Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jenjang Karier Peracik Kopi

Lima tahun lalu, pekerjaan barista dipandang sekadar sebagai batu loncatan atau pekerjaan sampingan. Sekarang, posisi ahli peracik kopi ini sangat diminati anak muda.

24 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dale Harris tak pernah menyangka pekerjaan menjadi seorang peracik kopi (barista) kini menjadi salah satu pilihan karier yang banyak diminati. "Terutama di kalangan anak-anak muda, sekarang banyak yang bersemangat mempelajari kopi," ujar pria asal Inggris yang menjadi juara dunia World Barista Championship 2017 itu kepada Tempo, Ahad dua pekan lalu. "Tren konsumsi kopi yang terus naik di banyak negara mendorong banyak hal positif bagi industri ini," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah belasan tahun Dale menggeluti kopi. Bermula sebagai seorang barista amatir, dia tekun memperkaya keahlian dan pengetahuannya soal minuman hitam ini. Pada 2009, Dale memberanikan diri mengikuti kompetisi barista tingkat nasional di negaranya. "Saya hanya menempati posisi ke-12," ujarnya saat menghadiri pembukaan Toffin Coffee Showroom di Jakarta. Namun ini menjadi pintu masuk Dale untuk membesarkan namanya hingga tingkat internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setahun setelah mengikuti kompetisi pertama, Dale bekerja untuk Hasbean, perusahaan jual-beli dan produsen kopi di London. Semangatnya terus mengulik kopi semakin besar. Tak putus asa, dia kembali ikut kompetisi tingkat nasional pada 2010. Tak diduga, ia berhasil menempati posisi kedua. "Saya semakin terpacu untuk mengejar prestasi." Pada tahun-tahun berikutnya hingga 2017, Dale konsisten ikut kompetisi peracik kopi di Inggris. Dia baru menjadi juara pada tahun lalu.

Sebagai juara tingkat nasional, Dale lalu diutus mengikuti kompetisi tingkat dunia di Korea Selatan. Perjuangannya selama bertahun-tahun tak sia-sia, dia langsung menyabet gelar juara dunia di ajang yang mempertemukan para barista dari seluruh dunia itu. "Ini berkat latihan yang intensif," ujarnya.

Lalu apa makna menjadi seorang juara dunia bagi dia? "Saya menjadi sering diundang ke banyak negara," Dale berseloroh. "Dan tentunya ini bagus untuk karier saya."

Meski kini semakin banyak orang yang terjun ke bidang ini, Dale mengaku tak khawatir bakal tersaingi. "Persaingan di dunia barista memang kian sengit." Sayangnya, kata dia, banyak orang yang masih beranggapan bahwa pilihan pekerjaan ini tak punya prospek panjang. "Orang masih berpikir menjadi barista sekadar batu loncatan." Padahal, kalau mau ditekuni, posisi seorang barista bisa terus menanjak dengan gaji yang tentu saja semakin tinggi.

Resep bagi seorang barista agar bisa menggapai jenjang yang lebih tinggi sebetulnya sederhana. "Keinginan untuk terus belajar dan berinovasi." Seorang barista menjadi semakin istimewa, kata Dale, jika mampu membaca tren. "Barista harus tahu apa maunya konsumen."

Hal ini hanya bisa dicapai jika barista rajin berkomunikasi dengan para tamunya. "Kita tidak bisa menyamaratakan selera semua peminum kopi, ada yang suka rasa asam, tapi ada juga yang tidak suka."

Di Indonesia, peluang bagi pekerjaan barista terbuka luas. Lembaga riset Euromonitor melaporkan, di Jakarta saja, pertumbuhan kafe dan kedai kopi mencapai 10 persen per tahun. Saat ini, ada sekitar 1.500 kafe dan kedai kopi di Jakarta. Pertumbuhan ini sejalan dengan terus tumbuhnya konsumsi kopi Indonesia secara keseluruhan yang mencapai 8 persen per tahun.

"Kondisi ini membuat kebutuhan tenaga barista terus naik juga," ujar Chief Executive Officer Toffin Indonesia, Tony Arifin. "Sudah rahasia umum kafe-kafe di Jakarta berebut barista."

Memang tak ada data resmi berapa banyak permintaan barista di Jakarta dan kota lain setiap tahun. Namun, dengan asumsi pertumbuhan kafe yang mencapai 150 unit setahun, akan muncul kebutuhan ratusan tenaga peracik kopi. "Satu kafe biasanya membutuhkan dua atau tiga barista," ujar Ananta Prastowo, seorang ahli penilai kopi (Q-Grader) di kafe MM Cafe, Bogor.

Menurut Ananta, di Indonesia, persaingan barista juga ketat. Untuk bayarannya, barista di level terendah atau pemula memang kecil. "Beberapa kafe kecil ada yang hanya menggaji Rp 1 juta per bulan untuk pegawainya." Tapi, dia mengungkapkan, ada beberapa perusahaan jaringan kafe yang mau dan mampu membayar baristanya lebih dari Rp 10 juta sebulan. "Biasanya gaji sebesar itu untuk barista yang sudah punya nama."

Sebetulnya, ujar Ananta, peran barista dalam seluruh proses kopi hanyalah 10 persen. "Artinya, kopi enak itu tak hanya ditentukan tangan barista." Namun seorang barista menjadi bagian terdepan yang berhubungan dengan konsumen. Ananta sepakat dengan Dale bahwa keahlian menyeduh kopi saja tidak cukup. "Keahlian dalam berkomunikasi melayani konsumen sangat penting."

Ananta menjelaskan, jika dibuat tingkatan, jenjang karier barista dimulai sebagai tenaga peracik kopi, meningkat ke ahli penggoreng kopi (roaster), barista utama (head barista), hingga supervisor dan pelatih. Sesuai dengan jenjang itu pula, nama seorang barista akan terus melambung dan semakin terkenal. "Kalau sudah begitu, biasanya jadi rebutan kafe-kafe besar, dengan iming-iming gaji yang besar pula." PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus