Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pada 2019-2022, KEK hanya berkontribusi 1,31 persen terhadap PDB Indonesia.
Sejak 2015, pemerintah gencar mengucurkan insentif KEK.
Stimulus kawasan ekonomi khusus dianggap tak sesuai dengan kebutuhan.
JAKARTA – Rentetan pengembangan proyek kawasan ekonomi khusus (KEK) belum berdampak signifikan terhadap peningkatan perekonomian di Indonesia. Riset Danareksa Research Institute (DRI), yang dirilis pada bulan lalu, menunjukkan kontribusi ekonomi KEK terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional masih kalah oleh negara tetangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bagian Pengendalian Pembangunan dan Pengelolaan Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK, Bambang Wijanarko, mengakui soal rumitnya menarik calon investor dan penyewa atau tenant baru, meski sudah ada segudang stimulus yang dikucurkan pemerintah. “Program KEK kita belum mature (matang) seperti negara lain. Masih ada tantangan yang dihadapi,” tuturnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kajian DRI, proyek KEK disebutkan kerap menjadi salah satu umpan penarik minat investor asing masuk ke negara berkembang. Skema kawasan ekonomi yang diberi perlakuan khusus ini pun tercatat mendongkrak 30-40 persen arus investasi ke Asia Tenggara dalam periode yang tidak disebutkan. Pemerintah negara berkembang yang mengembangkan KEK di wilayahnya pun bertambah dari waktu ke waktu. Pada 1975, hanya ada 79 KEK yang tersebar di 29 negara. Jumlahnya menjadi 5.400 lokasi di 147 negara pada 2018.
Untuk negara besar seperti Cina, aktivitas bisnis KEK sudah berkontribusi hingga 22 persen terhadap PDB. Pusat ekonomi terintegrasi itu pun menyumbang 60 persen nilai ekspor dan penyerapan 30 juta tenaga kerja di Negeri Tirai Bambu. Di Indonesia, KEK hanya berkontribusi 1,31 persen terhadap PDB pada 2019-2022. Posisinya lebih rendah dibanding beberapa negara ASEAN lainnya, seperti KEK Malaysia yang kontribusinya sudah 7,6 persen atau Thailand sekitar 1,5 persen.
Meski Undang-Undang KEK sudah ada sejak 2009, pemerintah baru menggencarkan stimulus KEK pada akhir 2015 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015. Penerapannya pun baru efektif setahun setelahnya sambil menunggu aturan teknis dari sejumlah kementerian.
Hingga saat ini, pemerintah sudah merancang sedikitnya delapan insentif fiskal untuk penghuni KEK. Beberapa yang krusial, antara lain, adalah pembebasan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang dan jasa, pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI), serta pengurangan retribusi daerah. Sebanyak 20 KEK yang berdiri di Indonesia saat ini juga mendapat keringanan nonfiskal, seperti yang menyangkut perizinan, aturan ketenagakerjaan, dan infrastruktur khusus.
Pelabuhan peti kemas dan penumpang yang berada disekitar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu di Palu, Sulawesi Tengah, 3 April 2023. ANTARA/Mohamad Hamzah
Pemerintah Daerah Masih Pasif
Untuk mendorong kontribusi kawasan ekonomi khusus, menurut Bambang, butuh usaha ekstra dari badan usaha pemrakarsa dan pengelola KEK serta pemerintah daerah. “Diperlukan peningkatan kapasitas dan profesionalisme dari pengelola beberapa KEK yang belum optimal,” tutur dia.
Bambang tak merincikan KEK mana saja yang dianggap belum optimal. Yang pasti, terdapat beberapa proyek usulan badan usaha milik daerah yang nyatanya membutuhkan promosi dan dukungan tata kelola. Dia juga menceritakan soal beberapa regulator daerah yang aktif mengusulkan pembangunan KEK, tapi pasif memberi insentif. “Padahal (pemerintah) pusat sudah habis-habisan memberi stimulus.”
Jika melihat data resmi Dewan Nasional KEK, sebagian area ekonomi khusus memang dikelola entitas daerah. Contohnya, KEK Sorong di Papua Barat yang dikelola perusahaan daerah PT Malamoi Olom Wobok, KEK Palu yang dibangun PT Bangun Palu Sulawesi Tengah, dan KEK Bitung yang digarap PT Membangun Sulut Hebat.
Adapun sampai Mei 2023, realisasi investasi KEK sudah menembus Rp 117,8 triliun secara kumulatif dari proyek pertama hingga saat ini. Investasi yang tercipta dari KEK khusus pada tahun lalu diklaim mencapai Rp 30,9 triliun dan membuka lebih dari 27 ribu lapangan kerja baru. Adapun realisasi pada kuartal I 2023 sebesar Rp 4,6 triliun.
Lewat keterangan tertulis, awal tahun ini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan realisasi investasi di KEK pada 2023 ditargetkan mencapai Rp 61,9 triliun dengan proyeksi pembukaan lapangan pekerjaan bagi 78.774 orang.
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengamini masih lemahnya sokongan pemerintah daerah ke proyek KEK. Stimulus pemerintah pusat pun, menurut dia, masih berkutat di sektor perpajakan. “Insentif seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan industri, tak perlu selalu obral pajak,” ucapnya.
Menurut dia, iming-iming pemangkasan biaya logistik dan produksi yang dijanjikan pemerintah serta pemrakarsa KEK pun sering tidak terealisasi. Dibanding KEK, investasi penyewa di kawasan industri biasa dinilai lebih menjanjikan. “KEK bertema wisata juga ada yang terbengkalai.”
Sementara itu, Kepala Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economic and Finance, Andry Satrio Nugroho, menyebutkan soal biaya energi KEK yang belum memuaskan pelaku usaha. Di beberapa negara pengembang KEK, seperti Vietnam, penggunaan energi diberi diskon utama. “Di Indonesia, untuk harga gas saja masih susah dapat single digit.”
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo