Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ekonomi

Berita Tempo Plus

Redup Pamor Bank Digital

Emiten bank digital tengah disorot karena kinerjanya yang merosot pada tahun lalu. Dua di antaranya masih membukukan kerugian.  

21 Februari 2023 | 00.00 WIB

Suasana digital lounge Bank Neo Commerce di Ashta, Jakarta, 2021. Tempo/Tony HArtawan
Perbesar
Suasana digital lounge Bank Neo Commerce di Ashta, Jakarta, 2021. Tempo/Tony HArtawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Harga saham Bank Jago turun paling dalam.

  • Bank digital belum berhasil menyaingi bank konvensional.

  • Biaya operasional bank digital masih tinggi.

JAKARTA – Industri bank digital tengah disorot karena kinerjanya yang merosot dalam setahun terakhir. Harga saham emiten bank digital berguguran pada tahun lalu dengan penurunan lebih dari 50 persen. Alih-alih mencetak keuntungan, sejumlah bank digital terpantau masih mencatatkan kerugian.

Bank digital yang mengalami penurunan harga saham terbesar adalah PT Bank Jago Tbk (ARTO), yaitu minus 81,5 persen, dan saat ini berada di harga Rp 2.960 per lembar. Pamor ARTO sempat menanjak ketika PT Dompet Karya Anak Bangsa (GoPay), lini usaha PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, masuk sebagai pemegang saham mayoritas. Sejak melantai di bursa pada 2016, Bank Jago mencatatkan posisi tertinggi pada 21 Januari 2022 dengan harga Rp 19 ribu per lembar.

Dari tujuh emiten bank digital di Bursa Efek Indonesia, terdapat dua bank yang masih membukukan kerugian hingga kuartal III 2022, yakni PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) sebesar Rp 611,4 miliar dan PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) sebesar Rp 146 miliar. Bank Neo Commerce dulunya bernama Bank Yudha Bhakti, sedangkan Bank Aladin bernama Bank Maybank Nusa International. 

Research and Consulting Manager Infovesta Utama, Nicodimus Kristiantoro, mengungkapkan, seiring dengan berjalannya waktu, pamor bank digital cenderung meredup dan tak kunjung berhasil menyaingi bank umum konvensional, khususnya bank-bank jumbo yang masuk kelompok permodalan BUKU IV, seperti Bank BRI, Bank Mandiri, BCA, dan Bank BNI.

“Bank konvensional sudah memiliki pangsa pasar dan nasabah loyal yang luas, sedangkan bank digital belum sekuat itu,” ujar Nico kepada Tempo, kemarin. Salah satu keunggulan bank digital adalah suku bunga simpanan atau deposito yang tinggi sebagai upaya memupuk dana pihak ketiga (DPK). Namun suku bunga tinggi ini membebani kinerja perseroan. Keunggulan berikutnya adalah inovasi teknologi sistem pembayaran yang cepat dan efisien. “Tapi inovasi serupa juga sudah banyak dikembangkan oleh bank-bank konvensional.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus