Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BI melonggarkan kebijakan makroprudensial sebagai stimulus bagi sektor keuangan.
Pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diprediksi hanya sebesar 2,9 persen.
Stimulus yang ditawarkan BI berhadapan dengan pelemahan daya beli masyarakat.
JAKARTA — Bank Indonesia melonggarkan kebijakan makroprudensial sebagai stimulus bagi sektor keuangan. Pelonggaran dilakukan di tengah pengetatan kebijakan moneter, yaitu kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6 persen pada Oktober tahun lalu.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, langkah ini diharapkan dapat menjadi penyeimbang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. “Setelah jamu pahit dari kebijakan moneter sekarang, jamu manisnya kami tambah dari makroprudensial,” ujar dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan makroprudensial pertama adalah implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan ke sektor prioritas, termasuk penghiliran (mineral dan batu bara, pertanian, perkebunan, serta perikanan), perumahan, pariwisata dan ekonomi kreatif, UMKM, Kredit Usaha Rakyat (KUR), KUR mikro, dan kredit hijau.
Berdasarkan implementasi KLM sebelumnya, BI menambah likuiditas hingga Rp 50 triliun, dengan 120 bank sudah memanfaatkan insentif tersebut. “Sekarang tambahan lagi Rp 28,79 triliun yang bisa dimanfaatkan perbankan, tapi bank harus berjanji ini disalurkan jadi kredit, jangan ditaruh lagi ke Surat Berharga Negara,” ucap Perry.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikutnya, bank sentral memutuskan untuk mempertahankan rasio countercyclical capital buffer sebesar nol persen dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94 persen. Kebijakan ini diikuti dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6 persen menjadi 5 persen untuk bank umum konvensional, dengan fleksibilitas repo sebesar 5 persen dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5 persen menjadi 3,5 persen untuk bank umum syariah atau unit usaha syariah, dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5 persen, yang diberlakukan mulai 1 Desember 2023.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Tempo/Tony Hartawan
Perry menuturkan, dengan menurunkan 1 persen PLM, akan ada tambahan Rp 81 triliun kepada likuiditas sektor perbankan. “Lagi-lagi kami mohon kepada perbankan untuk menyalurkan kredit dan pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar sama-sama melindungi ekonomi kita dari dampak global yang tak menentu,” ujarnya.
Masih belum cukup, bank sentral juga melonggarkan kebijakan rasio loan to value (LTV) atau financing to value (FTV) atau pelonggaran uang muka pada kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti, baik rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan.
Namun, kebijakan ini dikhususkan bagi bank yang memenuhi kriteria rasio kredit macet (NPL/NPF) tertentu. Pelonggaran serupa juga diberikan untuk uang muka kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor baru. Seluruhnya berlaku efektif per 1 Januari hingga 31 Desember 2024.
Dengan seluruh penyesuaian tersebut, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 akan berada di level 2,9 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi berada di kisaran 4,5-5,3 persen untuk keseluruhan tahun ini dan berpotensi meningkat pada 2024.
Daya Beli Masyarakat Sedang Melemah
Suasana pameran Indonesia Properti Expo 2023 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, 14 Februari 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengungkapkan bahwa sederet stimulus dan pelonggaran kebijakan yang dilempar bank sentral belum terbukti keampuhannya, terlebih di tengah gejolak perekonomian global yang terjadi saat ini.
“Kebijakan yang digulirkan di atas kertas bagus, perbankan juga siap menyalurkan kredit, tapi masalahnya daya beli masyarakat melemah. Kalau begitu, siapa yang mau ambil kredit,” Tauhid menuturkan. Terlebih, tingkat suku bunga acuan BI yang baru saja dinaikkan juga bakal mendorong kenaikan biaya dan bunga kredit perbankan. Kondisi ini akan masuk dalam pertimbangan masyarakat maupun dunia usaha ketika ingin mengajukan kredit.
Sementara itu, dari sisi fiskal, pemerintah juga telah menggelontorkan paket kebijakan ekonomi akhir tahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa paket kebijakan itu diharapkan dapat menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi, merespons gejolak perekonomian global, perlambatan ekonomi Cina, hingga kemarau panjang akibat El Nino.
Paket kebijakan pertama adalah penebalan bantuan sosial berupa tambahan bantuan beras dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino. Fenomena El Nino mengakibatkan lonjakan harga komoditas seperti beras, yang memicu tekanan inflasi tinggi. Paket kebijakan kedua ditujukan untuk mengoptimalkan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui percepatan realisasi KUR yang tahun ini ditargetkan dapat mencapai Rp 297 triliun.
Paket kebijakan yang terakhir adalah penguatan sektor perumahan untuk mendongkrak kegiatan di sektor konstruksi dan perumahan, sekaligus membantu masyarakat berpenghasilan rendah bisa mendapatkan hunian. Bentuk kebijakan yang diberikan adalah pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk penjualan rumah baru dengan harga di bawah Rp 2 miliar, serta bantuan biaya administrasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
“Dengan adanya paket kebijakan, pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2023 diharapkan dapat tetap berada di level 5,1 persen,” ucap Sri Mulyani.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo