Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Laju penjualan kendaraan listrik masih menjadi faktor penentu minat calon investor dan mitra pengelola SPKLU.
Hingga Juli 2023, terdapat total 842 SPKLU di seluruh Indonesia.
Calon mitra PLN harus menyiapkan modal minimal Rp 400 juta untuk membangun SPKLU fast charging.
JAKARTA – Ambisi pemerintah dan PT PLN (Persero) untuk melebarkan jaringan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) diperkirakan masih terhambat. Laju penjualan kendaraan listrik (electric vehicles/EV) masih menjadi faktor penentu minat calon investor dan mitra pengelola SPKLU. Bila tak dilengkapi dengan insentif khusus, bisnis pom pengisian daya setrum itu dinilai akan sepi peminat.
“Investor bergerak sesuai dengan demand. Kalau perkembangan EV melambat, SPKLU juga sulit berkembang,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal. kepada Tempo, kemarin, 14 Agustus 2023.
Merujuk pada data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hingga Juli lalu, terdapat total 842 SPKLU di seluruh Indonesia. Tipe SPKLU medium charging—untuk pengisian daya berdurasi 2-4 jam—menjadi yang terbanyak dibangun, mencapai 429 titik. Ada juga 290 titik SPKLU slow charging, yang durasi pengisiannya sampai 8 jam. Kemudian terdapat 91 titik SPKLU fast charging yang pengisiannya 30 menit hingga 1 jam, serta 32 titik SPKLU ultra-fast charging yang isi ulang dayanya hanya 15-30 menit. Area DKI Jakarta memiliki 129 titik SPKLU, belum termasuk 429 lokasi stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).
Berdasarkan pedoman paket kemitraan SPKLU yang ditawarkan PLN kepada publik, calon mitra perlu menyiapkan lahan minimal 42 meteri persegi. Meski kebutuhan investasinya tidak dibeberkan secara persis, perusahaan setrum negara menawarkan beberapa paket infrastruktur SPKLU, dari versi medium charging berkapasitas 25 kilowatt (kW), paket fast charging 50 kW, serta paket ultra-fast charging 100 kW.
Dari beberapa promosi PLN pusat dan PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (Disjaya), calon mitra harus menyiapkan modal minimal Rp 400 juta untuk SPKLU fast charging. Artinya, butuh biaya yang lebih besar untuk spesifikasi SPKLU yang lebih canggih. Untuk kongsi waralaba ini, calon mitra bisa mengoperasikan SPKLU dengan izin usaha PLN. Saat ini, pemerintah menargetkan pengembangan lebih dari 200 ribu SPKLU dan SPBKLU pada 2030.
Menurut Faisal, antusiasme terhadap proyek SPKLU belum diimbangi dengan perkembangan pasar penjualan EV. Selain menunggu pasar, dia menduga keputusan para investor akan terpengaruh oleh kondisi tahun politik 2024. Pasalnya, kebijakan industri kendaraan setrum yang digaungkan pemerintahan Presiden Joko Widodo belum tentu menjadi prioritas rezim berikutnya.
Suasana pengisian daya kendaraan listrik di salah satu stasiun pengisian kendaraan listrik umum di Jakarta, 18 Oktober 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemodal dan mitra SPKLU akan wait and see. Dengan modal awal yang besar, minimal Rp 400 juta, mereka akan menunggu dulu arah kebijakan mobil listrik oleh pemerintah baru,” tutur Faisal.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra, menyebutkan SPKLU sebagai bisnis anyar PLN belum bisa berdiri secara mandiri. Ibarat stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), pom pengisian daya dianggap lebih produktif jika menempel dengan fasilitas publik, seperti kafe, pusat belanja, area rehat (rest area) jalan tol, dan perkantoran. “Kalau para mitra tidak leluasa membangun fasilitas tambahan, perkembangan ekosistem SPKLU masih akan lambat.”
