Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kalau dihargai sama dengan ...

Pembangunan proyek wisata di pulau bintan tertunda. penduduk menduga karena belum tuntasnya pembebasan tanah. ketua tim pembebasan tanah di p. bintan mengatakan harga ganti rugi belum ditentukan.

2 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESUDAH sukses membuka peternakan babi di Pulau Bulan (1986), lalu membangun kawasan industri di Pulau Batam, Liem Sioe Liong akhirnya melirik ke Pulau Bintan. Yang disebut terakhir ini adalah pulau terbesar dari gugusan pulau kecil di Provinsi Riau -- di selatan Singapura, terjangkau hanya dua jam pelayaran feri dari Negara Pulau itu. Sedianya, proyek besar yang direncanakan Grup Salim di Pulau Bintan akan dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Menko Ekuin Radius Prawiro, Senin pekan ini. Malah, kabarnya, Wakil PM Singapura B.G. Lee juga akan hadir di sana. Namun, rencana itu batal. Handoko, salah seorang eksekutif dari Grup Salim yang menangani pembangunan Pulau Bintan, dalam keterangan kepada TEMPO menyebutkan adanya semacam hambatan protokoler. Katanya, penundaan itu tak terelakkan karena menteri-menteri yang diharapkan hadir ternyata berhalangan. Namun, sumber-sumber di kalangan penduduk menduga, acara tertunda karena belum tuntasnya pembebasan tanah. Proses itu tak begitu lancar, padahal rencana Liem untuk membuka kawasan pariwisata di pesisir utara Pulau Bintan itu sudah terdengar sejak pertengahan 1990. Grup ini akan membangun hotel dan lapangan golf, yang juga siap menampung limpahan turis dari Singapura. Untuk itu, Liem harus lebih dahulu membebaskan tanah pantai seluas 19 ribu ha, yang selama ini dihuni oleh para nelayan. Agaknya, rencana Liem terhambat oleh mereka. Handoko sendiri mengatakan bahwa soal harga tanah kini sedang dalam tahap negosiasi. Kalau ada penduduk yang mengatakan tanah mereka hanya dihargai Rp 50 per m2, ditegaskannya itu bukan harga penawaran dari Grup Salim. "Tidak masuk akal ada tanah semurah itu," ujarnya, sambil mengungkapkan bahwa justru harga sebegitu tercantum dalam SK Bupati setempat. Kini tanah yang dibebaskan itu masih disurvei. Namun, Handoko bisa memastikan bahwa kawasan wisata tetap akan dimulai pembangunannya tahun ini juga. Ia juga mengatakan bahwa pembangunan Bintan dilakukan oleh sebuah konsorsium -- jadi tidak Grup Salim saja. Sumber-sumber di kalangan Pemda Riau tidak bicara tentang konsorsium. Namun, diakui bahwa ada pengusaha yang juga berminat membangun hotel di Bintan -- kendati sama sekali tidak punya jalinan kerja sama dengan Grup Salim. Siapa pun mereka, dalam hal pembebasan tanah, mau tak mau terpaksa berurusan dengan 1.400 kk (kepala keluarga) yang menguasai tanah di Pasirpanjang -- demikian nama pantai tersebut. Mereka ini menolak biaya ganti rugi yang ditawarkan tim pembebasan tanah. Tim tersebut -- dibentuk Pemda Riau sejak tahun lalu -- sudah empat kali bermusyawarah dengan masyarakat dan menawarkan harga Rp 50 per m2. "Masa, tanah di sini cuma dihargai sama dengan dua biji kembang gula," kata Muhammad, seorang ketua RT di sana. Menurut Muhammad -- seorang asal Bugis -- warga RT-nya menguasai tanah 1 sampai 2 ha. Jika mereka menerima ganti rugi Rp 1 juta, uang ini tak akan cukup untuk membangun rumah. Mereka yang umumnya nelayan itu juga kurang puas karena harus pindah ke kawasan permukiman yang terletak 5 km dari pantai. Soal itu barangkali tidak menjadi masalah jika memang tak ada tawaran lain. Ternyata, di luar Grup Salim, ada pihak lain yang berani membeli tanah dengan harga sekitar Rp 8 juta per ha. Mereka dikenal sebagai spekulan tanah. Muhammad sendiri tahun lalu telah menjual tanahnya 2 ha seharga Rp 250 per m2 kepada seorang cukong dari Batam, bernama Zulkarnain Kadir. Pemodal dengan beking kuat asal Malaysia itu kini berani membeli tanah dengan harga Rp 800 per m2. Selain dia, disebut-sebut juga nama Imral Zulkifli (dari Jakarta) dan Benni (dari Tanjungpinang). Tak terkecuali nama beberapa pejabat dan bekas pejabat Pemda Riau, yang sebagai spekulan sempat lebih dahulu menguasai tanah yang hendak digarap Grup Salim. Belum termasuk para pengusaha berstatus pengurus Kadin, yang juga bergerak lebih dahulu. "Liem kalah cepat," ujar seorang pengurus Kadinda Riau. Menurut tokoh ini, ada pengusaha yang memang menanamkan uang untuk spekulasi. Bagi mereka, setidaknya aset perusahaan akan terdongkrak oleh proyek Liem. "Minimal, bisa membangun wisma atau usaha kecil-kecilan membonceng nama besar kawasan wisata jirannya," katanya terus terang. Dewasa ini tak kurang dari lima perusahaan siap membonceng Grup Salim. Ada swasta nasional, ada pula yang berpatungan dengan investor Singapura atau Malaysia. Mereka berniat mengembangkan kawasan wisata di Pantai Trikora, lengkap dengan prasarana jalan. "Memangnya cuma Liem yang bisa membangun proyek wisata di sini," kata seorang pengusaha pribumi. Sumber tadi mengaku, perusahaannya sanggup menyulap Pantai Trikora menjadi kawasan wisata internasional. Perusahaannya siap membangun sebuah hotel berbintang lima dengan 800 kamar, puluhan cottage, dan sebuah lapangan golf dengan 30 lubang. Modalnya sekitar Rp 250 milyar -- tanpa satu sen pun pinjaman dari bank pemerintah. Namun, usaha yang murni swasta itu tampaknya akan kandas. Soalnya, mereka baru membeli tanah pada tahun 1985 ke atas. Menurut Bupati Kepulauan Riau, Abdul Manan -- baru dilantik akhir 1990 -- sejak tahun 1985 telah keluar SK Gubernur yang menetapkan tanah-tanah di Pulau Bintan tidak boleh diperjual-belikan. "Tata ruang Pulau Bintan sudah ditentukan. Kawasan wisata tak berarti untuk wisata belaka. Ada yang ditentukan sebagai daerah penampungan air," kata bupati ini, dalam wawancara dengan TEMPO. Dengan adanya SK tersebut, para camat (pejabat pembuat akta tanah) tidak berhak mengesahkan transaksi jual beli tanah. Akibatnya, setiap jual beli tanah yang terjadi pada 1985 ke atas tidak legal. Apalagi kawasan pantai adalah milik negara. "Sampai 200 meter (dari laut) itu milik orang banyak," kata Abdul Manan. Sementara itu, ketua tim pembebasan tanah di Pulau Bintan, Johan Syarifuddin membantah bahwa harga ganti rugi untuk pemilik tanah telah ditetapkan Rp 50 per m2. "Kok, mereka ribut, sedangkan harganya belum ditentukan," tuturnya. Ia menduga, isu itu ditiupkan oleh spekulan. Menurut Johan, harga ganti rugi itu akan banyak ditentukan oleh pertimbangan kemanusiaan. Apalagi pemilik tanah di Pulau Bintan umumnya sudah tinggal bertahun-tahun di situ walaupun tanpa sertifikat. Diakuinya, harga ganti rugi itu akan lebih rendah dari harga spekulan, tapi penduduk akan diberi permukiman baru, lengkap dengan prasarana seperti jalan dan sekolah. "Mbok ya, masyarakat berpikir panjang. Kalau kawasan itu berkembang, anak-anak mereka bisa kerja di hotel, lapangan golf, dan sebagainya," tutur Johan. Menurut Kolonel Murwanto, yang menjabat Ketua Tim Penghubung Komunikasi Pengembangan Proyek Wisata di Bintan -- dan sebelum ini selama dua periode bertindak sebagai Bupati Kepulauan Riau -- kelak akan tercipta lapangan kerja untuk paling sedikit 100.000 orang. "Kalau mereka ngotot, nah, akan ke mana nanti anak-anak mereka bekerja?" demikian Murwanto. Bupati Abdul Manan berpendapat sama. Katanya, kawasan wisata yang akan dibangun Grup Salim di Pasirpanjang kelak akan sangat membantu masyarakat serta pemda dan negara. Katanya, di kawasan wisata itu akan dibangun 13 lapangan golf dan 25.000 kamar hotel serta tempat rekreasi laut. Dan proyek itu diharapkan rampung 1995. Di pihak lain, Handoko dari Grup Salim memastikan, rencana induk (masterplan) Pulau Bintan ada beberapa versi, tetapi yang akan dibangun Grup Salim adalah proyek terpadu, terdiri atas kawasan wisata, industri, dan pertanian. Namun, realisasi pelbagai rencana besar itu memang harus ditunggu. Max Wangkar (Jakarta), Mukhlizardy Mukhtar, dan Affan Bey Hutasuhut (Bintan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus