Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Izin Ekspor Pasir Laut Dibuka, Kiara: Pemerintah Tidak Jujur

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan atau Kiara menyebut pemerintah tidak jujur menyampaikan alasan pembukaan izin ekspor pasir laut.

5 Juni 2023 | 10.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan atau Kiara kembali buka suara soal izin ekspor pasir laut yang dibuka kembali setelah 20 tahun dihentikan. Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati mengatakan alasan pemerintah membuka ekspor pasir laut mengada-ada dan terkesan tidak jujur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Susan menuturkan pemerintah selama ini berdalih bahwa penyelundupan pasir laut marak terjadi sehingga Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut pada 15 Mei lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun jika dilihat dalam beleid itu, tutur Susan, narasi yang dibangun adalah pemanfaatan sedimentasi laut untuk material pembangunan reklamasi. Selain itu, hingga saat ini pemerintah tak kunjung menjawab secara gamblang apa landasan penerbitan PP tersebut. 

"Jokowi bisakah menjawab secara jujur yang menjadi landasan utama terbitnya PP ini apa," tuturnya saat dihubungi Tempo pada Ahad, 4 Juni 2023. 

Jika alasan pemerintah ingin menghentikan penyelundupan, menurut Susan, semestinya pemerintah memperkuat penegakan hukum, bukan ekspor. Pembukaan keran ekspor jelas bukan solusi untuk persoalan penyelundupan. Yang terjadi justru hanya akan meningkatkan eksploitasi atau pengerukan pasir laut sehingga lingkungan semakin rusak.

Selama ini penegakan hukum terhadap kasus-kasus pengelolaan sumber daya alam di Indonesia masih sangat lemah. "Karena banyak aktor-aktor yang dilindungi oleh negara ini dan pengawasan kita sangat lemah," ucap Susan. 

Pemerintah juga beralasan tidak punya cukup anggaran untuk pengawasan. Alasan itu juga mengada-ada, sebab PNBP dari perikanan sangat besar dan seharusnya cukup untuk memperkuat sistem pengawasan. Selain itu, pengawasan bisa dengan cara melibatkan masyarakat atau nelayan. Sebab, yang paling membutuhkan kelestarian pasir laut adalah nelayan yang hidup di sana. 

Para nelayan sangat tahu bagaimana penyelundupan pasir laut kerap terjadi. Tetapi sayangnya, menurut Susan, nelayan dan masyarakat pesisir tidak pernah dilibatkan. Sedangkan bila masyarakat melakukan penindakan, ia berujar seringkali hanya menjadi sebatas pelaporan saja dan tidak ditindaklanjuti oleh aparat. 

Dengan demikian dia menilai kasus-kasus penyelundupan yang terjadi adalah hasil pembiaran negara sejak lama karena lemahnya pengawasan. "Jadi narasi besar untuk menjadi poros maritim dunia ya masih sangat jauh dan wacana doang untuk basisnya politik. 

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan PP tersebut bukan untuk mengatur pasir laut melainkan sedimentasi laut. Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik KKP, Wahyu Muryadi mengatakan, sudah tugas negara untuk membersihkan sedimentasi laut. Sebab, kata dia, jika didiamkan justru akan mengganggu biota laut seperti terumbu karang dan laut.  

Dia juga menyebut selama ini banyak terjadi penyelundupan pasir laut karena belum ada aturan pengelolaannya. "Jika dicolongin orang, sebaliknya jika diambil akan memberi keuntungan buat negara," kata dia saat dihubungi Tempo Senin malam, 29 Mei 2023. 

Selain untuk bahan reklamasi di dalam negeri, tuturnya, pasir laut di Tanah Air kini bisa juga untuk memenuhi kebutuhan di luar negeri. Perizinan penambangan pasir laut ini akan ditentukan oleh tim kajian yang terdiri dari KKP, Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi dan Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Perhubungan.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Reporter di Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus