Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kemendag: Harga Referensi CPO Naik, Bea Keluar Jadi USD 74 per Metrik Ton

Kemendag mengumumkan harga referensi produk CPO untuk penetapan bea keluar periode 16-31 Agustus 2022 sebesar US$ 900,52 per ton

17 Agustus 2022 | 10.29 WIB

Pekerja memuat tandan buah kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, 27 April 2022. REUTERS/Willy Kurniawan
Perbesar
Pekerja memuat tandan buah kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, 27 April 2022. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan harga referensi produk minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) untuk penetapan bea keluar periode 16–31 Agustus 2022 sebesar US$ 900,52 per metrik ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Angka tersebut meningkat sebesar US$ 28,25 atau 3,24 persen dari periode 9–15 Agustus 2022, yaitu sebesar US$ 872,27 per metrik ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penetapan harga referensi itu tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1165 Tahun 2022 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit periode 16–31 Agustus 2022.

“Saat ini harga referensi CPO mengalami peningkatan, dan kembali menjauhi treshold US$ 680 per metrik ton," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono dalam keterangan tertulis, Selasa, 17 Agustus 2022. 

Karena itu, Kemendag mengenakan bea keluar CPO sebesar US$ 74 per metrik ton untuk periode 16–31 Agustus 2022. Besaran bea keluar tersebut merujuk pada Kolom 6 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.010/2022. Veri berujar nilai tersebut meningkat dari bea keluar CPO untuk periode 9—15 Agustus 2022.

Menurut Veri, peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya peningkatan harga minyak bumi dan minyak nabati lain, khususnya minyak kedelai.

Hal itu disebabkan adanya kekhawatiran mengenai pasokan akibat cuaca panas dan kering yang terjadi di daerah negara produsen minyak sawit. Di samping itu, kebijakan ekspor Indonesia yang meningkatkan angka pengali ekspor dari semula 1:7 menjadi 1:9 juga turut berpengaruh.

Sebelumnya, pemerintah juga telah mengubah formulasi harga referensi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertanian dan Kehutanan Yang Dikenakan Bea Keluar, Harga Referensi Atas Produk Pertanian dan Kehutanan Dan Daftar Merek Refined, Bleached And Deodorized Palm Olein Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 

Perubahan itu, menurut Veri, menyebabkan pasar berpikir pasokan dari Indonesia akan meningkat. Faktor lain yaitu adanya rencana program B35 yang diberlakukan oleh Indonesia dan didukung oleh Amerika Serikat dengan merancang RUU mengenai Palm Fuel. Biodiesel B35 merupakan bahan bakar diesel dengan komposisi 35 persennya merupakan kandungan minyak nabati, yakni dari sawit.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus