Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Penentuan batas tarif angkutan roda dua berbasis aplikasi atau ojek online diproyeksikan akan mengikis jumlah penumpang, khususnya pengguna untuk jarak dekat. Hal itu merupakan konsekuensi dari penerapan regulasi ojek online, yang berdampak kenaikan tarif perjalanan penumpang per kilometer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua peneliti Lembaga riset Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Rumayya Batubara, mengatakan tarif minimal (flag fall) otomatis menaikkan tarif perjalanan jarak pendek. "Mahalnya tarif paling dirasakan pengguna yang memakai ojek sebagai feeder atau penghubung ke moda lain," ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbasis catatan survei yang melibatkan sekitar 2.000 pengguna ojek online di 10 provinsi, RISED mengindikasi bahwa tanggungan pengguna ojek daring bisa melonjak 20–40 persen. Penelitian yang dilakukan pada awal 2019 itu masih akan diperbarui bulan ini.
"Tapi angkanya relevan, sebanyak 79 persen memakai ojol untuk jarak 1-10 kilometer saja," kata Rumayya. Dia menambahkan, 40 persen responden memanfaatkannya untuk pergi ke stasiun dan terminal.
Pemerintah mulai menerapkan regulasi tarif ojek online di sejumlah kota besar, sejak Rabu lalu. Selain Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 soal pedoman penghitungan tarif dan aspek keselamatan, ada pula Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 yang merincikan tarif batas atas dan batas bawah di tiga zona operasi (Koran Tempo edisi Kamis, 2 Mei 2019, "Beban Konsumen Bisa Lampaui Batas Tarif").
Menurut Rumayya, Keputusan Menteri Nomor 348 Tahun 2019 baru memenuhi porsi tuntutan pengemudi, dan belum merincikan angka bagi dengan mitranya, yakni perusahaan aplikasi. Alhasil, konsumen berpotensi membayar lebih mahal.
Tempo membuktikan kenaikan tarif tersebut. Untuk Jakarta yang termasuk zona 2 dalam peraturan ojek online, biaya jasa minimal dipatok sebesar Rp 8.000-10 ribu, untuk jarak tempuh 4 kilometer pertama. Dengan jarak tempuh 3,5 kilometer dari Patung Kuda Monas hingga Lapangan Banteng, yang keduanya berlokasi di Jakarta Pusat, biaya yang dikeluarkan berkisar Rp 10-12 ribu. Padahal, tarif antar rute tersebut, baik pada aplikasi Go-Jek maupun Grab, masih sekitar Rp 7.000 pada pekan lalu.
Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno, mengatakan konsumen ojek online akan beralih ke moda lain yang tarifnya serupa, atau bahkan lebih murah. Dia mencontohkan perjalanan dengan bus Kopaja dan Metro Mini yang dipatok Rp 4.000 untuk jarak jauh-dekat, pada rute tertentu.
"Namun konsumen Indonesia itu terlalu pemaaf. Sekarang beralih, nanti saat terbiasa dengan harga mahal, terpaksa kembali," kata Agus.
Hal itu juga diprediksi Ketua Umum Perhimpunan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia, Igun Wicaksono, yang memimpin forum berisi ribuan pengemudi ojek daring. "Lonjakan tarif mulai membuat penumpang berku- rang, tapi karena kebutuhan, pasti normal lagi," ujar dia.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan kenaikan tarif akibat aturan baru sudah diperkirakan. Namun dia menyebutkan regulasi harga ojek online sudah sesuai dengan aspirasi gabungan pengemudi yang menuntut perbaikan kesejahteraan. "Kami evaluasi dalam sepekan ini," tutur dia.
Adapun ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menyarankan penentuan tarif melibatkan konsumen yang jumlahnya melebihi pengemudi. "Jangan hanya diwakili YLKI, karena perlu survei besar terhadap kemampuan bayar pengguna ojek," kata dia kepada Tempo. HENDARTYO HANGGI | DIAS PRASONGKO | YOHANES PASKALIS PAE DAE
Era Tarif Mahal
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo