Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TULISAN "Kami Resah" tak lagi menempel di dada mereka. Itu
terjadi setelah para penerbang yang melansir kembali aksi
protesnya terhadap pimpinan Garuda bertemu dengan Pangkopkamtib
Sudomo Sabtu lalu. Tapi di mobil-mobil yang mengantar jemput
mereka, di ruang tunggu para pilot di Kemayoran, juga di dalam
pesawat, slogan ketidakpuasan yang makin populer itu jelas masih
terpampang sampai Senin kemarin.
Dan di hari itu pula sejumlah 63 pilot Garuda telah
berbincang-bincang dengan pimpinan DPR. Tapi mengapa sampai ke
DPR segala? "Jalur kekeluargaan, dengan menemui langsung
pimpinan, telah kami lakukan. Tapi tak menghasilkan apa-apa, "
kata kapten pilot Subekti yang memimpin rombongan pilot itu.
Keresahan mereka ternyata banyak sekali, di tengah Garuda yang
makin mekar itu. Antara lain menyangkut masa depan, sistem
penggajian, pensiun, asuransi, perumahan dan diskriminasi
dibandingkan fasilitas yang diterima para pilot asing.
Tim Koordinasi dan Komisi memang sudah dibentuk, setelah redanya
aksi protes yang terjadi pada Juni lalu. Tapi rupanya gagal
mencapai sasaran perbaikan. "Itulah sebabnya kami melakukan aksi
lagi," kata seorang pilot berambut agak gondrong. Mereka umumnya
memang masih muda, rata-rata di bawah 27 tahun. "Dan hanya
kamilah di Garuda yang boleh dibilang masih berani bersuara,"
kata seorang pilot F-28 di Kemayoran.
Suara para pilot memang makin nyaring saja. Dalam aksi selama
seminggu pekan lalu, yang menjadi penyulut keresahan itu adalah
"diliburkannya" pilot F-28 Hernawan dan Herman Rante, karena
dianggap tidak mematuhi jadwal terbang. Bukan soal "diliburkan"
(dayoff) itu saja yang membuat para pilot lainnya semakin resah.
Tapi segala tunjangan yang menyertainya, dan cukup besar itu,
ternyata juga turut "diliburkan" alias dipotong.
Menurut para pilot itu, di Garuda itu seorang pilot bisa saja
menerima penghasilan lumayan, katakanlah $500 sebulan. Itu sudah
termasuk semua tunjangan, terutama tunjangan terbang. Maka bila
kena tindakan "diliburkan", sang pilot paling-paling hanya
menerima gaji pokok yang tak sampai Rp 20.000.
Banyak keluhan tentang cara penggajian di Garuda itu. Oktober
lalu misalnya-gaji para pegawai Garuda itu memang dinaikkan.
Tapi seorang pegawai yang cukup senior menggebrak meja setelah
membuka amplop gajinya. "Ini sungguh menghina," teriaknya.
Rupanya tambahan itu cuma sekitar Rp 12.500, itupun sudah
termasuk tunjangan untuk isteri dan anaknya. Sedang seorang
pilot muda yang masih bujangan menerima tambahan Rp 5.000 saja.
Ancaman pun, terutama buat para pilot itu, tak kunjung usai.
Dulu, seperti yang terjadi pada Juni lalu, 6 pilot dan 11
teknisi "dirumahkan" alias tak perlu lagi masuk kantor dan hanya
menerima gaji pokok yang kecil itu. Kini ancaman itu rupanya
sudah tak lagi dipakai. "Tapi sebagai gantinya muncul ancaman
'diliburkan' itu," kata seorang pilot senior.
Alergis
Menanggapi keresahan yang meletus di Garuda, Menteri Nakertrans
Harun Zain ternyata belum bisa bicara banyak. 'Saya sudah
menyurul aparat saja untuk menelitinya, tapi dia belum
melapor," katanya kepada TEMPO Senin kemarin. Rupanya baru
sekarang Menteri Nakertrans mengutus orang untuk mengetahui
lebih banyak duduk soalnya. Dia lalu menganjurkan agar para
pilot itu mengadu saja dulu ke KORPRI.
Tapi itu pula yang samasekali tak dikenal dalam tubuh Garuda.
"Pimpinn kami alergis terhadap setiap organisasi, " kelakar
seorang pilot yang berkalung emas. Sedang Manajer Operasi Kapten
Kusdinatin, sebagai atasan langsung para penerbang ternyata tak
bisa berbuat banyak untuk membela anak-buahnya. Itulah sebabnya
mereka langsung ke Dir-Ut Wiweko, tapi dijawab: "Mengapa harus
selalu ke saya, mengapa tak ke pimpinan yang lain?"
Bisa dimengerti kalau para pilot itu menjadi resah. Kini setelah
soalnya dicampuri Kopkamtib, adakah timbul harapan baru di
kalangan pilot itu? Sudomo sendiri berjanji akan melakukan
pertemuan segitiga antara Pangkopkamtib, Dir-Ut Garuda dan para
pilot itu. Namun beberapa pengamat beranggapan soalnya sudah
"serba salah". Atau dalam kata-kata seorang yang dekat dengan
kalangan pimpinan Garuda, "sudah timbul ketidak-percayaan kepada
pimpinan." Kalau betul begitu, meman serba sulit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo