Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Organisasi kemasyarakatan kemungkinan bakal menggandeng operator yang memiliki kemampuan teknis dalam pengelolaan tambang.
Tanpa kemampuan keuangan yang kuat, perusahaan bisa langsung kolaps saat harga batu bara turun.
Pengurus Besar Nadhlatul Ulama sudah mengajukan permohonan izin usaha tambang.
Risiko besar mengintai di balik rencana pemberian izin usaha pertambangan atau IUP batu bara kepada organisasi kemasyarakatan alias ormas keagamaan. Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam Ilham Rifki menyebutkan potensi kemunculan penumpang gelap sangat besar jika menimbang kapasitas ormas keagamaan yang ada.
Menurut Ilham, untuk bisa mengelola tambang, pengurus ormas ada kemungkinan bakal menggandeng operator yang memiliki kemampuan teknis, dari penggalian hingga penutupan tambang. Ormas juga pasti membutuhkan dukungan finansial lantaran sifat investasi tambang yang padat modal.
Ilham menuturkan kebutuhan modal awal perusahaan tambang mencapai 75-80 persen dari total modal. Sementara itu, pada tahun pertama operasi, penerimaan nyaris nihil. “Saya khawatir ormas tidak mendapat manfaat dari kegiatan tambang karena kemampuannya sangat terbatas. Mereka akan ada di bawah kendali kelompok yang mengambil keuntungan,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Di sisi lain, ia mengimbuhkan, pemerintah tidak memiliki mekanisme untuk memastikan izin yang dimiliki ormas tidak berpindah tangan di kemudian hari. “Belum lagi beneficial owner (pemilik manfaat) yang sangat bisa menggunakan nominee (pinjam nama) sehingga anggota ormas tidak menerima manfaat secara optimal,” katanya.
Ketua Indonesia Mining & Energy Forum Singgih Widagdo menilai penumpang gelap bisa berupa pemain tambang lama yang mengincar izin usaha baru dengan bergabung ke perusahaan milik ormas. “Jadi benar-benar harus dievaluasi agar tujuan besar memperdayakan ormas bisa terwujud dan bukan sebaliknya, ormas sebatas ditunggangi,” katanya.
Selain memastikan aktor di balik badan usaha, Singgih menekankan pentingnya mengetes kemampuan perusahaan milik ormas. Sebab, pengelolaan sumber daya alam yang keliru akan mengganggu lingkungan, konservasi energi, serta ketahanan energi. Dia berujar, pemerintah harus memastikan ormas menjalankan semua kaidah penambangan yang benar, dari eksplorasi sampai produksi.
Bisnis Tambang Tidak Selalu Manis
Kekhawatiran serupa dilontarkan oleh Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Eddy Soeparno. Dia tak ingin kesempatan untuk berbisnis dari pemerintah ini justru menjerumuskan ormas karena tidak memiliki latar belakang di sektor pertambangan.
Politikus Partai Amanat Nasional itu mengatakan bisnis tambang berisiko tinggi dan butuh kompetensi teknis, finansial, hingga pengelolaan lingkungan. “Jangan sampai ormas agama cuma menjadi kendaraan bagi perusahaan tambang yang izin usaha pertambangannya juga sudah luas,” ucap Eddy.
Ia menyarankan pemerintah sebagai pemberi izin menyampaikan kepada pengurus ormas ihwal risiko di balik pengelolaan tambang. Di antaranya kesalahan pengelolaan IUP bisa mengakibatkan kerugian finansial, kerusakan lingkungan, dan berujung pada perkara pidana.
Ketua Umum Indonesia Mining Association Hendra Sinadia menjelaskan pentingnya kompetensi ini berkaitan dengan rangkaian kegiatan pertambangan batu bara yang rumit. Tanggung jawab perusahaan bukan hanya menggali sumber daya alam, tapi juga melakukan eksplorasi, studi kelayakan, penjualan, reklamasi tambang, hingga menutup kembali lubang galian.
Semua proses panjang tersebut, dia mengungkapkan, butuh dukungan finansial yang kuat. Sebagai contoh, perusahaan wajib menyimpan dana reklamasi untuk pemulihan lingkungan sejak awal beroperasi. Sementara itu, di awal operasi, penerimaan perusahaan belum optimal.
Risiko Gejolak Harga Komoditas
Aktivitas bongkar-muat batu bara di dermaga KCN Marunda, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemampuan keuangan juga penting untuk mengantisipasi risiko. Salah satunya adalah volatilitas harga komoditas. “Kalau keuangannya tidak kuat, saat harga turun, perusahaan bisa langsung tutup. Boro-boro mau reklamasi,” kata Hendra. Jika tak ada pemulihan lingkungan, masyarakat yang dirugikan. Pemerintah juga berisiko kehilangan penerimaan negara.
Rencana pemberian izin tambang buat ormas ini muncul setelah kehadiran Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk memimpin tim tersebut pada 2022. Tugas pertamanya adalah mendata izin tambang dan perkebunan yang tak produktif. Satgas mendapat wewenang untuk menetapkan, menawarkan, hingga memberi wilayah IUP (WIUP) yang tidak produktif tadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi, pemerintah secara spesifik menyebutkan organisasi kemasyarakatan, usaha kecil dan menengah, serta koperasi mendapat kesempatan untuk menerima WIUP. Pada 18 Maret lalu, Bahlil menjelaskan, penawaran buat ormas dan instansi lain itu merupakan upaya pemerintah melibatkan lebih banyak kalangan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Pemerintah juga berencana memberikan WIUP khusus atau WIUPK kepada ormas. Lahan ini merupakan konsesi tambang bekas pemilik perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau PKP2B yang diciutkan setelah mereka memperpanjang izin operasinya.
Namun aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Pasalnya, izin tambang buat badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan wajib melalui proses lelang. Itu sebabnya pemerintah kini merevisi Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara untuk mengatasi hambatan tersebut.
Dalam dokumen permintaan paraf ulang naskah revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 berkop Menteri Sekretaris Negara pada 26 Maret 2024 yang diperoleh Tempo, tertera Pasal 83A yang secara spesifik menyebutkan ormas yang akan mendapatkan WIUPK adalah ormas keagamaan. WIUPK yang akan diberikan terbatas untuk konsesi eks PKP2B. Artinya, WIUPK yang akan diberikan kepada ormas keagamaan hanya untuk komoditas batu bara.
Berawal dari Janji Jokowi
Segala upaya ini diduga untuk memenuhi janji Presiden Joko Widodo kepada Pengurus Besar Nadhlatul Ulama atau PBNU. Ketika berbicara dalam acara Muktamar Nahdlatul Utama ke-34 di Lampung pada Desember 2021, Jokowi menawarkan konsesi tambang dan pertanian untuk generasi muda organisasi tersebut.
Sejumlah politikus, termasuk di lingkaran Istana, mengatakan pernyataan itu bertujuan menarik suara nahdliyin dalam pemilihan presiden 2024. Anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mengikuti kontestasi sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto. Kini keduanya sudah ditetapkan sebagai pemenang. Sebulan setelah pidato itulah Presiden membentuk satuan tugas yang dipimpin Bahlil.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo, Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf membantah ihwal adanya upaya menggerakkan struktur pengurus untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Rahmat Hidayat Pulungan, dalam wawancara pada 1 Maret lalu, menyatakan lembaganya telah mengajukan permohonan izin untuk mengelola bekas wilayah konsesi milik PT Kaltim Prima Coal di Kalimantan Timur. Namun permohonan tersebut belum mendapat persetujuan pemerintah. Tempo berupaya kembali menghubungi Rahmat mengenai permohonan izin tersebut. Namun, hingga berita ini ditulis, ia tak merespons.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Jakarta. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Bahlil, dalam wawancara di rumah dinasnya di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, pada 22 Maret lalu, menjawab pertanyaan apakah pemberian konsesi ini untuk memenuhi janji politik Jokowi. “Presiden berpikir agar IUP dari perusahaan-perusahaan yang telah dicabut, apabila memenuhi syarat, dapat diberikan kepada badan usaha milik daerah, koperasi, dan kelompok keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, dan gereja,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa PBNU sudah mengajukan permohonan izin usaha tambang. “Kalau mengajukan, orang gila saja mengajukan. Tapi belum ada izin yang dibagikan,” kata Bahlil.
Sementara itu, Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI memastikan mereka bukan salah satu ormas keagamaan yang sudah mengajukan izin tambang. “KWI sebagai lembaga keagamaan belum atau tidak tertarik pada kegiatan pengelolaan tambang,” ujar Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan, Perdamaian, Migran, dan Perantau KWI Romo Marthen Jenarut Projo.
Dia mengatakan tugas gereja hanya berkaitan dengan pewartaan iman untuk membangun keutuhan iman umat. Itu sebabnya, dia berucap, KWI hanya bisa menganjurkan supaya kegiatan pengelolaan pertambangan berbasis masyarakat serta menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Erwan Hermawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.