Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berencana menerbitkan surat edaran (SE) mengenai pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan untuk pekerja swasta pada hari ini, Rabu, 5 Maret 2025. Menaker Yassierli mengatakan bahwa skema THR bagi pekerja swasta dan aparatur sipil negara (ASN) sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sama skemanya. Besok akan kami launching THR-nya, SE-nya besok di Kemnaker untuk karyawan swasta,” kata Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 4 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamenko Polkam) Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan pemerintah mendorong pemberian THR bagi pekerja swasta bisa diselesaikan H-7 Lebaran 2025 atau Idul Fitri 1446 Hijriah. Dia memastikan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Kemenaker dan pihak swasta.
“Prinsip tujuh hari sebelum Lebaran diharapkan THR ini sudah dapat diterima oleh katakan karyawan-karyawan yang tersebar di Indonesia,” ucap Lodewijk usai rapat di kantor Kemenko Polkam, Jakarta Pusat, pada Senin, 24 Februari 2025.
Dengan demikian, apabila Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah jatuh pada Minggu, 30 Maret 2025, maka THR kemungkinan akan diberikan pada 22-24 Maret 2025. Namun, jadwal tersebut hanya bersifat perkiraan.
Aturan THR Karyawan Swasta
Ketentuan pemberian THR bagi karyawan swasta diatur dalam Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. THR tidak hanya diberikan kepada pekerja beragama Islam di Hari Raya Idul Fitri, tetapi pekerja yang menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu di hari raya keagamaan masing-masing.
THR diberikan kepada pekerja atau buruh yang telah memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih, baik dengan perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Adapun besarannya, yaitu satu bulan upah bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus.
Sementara itu, pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan masa kerja. Rumus perhitungan THR-nya adalah masa kerja / 12 x 1 bulan upah.
“Upah satu bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah: a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau b. upah pokok termasuk tunjangan tetap,” demikian bunyi Pasal 3 ayat (2) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.
Kemudian, bagi pekerja atau buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas atau freelance, upah satu bulan dihitung sebagai berikut:
- Upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan bagi pekerja atau buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih.
- Upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan.
“Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan, berhak atas THR keagamaan,” tulis Pasal 7 ayat (1) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.
Hendrik Yaputra, Ervana Trikarinaputri, dan Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kapan Pencairan THR PNS dan PPPK 2025? Ini Perkiraannya