Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Penolakan dari masyarakat, aktivis dan organisasi lingkungan bermunculan atas rencana PT Timah Tbk untuk membuka tambang baru di Perairan Batu Beriga Kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rentetan aksi unjuk rasa di kantor PT Timah, kantor gubernur hingga kantor DPRD Bangka Belitung beberapa waktu lalu. Bahkan aksi persekusi berupa pengusiran masyarakat pro tambang dari desa telah terjadi di Desa Batu Beriga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar Hukum Tata Kelola Pertambangan Timah Firdaus Dewilmar mengatakan PT Timah sebagai penerima mandat negara berupa IUP seharusnya dapat melaksanakan proses penambangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut, kata dia, juga berkaitan dengan jaminan kepastian berusaha yang harus dimiliki perusahaan.
"Negara sebagai pengelola kekayaan negara terlibat dalam konteks pengaturan dengan adanya regulasi yang menaungi," ujar Firdaus dalam siaran persnya yang diterima Tempo, Senin, 4 November 2024.
Dalam beberapa kasus, kata dia, kegiatan pertambangan memang kerap menghadapi penolakan karena kekhawatiran terhadap dampak lingkungan maupun alasan sosial lainnya.
"Tentu saja aspirasi masyarakat sangat penting. Namun IUP dan aturan-aturan lainnya adalah landasan hukum yang memberikan legalitas dan kepastian berusaha bagi sebuah perusahaan untuk melakukan usaha pertambangan," ujar dia.
Menurut dia, penolakan terhadap pertambangan selalu terjadi dalam konteks irisan antar ruang ekonomi masyarakat. Namun sejauh tidak melanggar regulasi, kata dia, tidak dapat menggugurkan kewajiban perusahaan untuk melakukan kegiatan operasionalnya.
"Perusahaan yang memiliki IUP memiliki kewajiban untuk mengelola wilayah IUP. Tidak hanya menambang tapi juga kewajiban untuk membayarkan pendapatan negara dan pendapatan daerah sesuai dengan aturan yang berlaku sebagai pemilik IUP," ujar dia.
Aspirasi masyarakat yang muncul, kata dia, perlu dipandang sebagai masukan penting yang dapat mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan upaya mitigasi dan edukasi terkait pertambangan dan aturan.
"PT Timah telah mengantongi izin penambangan sejak 1993 dalam bentuk Kuasa Penambangan (KP). Kemudian di 2010 disesuaikan dengan regulasi pemerintah menjadi IUP Operasi Produksi," ujar dia.
Ia menuturkan PT Timah yang telah lama mengantongi perizinan sudah banyak membayar kewajiban yang ditunaikan perusahaan untuk menjaga kawasan.
"Jadi PT Timah juga harus segera menyelesaikan tugasnya untuk memberikan kontribusi kepada negara dengan melaksanakan pertambangan yang mengedepankan aturan yang berlaku di kawasan wilayah IUP yang telah dimiliki tersebut," ujar dia.
Ia menyebutkan PT Timah akan mengalami kerugian jika permasalahan tersebut terus dibiarkan berlarut. PT Timah, kata dia, tidak sepenuhnya sebagai entitas bisnis karena di sisi lain memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi bagi bangsa, masyarakat dan negara.
"PT Timah ini punya negara, dikelola negara yang manfaatnya harus balik lagi ke negara. Kalau ini dibiarkan tentunya bukan hanya PT Timah yang rugi tapi negara juga rugi. Karena punya potensi, memenuhi kewajiban tapi tidak bisa dilaksanakan," ujar dia.
Apabila dilihat dari perspektif hukum, ia mengatakan selama perusahaan mematuhi semua peraturan dan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka perusahaan dapat menjalankan operasinya di bawah payung aturan yang sah.
"Perusahaan harus melakukan pendekatan kolaboratif, karena harmonisasi menjadi bagian penting untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Sehingga bisa mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, pemberdayaan masyarakat yang manfaatnya bisa dirasakan langsung," ujar dia.
Adanya kepastian hukum, kata dia, sangat penting untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga kontribusinya dapat bermanfaat terhadap pendapatan negara dan juga daerah. "Saya kira terwujudnya pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab, sinergis dan sesuai dengan aturan yang berlaku adalah tujuan semua pihak," ujar dia.
Ia khawatir justru penolakan penambangan legal di Batu Beriga berpotensi menumbuhsuburkan tambang ilegal di kawasan tersebut. Dia mencontohkan apa yang terjadi di Kabupaten Bangka Selatan.
"Di laut Bangka Selatan akhirnya malah penambangan ilegal yang mendominasi di IUP PT Timah. Kalau seperti itu yang akan terjadi, malah menjadi lebih rumit karena berdampak pada tanggungjawab pasca tambang, kemudian pendapatan negara akan merugi. Jangan sampai yang ilegal kita bolehkan tapi yang legal dihalang-halangi," ujar dia.
Ia menambahkan IUP merupakan hak yang dilindungi oleh negara dan hanya dapat dicabut apabila terbukti adanya pelanggaran yang signifikan terhadap ketentuan yang berlaku.
"Hal ini menandakan bahwa selama perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai peraturan dan tidak melanggar hukum, perusahaan memiliki hak penuh untuk menjalankan kegiatan pertambangan," ujar dia.
Pilihan Editor: Saksi Sidang Korupsi Timah Berdalih soal Dana CSR, Hakim Peringatkan Jangan Saling Melindungi