Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan meninggalnya Presiden Iran, Ebrahim Raisi tidak berpengaruh pada harga minyak mentah dunia. “Selama kematian karena kecelakaan, bukan serangan tidak akan berpengaruh terhadap harga minyak,” ujarnya saat dihubungi Rabu, 22 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan bela sungkawa sekaligus harapan agar peristiwa tersebut tidak berdampak pada kenaikan harga minyak. Fahmy mengatakan kekhawatiran kepala negara terkait kenaikan harga minyak pasca meninggalnya Presiden Iran, berlebihan. Terbukti harga minyak justru turun tipis setelah kabar kematian Ebrahim mencuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Fahmy agresi atau tensi geopolitik di Timur Tengah lebih berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak mentah karena pasar bersandar pada ekspektasi. "Saat serangan terjadi, ada ekspektasi aksi balasan hal ini yang membuat harga akan cenderung naik dan menghambat pasokan minyak," ujarnya.
Mengutip Reuters,Presiden Iran Ebrahim Raisi, calon pengganti Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, tewas dalam sebuah kecelakaan helikopter di daerah pegunungan di wilayah Varzeqan, Iran. Demikian dikutip dari para pejabat dan media pemerintah Iran 20 Mei 2024.
Helikopter yang membawa Ebrahim Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dan enam penumpang dan kru lainnya jatuh pada 19 Mei 2024, ketika mereka kembali dari kunjungan resmi ke perbatasan dengan Azerbaijan di barat laut Iran.
Iran kini memiliki waktu maksimum 50 hari sebelum pemilihan presiden harus diadakan untuk memilih pengganti Raisi. Satu hari setelah meninggalnya Ebrahim, harga satu barel minyak mentah Brent turun 15 sen, atau 0,18 persen, menjadi US$ 83,83.