Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kementerian Pariwisata Usulkan Bantuan Likuiditas

Bantuan likuiditas dinilai hanya mampu menyangga bisnis wisata dalam waktu singkat.

24 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengusulkan dana bantuan likuiditas untuk bisnis wisata. 

  • Sandiaga membahas rencana pemberian likuiditas, salah satunya bersama Danareksa.

  • Bantuan likuiditas bakal menjadi solusi jangka pendek agar industri wisata tetap bergerak,

JAKARTA – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengusulkan program pengumpulan dana bantuan likuiditas untuk bisnis wisata, yang berada di ujung tanduk. Program yang ia namai Tourism and Creative Economy Recovery Fund itu ditargetkan bisa membantu pelaku usaha melunasi kewajiban jangka pendek karena minimnya pendapatan selama masa pandemi Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sambil mematangkan konsepnya, Sandiaga mengaku masih membawa usul tersebut ke berbagai kementerian. “Keliling dulu ke sana-sini karena masih harus disampaikan ke berbagai stake holder. Kalau sudah jelas, baru diumumkan,” kata dia kepada Tempo, kemarin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sandiaga sebelumnya mewacanakan agar dana yang terkumpul bisa dipakai di subsektor usaha wisata yang paling terkena dampak pandemi, seperti tempat rekreasi. Bisnis perhotelan, menurut Sandiaga, juga bisa mendapat pinjaman likuiditas dari program ini. Meski begitu, dia belum merancang sumber pendanaannya. Program ini berbeda dengan hibah yang dikucurkan pemerintah.

Menurut Sandiaga, PT Danareksa (Persero) menjadi salah satu pihak yang diajak untuk membahas usul tersebut. “Yang pasti, dana ini bukan hibah,” katanya. Namun manajemen Danareksa belum memberi tanggapan mengenai pembahasan rencana tersebut.

Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Hengky Manurung, mengatakan akan ada hibah pariwisata susulan tahun ini. Pada 2020, pemerintah mengucurkan hibah Rp 3,3 triliun ke 101 kota dan kabupaten. “Sudah diprogramkan yang baru sebagai bagian dari pemulihan ekonomi 2021, tapi jumlah dan sasarannya masih digodok,” tutur dia, kemarin.

Petugas biro perjalanan melayani pelanggan di Panorama Tour Jakarta, 5 November 2020. TEMPO/Tony Hartawan

Hengky sempat menyebutkan hibah, yang awalnya hanya menyasar pelaku perhotelan, akan diberikan kepada berbagai subsektor usaha wisata. Dia mengatakan bantuan memakai basis kontribusi pelaku usaha terhadap pajak daerah. Sektor akomodasi menjadi penerima hibah wisata pertama lantaran merupakan penyumbang utama pendapatan asli daerah (PAD) pada 2019. “Mungkin berikutnya kami akan memakai database pajak hiburan dan rekreasi.”

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan di Kepulauan Riau, Wan Rudi, menunggu realisasi program bantuan likuiditas tersebut. Menurut dia, tekanan bisnis memicu dampak domino di sektor wisata, dari pemecatan karyawan hingga penjualan aset. “Tourism fund seharusnya bisa membantu pelaku menjaga aset dan operasi,” katanya. “Banyak subsektor yang membutuhkan, seperti penyuplai makanan dan pengelola transportasi wisata.”  

Fenomena jual aset itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran. Pelaku bisnis, kata dia, melepas aset karena tak sanggup menanggung biaya operasional. “Langkah terakhir pengelola saat setelah semua strategi efisiensi gagal,” ucapnya kepada Tempo, kemarin.

Dari catatan PHRI hingga akhir 2020, terdapat 150 sampai 200 pemilik restoran dan hotel yang menutup usaha setiap bulan. Hotel, dia melanjutkan, termasuk aset pasif yang dibebani biaya tetap meski sedang sepi ataupun ramai, seperti listrik dan pajak bangunan.

Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Janianton Damanik, mengatakan Tourism and Creative Economy Recovery Fund menjadi bantuan jangka pendek agar pelancongan bisa tetap bergerak, meski secara terbatas. Namun, selama kegiatan wisata belum bisa dibuka secara optimal, terutama bagi turis asing, pelaku usaha masih akan terancam kolaps. Dia pesimistis program baru itu bisa dipakai pengusaha untuk memulihkan usaha. “Ini hanya penyangga yang bersifat sementara,” kata dia. “Dana ini tak menjadi modal kerja." 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mempertanyakan cara Kementerian Pariwisata mencari sumber pemodal program tersebut. Investor swasta, menurut dia, bakal tak acuh karena imbal hasil sektor pariwisata sangat kecil saat ini.

FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus