Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELUM usai orang bicara harga baru semen, yang lari mendahului rencana kenaikan harga BBM, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) pasang pengumuman sepekan sebelum tibanya Ramadan. Isinya: tarif kereta api kelas I dan II dinaikkan. Kok? "Kenaikan tarif itu rencana lama PJKA," kata Sekjen Departemen Perhubungan Dr. Djunaedi Hadisumarto kepada TEMPO, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan status perjan, PJKA merasa tak lincah. Kendati asetnya cukup besar -- tanah telantar milik PJKA kini dinilai kembali -- operasinya masih terus tekor. Tahun lalu PJKA baru mampu menghasilkan Rp 177 milyar. Padahal, biaya operasionalnya mencapai Rp 207 milyar (Rp 30 milyar subsidi pemerintah).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Djunaedi, PJKA kini menata ulang manajemennya dibantu Bank Dunia, sebelum kelak tukar baju jadi perusahaan umum (perum). "Saat ini rencana peraturan pemerintah tentang perumisasi PJKA sudah selesai, dan sedang dalam tahap penyelesaian antardepartemen (Dephub, Depkeu, dan Seskab)," tutur Djunaedi.
Kalau berubah jadi perum, PJKA mesti menciptakan cost and revenue centres yang bisa melaba, dan harus mampu menggaji karyawannya lebih tinggi daripada pegawai negeri sipil. Di pihak lain, kalau sudah perum, PJKA akan boleh pinjam duit dari bank maupun bekerja sama dengan swasta maupun BUMN. Itu sebabnya PJKA mulai melirik apa saja yang bisa dijadikan duit.
Tahun lalu pintu pelintasan kereta api ditawarkan sebagai sarana pemasangan billboard. Tahun ini gerbong kereta bisa dipakai untuk papan iklan serupa. Kalau ada developer yang berminat membangun pusat pertokoan di stasiun, silakan.
Adapun ikhwal naiknya tarif kereta kelas I dan II (kini disebut kelas Eksekutif dan Bisnis), rata-rata di atas 20%, juga karena pertimbangan bisnis. Di Jawa, penghasilan PJKA dari angkutan penumpang mencapai 89%, dari angkutan barang cuma 11%.
Naiknya tarif penumpang oleh PJKA yang berlaku mulai 21 Maret lalu melulu untuk kelas nonekonomi. Kelas ekonomi, yang jumlah tempat duduknya lebih banyak (60%) dibanding kelas nonekonomi, belum dinaikkan. "Pemerintah, bukan PJKA, yang berhak menetapkan tarif kelas ekonomi ini," kata Djunaedi.
Kini tarif kelas Eksekutif B (kelas I) pada Mutiara Utara Jakarta-Surabaya naik 20% menjadi Rp 31.500. Kelas Eksekutif A pada KA Parahyangan naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 15.000. Pesanan karcis KA lewat biro perjalanan ternyata tak berkurang. "Penumpang KA paling sebentar saja kagetnya," begitu komentar Haryono, pemilik biro perjalanan di Surabaya. Ya, mereka bisa apa, kalaupun tak setuju?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Bachtiar Abdullah menulis artikel ini dengan bahan dari Ida Farida dari Bandung dan Jalil Hakim dari Surabaya. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Naik, Karcis Naik"