Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Judi daring atau judi online di Indonesia dilarang dalam Pasal 27 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, ada Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tindak pidana perjudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, berdasarkan data dari analisis jejaring media sosial, Drone Emprit, Indonesia menjadi negara dengan pemain judi online terbanyak di dunia, yaitu 201.122 orang pada 2023. Lantas, mengapa judi online sukar diberantas?
Alasan Judi Online Susah Diberantas
1. Kecanggihan Teknologi
Pengamat keamanan siber Vaksincom, Alfon Tanujaya mengatakan, membasmi judi online secara teknis itu sangat sulit. Menurut dia, salah satu sebabnya adalah hukum di Indonesia yang melarang perjudian, sedangkan di negara lain diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
Alhasil, bandar judi online dapat berpindah lokasi operasi dari satu negara ke negara lain, tetapi targetnya tetap orang Indonesia. Dia menjelaskan bahwa penyelenggara judi digital tersebut memanfaatkan perkembangan teknologi, sehingga harus adu canggih antara pemerintah dengan pelaku.
“Makin sulit karena sifat dasar manusia memang suka berjudi,” kata Alfon saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 20 Oktober 2023.
2. Bandar Tersebar di Banyak Negara
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) kala itu, Budi Arie Setiadi mengakui memang tidak mudah memberantas judi online. Dia menuturkan, biasanya server bandar judi online tersebut berada di negara yang melegalkan.
“Di mana? Kamboja dan Filipina. Server-nya di sana. Bilang server-nya bandar judi Indonesia ada di Filipina dan Kamboja kata Pak Menteri,” ucap Budi di Kantor Kominfo, Jakarta, Jumat, 20 Oktober 2023.
3. Transaksi Tidak Hanya Melalui Rekening Bank
Pada kesempatan berbeda, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menilai penghapusan situs dan pemblokiran rekening tidak cukup untuk membasmi praktik judi online. Menurut dia, ada banyak transaksi yang tidak hanya dilakukan melalui rekening bank.
“Ada yang tidak dilakukan di dalam negeri, tetapi lintas batas (negara). Ada juga yang dilakukan tidak melalui rekening bank.
Oleh karena itu, lapisan demi lapisan pemberantasannya harus dituntaskan, sehingga tidak ada ruang kosong yang terjadi, karena persoalan dasarnya saja kita lihat belum terselesaikan dengan menyeluruh,” ujar Mahendra di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 18 April 2024, seperti dikutip dari indonesia.go.id.
4. Perbedaan Regulasi Antarnegara
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengungkapkan tantangan besar yang harus dihadapi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online adalah penindakan penyelenggara judi yang berada di luar negeri.
Bisnis judi online tumbuh subur di negara-negara yang melegalkan, seperti Kamboja, tetapi pemerintah Indonesia tidak bisa meminta otoritas setempat untuk menindak praktik tersebut.
“Saat ini belum ada cara efektif untuk menghentikan operator di luar negeri,” kata Hikmahanto saat dihubungi, Jumat, 21 Juni 2024.
Menurut dia, tindakan dengan pengadilan ekstradisi juga tidak dapat dilakukan karena harus memenuhi ketentuan double criminality atau persyaratan tindak pidana yang dipenuhi dua negara.
Dia berpendapat bahwa salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan sosialisasi dan penyadaran intensif kepada calon korban dan korban.
Moh. Khory Alfarizi, Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.