Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jurang Asa dan Daya Produksi Minyak

Realisasi lifting minyak Indonesia terus menurun. Pemerintah bahkan menargetkan angka lifting yang lebih rendah pada tahun depan. Penurunan angka produksi akan terus berlangsung jika investasi baru tak kunjung masuk.  

19 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Realisasi produksi minyak siap jual atau lifting terus turun, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Pemerintah bahkan menargetkan angka lifting yang lebih rendah pada tahun depan. Jika berlanjut, kondisi ini bakal membuat jalan menuju target produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 makin terjal.

Merujuk pada data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sejak 2017, realisasi lifting konsisten turun dari 803 ribu bph menjadi 778 ribu bph pada 2018 dan 746 ribu bph pada 2019. Capaian lifting kembali melorot menjadi 707 ribu bph pada tahun berikutnya. Pada 2021, lifting hanya 660 ribu bph.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Laju penurunan ini masih akan berlanjut. SKK Migas memperkirakan lifting tahun ini hanya mencapai 633 ribu bph dari target 703 ribu bph. Sementara itu, dalam pidato kenegaraannya pada Selasa, 16 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan target lifting minyak pada 2023 sebesar 660 ribu bph.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Sinyal minimnya lifting terlihat dari realisasi hingga semester I 2022 yang baru 614 ribu bph. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyatakan aktivitas di hulu migas terhambat, antara lain, oleh penghentian operasi tak terduga seperti di Blok Rokan dan Blok Cepu. "Selain itu, capaian target lifting ini dipengaruhi oleh mundurnya proyek-proyek besar," tuturnya dalam konferensi pers pada 15 Juli lalu.

Pelaksana tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Mohammad Kemal Rohali, menyatakan aktivitas untuk menambah produksi di hulu migas tahun ini sebenarnya sudah mulai meningkat. "Terlihat dari maraknya kegiatan pengeboran," kata dia kepada Tempo, kemarin. Sejak 2017, total pengeboran pada Januari-Juni 2022 mencatatkan jumlah tertinggi, yaitu 419 sumur. Namun penurunan angka produksi alami di sumur hingga unplanned shutdown mempengaruhi kemampuan para produsen minyak.

SKK Migas menyadari kondisi ini memperberat realisasi target produksi 1 juta barel per hari pada 2030. Kemal mengatakan saat ini pihaknya berfokus mendorong para produsen untuk terus mengoptimalkan lapangan yang sudah ada. Tahun ini, 800 sumur akan dibor. "Untuk tahun-tahun berikutnya, jumlah sumur pengeboran akan terus ditingkatkan hingga mencapai di atas 1.000 sumur," kata Kemal.

Penambahan cadangan juga paralel dilakukan. SKK Migas mengantongi komitmen investasi senilai US$ 9,6 miliar untuk tambahan cadangan 501,5 ribu barel minyak ekuivalen. Upaya lain yang juga dikerjakan adalah penerapan teknologi enhanced oil recovery serta meningkatkan kegiatan eksplorasi.

Tenggat produksi 1 juta barel minyak per hari terus mendekat. Namun tren produksi di dalam negeri belum menunjukkan kenaikan. Lesunya investasi di sektor hulu minyak dan gas menjadi salah satu penyebab tingkat produksi stagnan. 


Melihat kondisi di hulu migas ini, Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eddy Soeparno, menyatakan skeptis akan target produksi 1 juta bph. "Jika ingin mencapai target tersebut, kita butuh akuisisi atau temuan blok sebesar Rokan atau Cepu, dengan catatan ada blok yang tidak mengalami penurunan jumlah produksi," kata dia.

Tapi mencari cadangan baru dan mempertahankan kinerja yang ada sekarang bukan hal mudah. Eddy menyatakan tantangannya ada pada investasi. Sulit menarik investor baru ataupun menagih komitmen pemain lama untuk meningkatkan produktivitasnya di tengah iklim investasi Indonesia seperti sekarang. "Sementara itu, pemain besar punya pilihan untuk berinvestasi di negara lain yang mungkin dari aspek regulasi fiskal, pengurusan izin, jauh lebih mudah dari Indonesia," tuturnya.

Hal ini bisa terlihat dari realisasi investasi di sektor migas yang lesu. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, nilainya hanya berkutat di kisaran US$ 10 miliar. Tahun ini, pemerintah menargetkan investasi sebesar US$ 13,2 miliar. Realisasinya hingga 31 Juli sebesar US$ 5,8 miliar.

Eddy mengusulkan agar dibentuk tim khusus untuk merancang strategi pengelolaan sektor hulu migas. Dia menilai situasinya sudah mendesak, mengingat adanya ancaman krisis energi global. Sebagai negara yang mengandalkan impor minyak, Indonesia terpapar risiko ketahanan energi. "Begitu negara eksportir menyetop pengiriman, sementara kita importir, dari mana kita bisa mendapatkan alternatifnya?"

Karyawan berjalan di lokasi Rig PDSI 49 milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Duri, Riau, 8 Agustus 2022. ANTARA/Aditya Pradana Putra


Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyatakan iklim investasi sektor migas bisa diperbaiki salah satunya dengan menyelesaikan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas. Aturan ini sudah dibahas sejak 2008, tapi tak kunjung rampung sampai tahun ini. "Ini memberikan kontribusi signifikan kenapa investasi migas kita menjadi relatif tidak bergerak," katanya.

Menurut Komaidi, insentif fiskal juga merupakan salah satu kunci untuk menggairahkan kembali hulu migas Indonesia. Bantuan dari pemerintah akan membantu keekonomian lapangan-lapangan, khususnya yang sudah tua, kembali menarik buat investor. Sekitar 52 persen wilayah kerja migas produksi di Indonesia tergolong mature fields atau sudah mencapai puncak produksi dan memasuki penurunan produksi. Merujuk pada riset Inter-American Development Bank pada 2020, pemberian insentif untuk mature fields bisa menambah umur keekonomian proyek rata-rata 30 tahun.

Pemerintah Indonesia bisa mengambil contoh penerapan insentif fiskal di beberapa negara. Kanada, misalnya, mengurangi bagian pajak pendapatan bagian pemerintah dari 30 persen menjadi 15 persen. Di Brasil, tarif royalti untuk mature fields dikurangi 5 persen untuk skala kecil dan 7,5 persen untuk skala besar. Pemerintah Brasil juga mengganti kerugian pada tahap eksplorasi sebesar 30 persen dari total kerugian.

Komaidi menilai langkah serupa juga bisa diambil pemerintah Indonesia. Dia mengingatkan bahwa pengurangan pendapatan pemerintah masih lebih baik ketimbang tidak menerima pendapatan sama sekali akibat tak ada yang tertarik berinvestasi di sektor migas Indonesia.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus