Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pencurian dana nasabah menjadi preseden buruk terhadap perbankan selaku lembaga keuangan formal.
Bank harus memeriksa transaksi keuangan karyawannya secara berkala.
YLKI mengingatkan potensi pencurian dana nasabah bank digital.
JAKARTA -- Kasus pencurian dana nasabah yang terus berulang di industri perbankan nasional berpotensi menggerus tingkat kepercayaan nasabah. Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengungkapkan perkara kejahatan perbankan tersebut menjadi semakin krusial, terlebih ketika nilai pembobolan sangat besar dan terjadi di tengah situasi pandemi Covid-19. “Apalagi ketika dana yang hilang adalah deposito atau investasi bukan tabungan biasa, melainkan tabungan nasabah kelas menengah atas atau premium,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika persoalan serupa masih terus terjadi dan tidak disertai mitigasi yang baik, Bhima khawatir hal ini akan menjadi preseden yang buruk bagi perbankan selaku lembaga keuangan formal. Terlebih, literasi dan inklusi keuangan masyarakat masih perlu ditingkatkan. Jadi, penting menjaga iklim industri jasa keuangan agar tetap kondusif. “Ini harus menjadi perhatian pemerintah dan OJK. Apalagi ketika (pembobolan ini) terjadi di bank BUMN, akan besar pengaruhnya terhadap citra dan kepercayaan publik.” Kasus pencurian yang dilakukan secara masif dan terstruktur dengan melibatkan pihak internal ataupun eksternal bank harus diantisipasi secepat mungkin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bhima berujar, agar tidak berdampak sistemik, ke depan diperlukan pengetatan pengawasan terkait dengan manajemen pencegahan kejahatan di industri perbankan. Di antaranya, yang kerap terjadi adalah pembuatan bilyet deposito palsu serta transaksi keuangan yang sengaja tidak tercatat. “Di bank harus ada audit karyawan, misalnya dengan mendorong bukan hanya know your customer, tapi juga know your employee,” ucap dia.
Bank diharapkan memantau rekam jejak dan aktivitas keuangan karyawan, khususnya yang bertugas di bidang-bidang yang rentan terjadi kejahatan. “Contohnya pada karyawan di bagian simpanan dan tabungan, lalu di bidang teknologi informasi. Cek secara berkala kalau ada karyawan yang melakukan transaksi mencurigakan atau mengalami peningkatan nilai simpanan secara signifikan,” ujar Bhima.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta nasabah meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati ketika memilih produk perbankan, khususnya tabungan dan investasi. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo, menuturkan temuan pelanggaran acap kali terjadi pada segmen nasabah primary banking ataupun wealth management yang dilakukan oleh oknum internal pegawai bank.
“Biasanya ini terjadi karena oknum pegawai sudah kenal nasabah,” ucapnya. Walhasil, oknum tersebut dapat leluasa memberikan penawaran hingga mengendalikan dana nasabah yang dipercayakan melalui dirinya.
Anto Prabowo. fecon.uii.ac.id
Anto menjelaskan, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan nasabah agar terhindar dari kasus kejahatan oleh oknum bank. Pertama, memperhatikan manfaat, biaya, dan produk yang ditawarkan. Kedua, melakukan konfirmasi perihal produk perbankan yang dimiliki, apakah betul merupakan produk keluaran bank terkait. “Jadi, bukan karena sudah sangat dekat dengan oknum pegawai bank sehingga bisa percaya, misalnya diiming-imingi bunga atau imbal hasil yang lebih tinggi dari biasanya,” ucap Anto. Nasabah juga perlu memahami nilai, risiko, serta cara kerja produk atau investasi yang telah dipilih. Terakhir, nasabah diharapkan tak segan untuk melapor kepada aparat hukum jika terdapat dugaan kejahatan perbankan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut mengingatkan risiko lain yang mengintai di tengah perkembangan industri bank digital Tanah Air. Konsep perbankan yang kian inovatif itu, di satu sisi, meningkatkan potensi kejahatan dan risiko lain yang berkaitan dengan keamanan penggunanya.
Menurut Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, untuk mencegah kasus pembobolan dana nasabah, bank digital harus memiliki sistem yang transparan dan akuntabel, khususnya dalam menangani masalah nasabah. “Mereka harus punya prosedur operasional standar yang jelas kalau ada dana nasabah yang hilang dalam sistem mereka,” kata Sularsi.
Edukasi kepada nasabah juga harus terus ditingkatkan untuk meminimalkan potensi kejahatan perbankan akibat kelalaian atau ketidaktahuan nasabah akan pentingnya perlindungan data pribadi. Terlebih, proses peluncuran bank digital semakin mudah dilakukan, yaitu hanya berbekal telepon pintar dan koneksi Internet. “Bagaimana nasabah menjaga perangkat miliknya, nomor telepon, serta kode OTP (one time password), harus terus disosialisasi," kata Sularsi.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo