Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kemenperin Jelaskan soal Bea Masuk Antidumping 200 Persen: Khusus untuk Perusahaan yang Tidak Kooperatif

Kemenperin menjelaskan memang ada Bea Masuk Antidumping (BMAD) tertinggi sebesar 199 persen, tapi untuk eksportir yang tidak kooperatif.

10 Juli 2024 | 16.29 WIB

Jurnalis merekam gudang penyimpanan produk keramik dan tableware ilegal saat Ekspose Barang Hasil Pengawasan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 20 Juni 2024. Kemendag akan memusnahkan sebanyak 4.565.598 biji produk keramik dan tableware senilai Rp79.897.965.000 asal Cina karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) SNI. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi
Perbesar
Jurnalis merekam gudang penyimpanan produk keramik dan tableware ilegal saat Ekspose Barang Hasil Pengawasan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 20 Juni 2024. Kemendag akan memusnahkan sebanyak 4.565.598 biji produk keramik dan tableware senilai Rp79.897.965.000 asal Cina karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) SNI. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita menjelaskan soal isu pengenaan bea masuk antidumping hingga 200 persen. Rencana ini sebelumnya diucapkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut Reni, memang ada Bea Masuk Antidumping (BMAD) sebesar 199 persen. Tapi pemerintah memberlakukan tarif itu kepada perusahaan-perusahaan eksportir yang tidak kooperatif, seperti perusahaan asal Cina. “Yang tertinggi memang 199 (persen),” kata Reni saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reni menjelaskan, Komite Anti-dumping Indonesia (KADI) mengirimkan kuesioner kepada perusahaan-perusahaan asing dalam penyelidikan. Perusahaan tidak kooperatif adalah mereka yang tidak merespons kesioner yang dikirimkan oleh komite itu. “Otomatis kan dia (perusahaan itu) benar dumping,” kata dia.

Kebijakan anti-dumping, tutur Reni, memang selalu menyasar kepada perusahaan. Hal ini berbeda dengan dengan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) yang menyasar negara asal. Perusahaan apa saja, selama berada di negara itu, akan dikenai besaran safeguard yang sama.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya mengatakan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan KADI tengah menyelidiki impor selama tiga tahun ke belakang. Penyelidikan ini akan menjadi dasar pengenaan bea masuk tujuh komoditas impor yang membanjiri pasar Indonesia.

Tujuh komoditas itu adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki. Rencana pengenaan bea masuk ini tidak hanya dari Cina, seperti ramai diberitakan sebelumnya, tapi dari berbagai negara. Adapun persentase bea masuk bisa 10 sampai dengan 200 persen, tergantung hasil penyelidikan KPPI dan KADI.

“Mereka harus melihat impornya tiga tahun (ke belakang) itu berapa. Betul apa tidak sih itu banjir impor. Ini kan terdata,” ujar pria yang akrab disapa Zulhas itu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 8 Juli 2024.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjelaskan, KPPI dan KADI akan menyelidiki data dari berbagai sumber, termsuk Badan Pusat Statistik (BPS) dan asosiasi. Bila impor dalam tiga tahun terakhir memang melonjak, kata Zulhas, tujuh komoditas itu bisa dikenakan tarif. “Bisa 10, bisa 20, bisa 200 (persen). Terserah mereka (KPPI dan KADI), bukan saya yang menentukan,” kata Zulhas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus