berdiri. Wakil Menteri BUMN Pahala Mansyuri menyatakan holding BUMN baterai akan berdiri pada semester pertama tahun ini.
Pada saat yang sama, pencarian mitra untuk mengembangkan industri mobil listrik masih berjalan. Agus menargetkan kesepakatan untuk membentuk joint venture dengan mitra terpilih bisa terlaksana pada tahun ini. Dengan demikian, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian hingga pabrik baterai bisa dimulai. Dalam dua tahun ke depan, pemerintah menargetkan mampu memproduksi kendaraan listrik skala kecil dengan memanfaatkan impor battery cell.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, menyatakan tengah mempertimbangkan permintaan insentif ini. "Ini masukan yang bagus," katanya. Tak hanya ada insentif fiskal, kata Irwandy, tapi juga akan ada stimulus non-fiskal.
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pun terdapat insentif dari sisi hulu. Perusahaan yang melakukan penghiliran diberikan perpanjangan izin usaha pertambangan setiap 10 tahun hingga cadangan habis. Dengan catatan, smelter yang dibangun memenuhi persyaratan serta terdapat kemajuan penghiliran.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyatakan telah menerima sejumlah usul insentif dan tengah mempertimbangkannya bersama Kementerian Keuangan. Salah satunya penentuan pos tarif khusus untuk prekursor, katoda, serta battery cell dan battery pack.
Usul lainnya adalah pemberian tarif bea masuk most favourable nations (MFN) yang tinggi untuk produk-produk tersebut. "Bila industri baterai telah kuat, pos tarif ini dapat diimplementasikan," ujarnya.
Kementerian Perindustrian telah mengatur tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk kendaraan listrik serta komponennya. Dalam Peraturan Menteri Nomor 27 Tahun 2020 yang diterbitkan pada September lalu itu diatur rincian beragam aturan TKDN, dari manufaktur, perakitan, hingga pengembangan komponen. Untuk baterai kendaraan listrik, misalnya, TKDN ditetapkan mencapai 35 persen.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menyatakan tengah mempertimbangkan semua opsi untuk membantu pengembangan industri baterai. "Saat ini pemerintah telah cukup banyak memberikan fasilitas perpajakan untuk mendukung industri kendaraan bermotor listrik," tuturnya. Menurut Prastowo, pemerintah telah membebaskan bea masuk impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan maupun pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo