Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik pemerintah yang berkukuh menggunakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Karya sebagai alat untuk menarik investasi datang ke Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari penjelasan yang disampaikan pemerintah selama ini, kata Faisal, adalah tujuan Omnibus Law adalah mewujudkan kemudahan berusaha, masuknya investasi ke dalam negeri dan menggerakkan perekonomian agar bisa tumbuh semakin baik. "Kita tidak akan bahas per pasal Undang-undang, tapi lebih soal kemudahan berusaha," ujarnya seperti dikutip dari siaran videonya di YouTube CokroTV, Jumat, 23 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam video berjudul "Ayo Jokowi, Kembali ke Jalur yang Benar!" dan berdurasi 14 menit 38 detik ini, Faisal Basri menjelaskan selama ini investor kesulitan dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
"Betul sekali bisnis di Indonesia memang ribet. Ibarat seseorang mengalami sakit kepala, demam, flu satu-dua hari saja. Mungkin bisa cukup dengan konsumsi parasetamol," ucap Faisal.
Tapi, kata dia, jika gejala sakit berkepanjangan, sebaiknya konsultasi ke dokter untuk tahu akar masalahnya. "Siapa tahu ada organ dalam tubuh tak beres."
Begitu juga soal masalah utama dalam kemudahan berbisnis di Indonesia. "Jumlah perizinan yang banyak dan tumpang tindih, prosesnya lama dan berbelit, serta tak pasti. Ini sudah lama dialami masyarakat dan pengusaha," katanya.
Untuk menyelesaikan masalah itu dengan lebih cepat, kata Faisal, di lapangan banyak ditemui pengusaha yang kemudian ambil jalan pintas dengan membayar jasa calo. Walhasil, praktik korupsi merajalela.
Pemerintah, menurut Faisal Basri, bisa saja mengambil jalan pintas dengan memangkas atau menyederhanakan perizinan untuk permudah pengusaha, seperti yang masuk dalam salah satu semangat Omnibus Law UU Cipta Kerja tersebut. "Namun, bukankah itu hanya mengatasi simptom atau gejala? Padahal yang harus dilakukan adalah mengatasi akar masalahnya."
Faisal Basri malah menilai pemerintah sebelumnya sudah berada di jalur yang tepat dalam melakukan sejumlah pembenahan perbaikan birokrasi untuk mengundang para investor datang dan berbisnis di Indonesia. Hal ini terbukti dari perbaikan peringkat Kemudahan Berbisnis (Ease of Doing Business atau EODB) Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah, kata Faisal, hanya perlu memperbaiki sejumlah hal dalam penerapan paket kebijakan-paket kebijakan yang sudah dikeluarkan sebelumnya. "Tanpa perlu adanya bom atom yang namanya Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, kemudahan berbisnis di Indonesia akan mengalami perbaikan luar biasa," ucapnya.
RR ARIYANI