Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pemalsuan deposito nasabah PT Bank Negara Indonesia (persero) atau BNI Tbk di kantor cabang Makassar, Sulawesi Selatan, sudah masuk ke Pengadilan Negeri Makassar. Gugatan diajukan oleh Hendrik dan Heng, anak dan bapak nasabah BNI, yang mengaku telah kehilangan dana deposito mereka sebesar Rp 20,1 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," demikian bunyi salah satu petitum dalam gugatan ini, dikutip dari laman resmi pengadilan, pada Selasa, 14 September 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, perkara ini mencuat saat Hendrik dan Heng Pao Tek, mengaku kehilangan deposito Rp 20,1 miliar mereka di BNI. Saat pencairan, mereka dapat info dari pihak bank bahwa bilyet mereka palsu dan tidak tercatat di sistem BNI.
Tapi, Hendrik dan Heng Pao Tek bukan satu-satunya orang yang mengaku kehilangan deposito di BNI Makassar. Selain mereka, ada juga Andi Idris Manggabarani, dan nasabah lain berinisial RY dan AN.
“Kami curiga kemungkinan besar ada sindikat karena korbannya ada tiga orang,” kata Wilson Imanuella Lasi, kuasa hukum Hendrik dan Heng Pao Tek pada Juni 2021.
Walhasil, Hendrik dan Heng Pao Tek mengajukan gugatan ke pengadilan. Perkara wanprestasi ini sudah terdaftar di PN Makassar sejak Senin, 24 Mei 2021 dengan nomor 170/Pdt.G/2021/PN Mks. Dua pihak yang menjadi tergugat adalah BNI wilayah Makassar dan satu karyawan mereka yang bernama Melati B. Sombe (MBS).
Sidang perdana sudah digelar pada Kamis, 10 Juni 2021. Lalu sidang berikutnya akan dilaksanakan pada Kamis, 16 September 2021 dengan agenda pembuktian penggugat, yaitu Hendrik dan Heng Pao Tek.
Total ada 13 petitum dalam perkara ini. Petitum lainnya yaitu penggugat meminta majelis hakim menyatakan 3 bilyet deposito atas nama Hendrik senilai Rp 10,6 miliar sah dan berkekuatan hukum. Lalu, 1 bilyet deposito atas nama Heng Pao Tek senilai Rp 9,5 miliar.
Sehingga secara total, jumlah 4 bilyet yang diklaim pasangan anak bapak ini berjumlah Rp 20,1 miliar. Ini baru gugatan pokok. Di luar itu, pasangan anak bapak ini meminta majelis hakim menghukum BNI untuk membayar ganti rugi materil dan immateril dengan total mencapai Rp 21,5 miliar.
BNI membenarkan bahwa sang anak, Hendrik, pernah mendatangi kantor cabang Makassar pada Maret 2021. Hendrik datang membawa 4 bilyet tersebut untuk meminta pencairan atas bilyet deposito mereka.
Saat itulah, Hendrik tidak bisa mencairkan dana Rp 20,1 miliar ini karena tidak tercatat di sistem BNI. BNI pusat kemudian melakukan investigasi dan menemukan empat kejanggalan.
Di antaranya seperti bilyet deposito yang hanya berupa cetakan hasil scan (print scanned), sampai nomor seri bilyet deposito yang semuanya sama antara Hendrik, Heng Pao Tek, dan dua nasabah lain, RY dan AN.
Sampai akhirnya pada 1 April 2021, BNI melapor ke Bareskrim Polri. Polisi akhirnya menetapkan MBS, karyawan BNI kantor cabang Makassar sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan bilyet deposito.
Menurut kuasa hukum BNI, Ronny LD Janis, seluruh bilyet deposito pada pihak yang terlibat ini diterima MBS. Selain itu, BNI juga menemukan adanya pembayaran bilyet langsung dari tersangka ke nasabah, tanpa melibatkan bank.
"Hal-hal tersebut telah menunjukkan bahwa terkait penerbitan maupun transaksi-transaksi yang berkaitan dengan Bilyet Deposito tersebut, dilakukan tanpa sepengetahuan dan keterlibatan bank," ungkap Janis dalam keterangan tertulis.
Tempo mencoba menghubungi Janis dan Wilson terkait kelanjutan sidang di pengadilan ini, tapi belum ada respon. Di sisi lain, BNI tidak merinci apakah MBS yang menjadi tersangka ini adalah Melati B Sombe, tergugat di pengadilan.
Syamsul Kamar, kuasa hukum dari nasabah lain yang mengaku kehilangan deposito, Andi Idris Manggabarani, membenarkan hal tersebut. MBS yang menjadi tersangka adalah Melati B. Sombe.
Tapi Melati tidak memegang jabatan tertinggi seperti kepala cabang. "Karyawan, tapi jabatannya saya kurang tahu," kata Syamsul pada Sabtu, 11 September 2021.