Bisnis SPKLU PLN di perkotaan masih berpotensi disaingi oleh kalangan swasta yang bergerak secara mandiri. Di sisi lain, kata dia, belum semua rest area jalan tol cocok dengan waralaba SPKLU tersebut. “Masih sepi SPKLU di ruas tol yang panjang. Tentu karena pertimbangan bahwa rata-rata jarak tempuh mobil listrik juga masih terbatas.”
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Rest Area Indonesia (Aprestindo), Widie Wahyu, juga mengamini hal tersebut. Kemitraan SPKLU saat kini cenderung diminati pengelola rest area jalan tol di dekat perkotaan. Adapun kemunculan stasiun daya kendaraan listrik di jalur tol antarkota biasanya harus diinisasi oleh PLN. “Biasanya pemilik lahan sekadar menyewakan lahan kepada PLN,” ucap Widie “Untuk hitungan bisnis, (pendapatan SPKLU) masih jauh dari bisnis lainnya di rest area.”
Saat waralaba SPKLU PLN mulai dipromosikan ke publik pada pertengahan 2022, Widie sempat membenarkan soal banyaknya tawaran kepada para anggota Aprestindo. Sebagian pengelola area rehat menyambut kemitraan tersebut, tapi tak sedikit juga yang masih ragu mengucurkan investasi. Tingginya minat pengisian daya di rumah masing-masing atau home charging saat itu juga mengganjal minat para pemilik rest area. Pasalnya, ada kemungkinan pengguna mobil listrik memilih pengisian daya secara privat di rumah, alih-alih di SPKLU.
Empat SPKLU di Jalan Tol Trans Sumatera
Direktur Operasi III PT Hutama Karya (Persero), Koentjoro, mengatakan baru ada empat titik SPKLU di ruas tol Trans Sumatera. Dalam kerja sama berkonsep bagi hasil itu, Hutama Karya menyiapkan lahan, sedangkan peralatan dan operasi SPKLU diurus PLN. “Tantangan SPKLU di jalan tol Trans Sumatera tetap soal mobilitas mobil listrik yang masih rendah, sisanya tidak ada kesulitan.”
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan PLN, Gregorius Adi Trianto, memastikan skema kemitraan itu selalu dibuat lebih menarik dan fleksibel. Salah satu keringanan untuk mitra adalah kebebasan menyiapkan unit charger (pengisi daya) secara mandiri tanpa menyetor modal (capex) kepada PLN. Perseroan pun tidak mewajibkan pemasangan shelter untuk menekan beban investasi mitra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Porsi revenue bagi mitra semakin besar. Kami tidak akan mengambil porsi revenue di luar biaya listrik dan platform,” ucapnya kepada Tempo, kemarin.
Sejauh ini, dia meneruskan, PLN sudah menggandeng 25 mitra untuk bisnis SPKLU. Ada lebih dari seratus calon mitra yang sudah mengajukan kerja sama ataupun yang masih menyiapkan kontrak. “PLN juga memastikan ketersediaan pasokan listrik dengan insentif diskon biaya penyambungan, bebas uang jaminan langganan, serta bebas abonemen (langganan).”
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, juga optimistis tambahan biaya layanan untuk fast charging dan ultra-fast charging mobil listrik bisa mendongkrak minat investasi SPKLU. “Dengan adanya biaya layanan, balik modal bisa lebih cepat. Diharapkan di bawah enam tahun,” katanya, awal bulan ini.
Jisman sebelumnya mengungkapkan bahwa pengisian daya EV saat ini dikenai tarif maksimal Rp 2.467 per kilowatt jam (kWh). Dengan konsep biaya layanan yang dikukuhkan lewat Keputusan Menteri Energi Nomor 182 Tahun 2023, pengguna kendaraan listrik harus membayar ongkos tambahan. Pengelola SPKLU bisa mematok biaya hingga Rp 27 ribu dalam setiap proses fast charging, sedangkan ultra-fast dikenai biaya hingga Rp 57 ribu. Angka tersebut belum termasuk pajak pertambahan nilai.
YOHANES PASKALIS | VINDRY FLORENTIN | AMELIA RAHMA SARI | ERWAN HARTAWAN (OTOMOTIF)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo