Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kata Pengamat soal Kebijakan Tapera yang Terkesan Dipaksakan

Beleid Tapera mewajibkan pekerja membayar iuran sebanyak 3 persen dari total gaji per bulannya. Kebijakan tersebut menuai penolakan kalangan buruh.

4 Juni 2024 | 12.49 WIB

Logo Tapera.  Foto : Tapera
Perbesar
Logo Tapera. Foto : Tapera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pemotongan gaji pekerja swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Senin, 20 Mei 2024.  Aturannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 sebagai perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kebijakan Tapera mewajibkan pekerja membayar iuran sebanyak 3 persen dari total gaji per bulannya. Kebijakan tersebut menuai penolakan dari kalangan buruh. Selain karena menilai iuran Tapera akan menjadi beban, buruh meragukan manfaat yang bisa diklaim dari tabungan ini.

Kata Pengamat Soal Kebijakan Tapera

1. Anton Sitorus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamat properti AS Property Advisory, Anton Sitorus, mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih dalam wacana potong upah pekerja swasta untuk Tapera. Ia menyebut, urusan perumahan bukan perkara sederhana sehingga butuh perhitungan matang.

Menurut Anton, untuk mendukung pembiayaan pengadaan rumah bagi masyarakat, pemerintah tak cukup hanya memberlakukan kebijakan potong upah pekerja lewat regulasi. Pemerintah harus bisa memastikan iuran yang dikumpulkan pekerja melalui Tapera benar-benar bisa dimanfaatkan untuk membeli hunian. 

"Ini tabungan yang 'dipaksakan' untuk rumah. Dengan uang segitu, apa nanti dapat rumah?" kata Anton kepada Tempo, Selasa, 28 Mei 2024.

"Masyarakat butuh kepastian. Jangan sampai hal-hal seperti ini tujuannya cuma buat pengumpulan dana masyarakat," tambah Anton.

2. Yusuf Wibisono 

Direktur Instutute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan pemerintah perlu terobosan baru untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Namun, terobosan ini bukan melalui kebijakan memotong gaji pekerja swasta untuk  Tapera.

Yusuf menerangkan, backlog atau kesenjangan antara kebutuhan dan pasokann rumah di Indonesia saat ini mencapai 18 persen. Dengan jumlah rumah tangga sekitar 67 juta, backlog itu setara kurang lebih 12,7 juta keluarga.

“Pemerintah sebaiknya membatalkan kebijakan potongan gaji pekerja untuk Tapera dan fokus pada upaya memenuhi kebutuhan rumah 18 persen keluarga Indonesia menuju zero backlog,” ujar Yusuf kepada Tempo, Rabu, 29 Mei 2024.

Untuk menghapus backlog 12,7 juta pada 2045 dengan tambahan permintaan rumah sekitar 750 ribu unit per tahun, Yusuf mengatakan, perlu pasokan rumah rakyat sekitar 1,3 juta unit per tahun. Sementara, pasokan rumah rakyat saat ini hanya sekitar 250 ribu unit per tahun. “Makanya, kita butuh perubahan fundamental untuk pembangunan perumahan rakyat,” kata dia.

Yusuf lantas mengusulkan sejumlah kebijakan. Pertama, mengembalikan Kementerian Perumahan Rakyat. Pasalnya, menurut dia, pembangunan perumahan rakyat cenderung terabaikan sejak penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Kalah dengan gemuruh pembangunan infrastruktur di era Presiden Jokowi,” ucapnya. Alokasi anggaran untuk pembangunan perumahan rakyat juga selalu minimalis.

3. Shinta Kamdani

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan Program Tapera terbaru semakin menambah beban –  baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja, di tengah adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar. 

Menurut Shinta, saat ini beban yang ditanggung pemberi kerja untuk iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan besarnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan pekerja. 

Alih-alih mewajibkan kepesertaan Tapera, menurut Shinta, pemerintah bisa mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Ia berujar, fasilitas perumahan bisa didapatkan dengan memanfaatkan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program Jaminan Hari Tua (JHT). 

Program Tapera terbaru dianggap semakin menambah beban baru di tengah adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.  “Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI/Polri," kata Shinta Kamdani melalui keterangan resmi, Selasa, 28 Mei 2024.

KAKAK INDRA PURNAMA | RIRI RAHAYU | DANIEL A. FAJRI 
Pilihan editor: Hasil Simulasi Ekonomi Celios pada Kebijakan Tapera: PDB Menurun, Pendapatan Pekerja Terdampak

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus