Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy dibebastugaskan dari jabatannya setelah dilaporkan seorang pengacara ke lembaga antirasuah. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menginformasikan hal tersebut saat dihubungi Tempo pada Ahad, 12 Mei 2024. "Atas dasar hasil pemeriksaan internal yang bersangkutan sudah dibebastugaskan," kata Nirwala melalui pesan singkat, 12 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan bebas tugas menurut Nirwala berlaku sejak 9 Mei 2024. Nirwala berujar, sebelumnya internal Direktorat Jenderal Bea Cukai telah melakukan pemeriksaan internal terhadap pejabat tersebut. Hal ini guna memudahkan proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bea dan Cukai juga telah meminta keterangan dari pihak Pelapor. "Dari hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan yang juga turut melibatkan keluarga yang bersangkutan," kata Nirwala.
Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy dilaporkan ke KPK oleh Andreas, seorang pengacara dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm. Rahmady diduga tidak memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN dengan benar. Hal ini mulanya diketahui setelah adanya aktivitas bisnis antara pejabat Bea Cukai tersebut dengan klien Andreas, Wijanto Tirtasana sejak 2017.
Sebelumnya Andreas mengatakan Wijayanto dan Rahmady menjalin kerja sama bisnis jasa ekspor impor pupuk. Wijayanto mendapat pinjaman uang senilai Rp 7 miliar dari Rahmady dengan syarat agar istri Rahmady dijadikan komisaris utama dan pemegang saham 40 persen.
Namun belakangan diketahui bahwa Rahmady seorang pejabat pajak. Pelapor lalu menelusuri LHKPN Rahmady. Pada 2017 harta yang dilaporkan Rahmady nominalnya hanya Rp 3,2 miliar, bahkan hingga 2022 total harta Rahmady hanya Rp 6,3 miliar. "Lantas uang Rp 7 miliar yang dipinjamkan itu duit dari mana?" kata Andreas.
Setelah melaporkan ke KPK, Andreas mengatakan pihaknya akan meminta kepastian hukum juga ke Kementerian Keuangan. Sudah dua kali pihaknya bersurat dan berniat menyambangi kantor Kementerian, Senin 12 Mei 2024, untuk menanyakan kepastian.