Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Izin Tambang untuk Ormas Agama, Pemerintah Diminta Perhatikan Dampak hingga Konflik Antar-Masyarkat

POKJA 30 Kalimantan Timur menilai izin pertambangan kepada ormas keagamaan berpotensi menimbulkan konflik di lingkar tambang.

19 Juni 2024 | 20.59 WIB

Bahlil Lahadalia mengatakan akan memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada ormas berbasis keagamaan dengan sejumlah syarat.
Perbesar
Bahlil Lahadalia mengatakan akan memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada ormas berbasis keagamaan dengan sejumlah syarat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi masyarakat sipil, POKJA 30 Kalimantan Timur, menilai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang memberi izin pertambangan kepada ormas keagamaan berpotensi menimbulkan konflik di lingkar tambang. POKJA 30 Kalimantan Timur menyebut konflik masyarakat itu bakal terjadi khususnya di wilayah adat yang ada ormas kesukuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Khususnya di wilayah adat yang notabenenya terdapat Ormas Kesukuan,” kata Koordinator POKJA 30 Kalimantan Timur, Buyung Marajo, dalam keterangan tertulis pada Rabu, 19 Juni 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya telah menandatangani revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024.

Dalam aturan baru ini, terdapat tambahan Pasal 83A yang memungkinkan ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang sebelumnya merupakan area eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Buyung menyebut izin tambang ini juga akan berdampak pada aktivitas pertambangan yang lebih luas. Ia mencontohkan, dalam beberapa kasus yang pernah ia tangani, aktivitas pertambangan meluas hingga merusak fasilitas publik. Dampaknya, kata dia, pemerintah daerah harus mengeluarkan anggaran negara untuk membiayai perbaikan dan rehabilitasi fasilitas publik yang rusak itu. 

Dia menyebut pemerintah seharusnya lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan, terutama memberi izin tambang kepada ormas keagamaan. “Karena bisa menimbulkan kerugian besar di masa depan dan tidak memberikan keadilan lintas generasi, konflik sosial juga tidak terelakan terutama antar-masyarakat,” kata dia. 

Berdasarkan catatan POKJA 30, terdapat sejumlah intimidasi dan kekerasan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan. Buyung menyebut salah satunya pernah dilakukan oleh PT Kaltim Prima Coal (PT  KPC). PT KCP, kata Buyung, pernah berbuat  kekerasan dan melanggar hak asasi manusia kepada warga dayak Basap Keraitan di Bengalon, Kalimantan Timur.  

“Mereka dipaksa pindah dari kampungnya dengan diintimidasi,” kata Buyung. 

Selain itu, kekerasan juga pernah dilakukan oleh PT Multi Harapan Utama (PT MHU) pada 2016 silam. Ketika itu, Buyung bercerita perusahaan tambang batu bara yang mendapat izin ini menewaskan anak. 

“Tewasnya anak di lubang tambang di Kutai Kartanegara pada 2015 juga menjadi catatan tersendiri.,” kata Buyung.  

Selain intimidasi dan pelanggaran hak asasi manusia, pencemaran lingkungan akibat tambang juga pernah terjadi. Buyung menyebut salah satu pelakunya adalah PT Indominco Mandiri (PT MI). Perusahaan ini, kata Buyung, pernah membuang limbah pertambangan di kawasan hutan lindung dan mencemari Sungai Santan. 

“Pemerintah kemudian memberikan denda sebesar Rp 2 miliar, tetapi kerusakan yang dialami masyarakat jauh dari itu,” kata dia. 

Oleh karena itu, Buyung menyebut masyarakat di lingkar pertambangan ini akan menjadi korban kembali atas hasil atas hasil aktivitas ekstraktif ini. Dia menyebut kelompok masyarakat yang rentan ini juga tak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan. 

“Mereka juga akan menjadi kelompok rentan baru setelah industri tambang ini hengkang dari wilayahnya,” kata dia. 

Menurut Buyung, dari aneka dampak buruk pertambangan bagi masyarakat, pemberian izin untuk ormas keagamaan akan memperparah kondisi kelompok rentan ini. “Akan menjadi puzzle pelengkap dari kutukan sumber daya alam yang berlimpah yaitu, kelompok masyarakat akan bertikai dengan kelompok masyarakat lainnya,” kata dia.

Adil Al Hasan

Bergabung dengan Tempo sejak 2023 dan sehari-hari meliput isu ekonomi. Fellow beberapa program termasuk Jurnalisme Data AJI Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus