Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jika Iuran BPJS Kesehatan Naik

Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan seiring dengan penerapan sistem KRIS. Tunggakan iuran berpotensi kian melonjak.

15 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seiring dengan penerapan KRIS, besaran iuran BPJS Kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan berubah.

  • Kenaikan iuran dinilai berisiko mendongkrak tunggakan BPJS. Sebelumnya, BPJS Kesehatan mengungkapkan terdapat 15,3 juta peserta JKN yang menunggak pembayaran iuran.

  • Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi mengatakan ada kekhawatiran kenaikan iuran akan berpengaruh terhadap pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit.

PRESIDEN Joko Widodo alias Jokowi telah meneken Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Melalui aturan yang ditetapkan pada 8 Mei lalu itu, BPJS Kesehatan bakal mengganti sistem kelas dengan menetapkan kelas rawat inap standar atau KRIS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan kebijakan KRIS ini masih akan dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan bersama BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak terkait lainnya.



Seiring dengan penerapan KRIS, besaran iuran BPJS Kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan berubah. “Hasil evaluasi pelayanan rawat inap rumah sakit yang menerapkan KRIS ini nantinya menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN ke depan,” ujar Ali kepada Tempo, Selasa, 14 Mei 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perubahan besaran iuran BPJS itu akan dimulai pada 1 Juli 2025. Ali menegaskan, saat ini jumlah iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Untuk peserta JKN segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas I, besaran iurannya sebesar Rp 150 ribu per bulan. Sedangkan iuran JKN kelas II sebesar Rp 100 ribu. Khusus kelas III, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000 per orang sehingga iuran yang dibayarkan peserta sebesar Rp 35 ribu. 

Iuran BPJS Kesehatan

Ihwal mekanisme penerapan KRIS, Ali mengatakan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut melalui peraturan Menteri Kesehatan. Saat ini belum ada regulasi turunan Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Sampai perpres ini diundangkan, kata dia, pelayanan bagi pasien JKN masih tetap berjalan seperti biasa. BPJS Kesehatan menyatakan tetap memastikan rumah sakit menerapkan janji layanan JKN sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Ali menuturkan sistem KRIS merupakan upaya untuk meningkatkan standar kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan. “Jangan sampai kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di perkotaan berbeda dengan di daerah perdesaan atau daerah yang jauh dari pusat Ibu Kota,” ucapnya. 

Kenaikan iuran dinilai berisiko mendongkrak tunggakan BPJS. Sebelumnya, BPJS Kesehatan mengungkapkan terdapat 15,3 juta peserta JKN yang menunggak pembayaran iuran. Total tunggakan iuran tersebut diperkirakan Rp 20 triliun. BPJS Kesehatan menargetkan tahun ini bisa menagih tunggakan sebesar Rp 1,8 triliun. 

Sejumlah pasien menunggu obat dari apotek di Rumah Sakit Umum Yarsi di Pontianak, Kalimantan Barat, 14 Mei 2024. ANTARA/Jessica Wuysang

Untuk menagih tunggakan iuran, BPJS Kesehatan menyiapkan beberapa strategi. “Kami akan melakukan peningkatan kepatuhan badan usaha dan peserta mandiri yang mendaftar dan membayar iuran,” ucap Asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah kemarin. 

Rizzky berujar, BPJS Kesehatan akan melaksanakan tugas penagihan iuran seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Langkah yang dilakukan dari penerapan autodebit, telecollecting, hingga bekerja sama dengan kader JKN. 

BPJS Kesehatan juga membuat Program Rehab, yakni layanan bagi peserta JKN yang ingin mencicil tunggakan iuran. Selain itu, Rizzky mengatakan, kini terdapat 955.229 kanal pilihan yang dapat dimanfaatkan peserta untuk membayar iuran. 

Ada pula Program Jenis Layanan Rekrutmen dan Reaktivasi Peserta (Jelita), yaitu layanan panggilan atau pesan jarak jauh kepada peserta PBPU atau mandiri yang sudah mendaftar tapi belum membayar iuran pertama. BPJS Kesehatan juga melakukan panggilan kepada penduduk yang belum terdaftar JKN untuk mengingatkan peserta melakukan reaktivasi. “Harapannya, terdapat peningkatan keaktifan peserta serta kolektibilitas iuran,” ucap Rizzky. 

Meski program-program itu sudah berjalan, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi mengatakan ada kekhawatiran kenaikan iuran akan berpengaruh terhadap pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit. “Kami sudah mulai khawatir, kelihatannya pembayaran ke rumah sakit sudah mulai ketar-ketir,” ucap Ichsan kepada Tempo, kemarin.

Ichsan mengungkapkan jumlah tunggakan dari BPJS Kesehatan kepada rumah sakit kian besar. Di sisi lain, terdapat fasilitas tindakan kesehatan yang mulai dibatasi. ARSSI berharap pemerintah dapat membantu agar arus kas BPJS Kesehatan naik. Melihat besarnya jumlah tunggakan iuran, Ichsan berpendapat pemerintah dapat melakukan pemutihan atau diskon. 

Saran pemberian diskon juga disampaikan oleh Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch Timboel Siregar. Dia menuturkan pemerintah dapat memberi diskon beberapa bulan, dengan syarat peserta JKN ini harus tetap membayar tiap bulan. Dengan demikian, iuran ini menjadi pendapatan riil BPJS Kesehatan. 

Timboel menilai aturan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 yang memungkinkan BPJS Kesehatan melonggarkan iuran agar kepesertaan penunggak bisa aktif kembali merupakan upaya yang baik. Dengan program tersebut, BPJS Kesehatan peserta akan aktif kembali, asalkan membayar iuran minimal enam bulan dan sisa tunggakan bisa dicicil. 

Kendati demikian, Timboel menegaskan adanya aturan tersebut belum tentu mampu memastikan sisa tunggakan tetap dibayarkan oleh peserta. “Kalau mau, beri saja relaksasi pembayaran tunggakan sama seperti waktu Menteri Keuangan melakukan relaksasi pajak. Tapi syaratnya bayar,” tuturnya. 

Apabila pemerintah memberikan diskon 40-60 persen, jumlah defisit sebesar Rp 8 triliun. Adapun defisit tahun lalu sekitar Rp 7 triliun.

Timboel menegaskan bahwa hal ini juga berkaitan dengan hak peserta JKN terhadap jaminan sosial. Dengan pelonggaran tunggakan iuran, masyarakat dapat terus menggunakan BPJS Kesehatan untuk bisa pulih dari penyakitnya. “Percuma ada JKN kalau peserta menunggak semua sehingga enggak dilayani. Hal penting agar rakyat tidak kesulitan mengakses jaminan sosial,” kata Timboel. 

Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Di sisi lain, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak terelakkan. Untuk meningkatkan kualitas layanan dan standardisasi melalui sistem KRIS, penyesuaian iuran dapat terjadi.

“Hanya, pemerintah harus betul-betul menganalisis dampak kenaikan ini,” ucap Hermawan, kemarin. Ia menggarisbawahi pemerintah harus mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Pemerintah juga dinilai perlu mengukur daya beli dan kemauan masyarakat untuk membeli asuransi sosial. 

Hermawan berujar, kondisi ekonomi makro saat ini juga harus menjadi sorotan. Menurut dia, pemerintah harus menstabilkan perekonomian dengan baik sehingga masyarakat memiliki kemampuan membayar BPJS Kesehatan. Sebab, Hermawan menilai upaya menghadirkan layanan kesehatan harus menyeluruh, dari pencegahan penyakit hingga penguatan kualitas kesehatan. 

Menurut Hermawan, pemerintah sering kali berfokus pada penyesuaian kualitas pelayanan di rumah sakit, tapi melupakan aspek pencegahan penyakit dan peningkatan status kesehatan masyarakat. Penguatan program BPJS Kesehatan menjadi tidak optimal apabila pemerintah tak berhasil mendorong masyarakat untuk pulih dan tercegah dari penyakit-penyakit degeneratif utama yang menyebabkan katastrofe. 

Berpendapat berbeda, pengamat kesehatan dan peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ahmad Fuady, menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan justru berpotensi menurunkan pengumpulan iuran itu sendiri. Menurut Ahmad, peserta JKN tipe peserta mandiri akan berpikir ulang untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. 

Ahmad menjelaskan, persoalan utama yang membuat peserta BPJS Kesehatan menunggak adalah masih adanya anggapan bahwa membayar iuran JKN bukan sebuah investasi, melainkan belanja yang dianggap non-produktif. Karena itu, potensi persentase peserta yang menunggak akan makin tinggi bila iuran naik. 

Selain itu, iuran JKN selama ini bertumpu pada dua jenis peserta, yakni penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayarkan oleh pemerintah serta pekerja penerima upah (PPU) yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Jika iuran naik dan disamaratakan, menurut Ahmad, beban pemerintah daerah akan meningkat. Jadi, apabila kapasitas fiskalnya terbatas, konsekuensinya adalah jumlah kepesertaan yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah berkurang.

Karena itu, Ahmad menegaskan bahwa kedua asumsi itu harus diperhitungkan secara matang dalam skenario pemungutan iuran. “Jangan sampai, alih-alih berusaha meningkatkan jumlah pemasukan dana jaminan sosial, justru malah membuatnya makin turun,” ucap Ahmad. Dengan demikian, harus ada inovasi koleksi iuran di luar cara-cara konvensional seperti menaikkan iuran. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Reporter di Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus