Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi serikat buruh di sektor tekstil, garmen, sepatu, dan kulit bernama Dialog Sosial Sektoral (DSS) kembali buka suara soal izin pemotongan upah terhadap buruh di industri padat karya yang berorientasi ekspor. Koordinator DSS, Emelia Yanti Siahaan mengatakan aturan itu dapat mendorong konflik antara pihak buruh dan perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Terbitnya aturan ini justru memperuncing potensi konflik antara serikat buruh dan pengusaha," ujarnya dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat pada Senin, 20 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seperti diketahui, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah telah mengeluarkan izin kepada perusahaan untuk memotong gaji buruhnya hingga 25 persen.
Hal tersebut diatur Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Aturan itu diundangkan dan berlaku per 8 Maret 2023.
Karena berpotensi memperlebar konflik antara buruh dan pengusaha, Emelia menilai pemotongan upah justru dapat mengganggu produktivitas dan kelancaran dunia usaha. Sementara Menaker berdalih penerbitan aturan itu untuk menjaga kelangsungan bekerja dan kelangsungan berusaha.
Adapun izin pemerintah ke perusahaan memotong gaji terdapat pada pasal 8. Dalam beleid itu disebutkan perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja atau buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima.
Selanjutnya: pelanggaran serius dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh
“Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh,” seperti dikutip dari pasal 8 ayat 2 Permenaker tersebut. Sedangkan pada ayat ketiga diatur bahwa penyesuaian upah berlaku selama enam bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
Permenaker ini juga mengakibatkan pengusaha dapat melakukan pengaturan waktu kerja yang disesuaikan dengan pembayaran upah, menyesuaikan waktu kerja dengan upah sebagaimana serta penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja.
Emelia menyebutkan aturan tersebut merupakan pelecehan terhadap hak dan peran serikat buruh dalam perundingan kolektif. Menurut dia, itu adalah
Selain itu, penerbitan izin pemotongan upah buruh juga bertentangan dengan Konvensi International Labor Organization (ILO) Nomor 98 Tahun Tahun 1949 tentang Penerapan Azas-azas Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama (The Aplication of The Principles of The Right to Organize and to Bargain Collectively).
Pilihan editor: Pemotongan Upah Buruh hingga 25 Persen, Partai Buruh: Jahat Sekali Kebijakan Ini, Lebih Jahat dari Rentenir
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini