Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengusaha kesulitan memenuhi kewajiban memarkir DHE SDA di dalam negeri karena mengganggu keuangan perusahaan.
Pemerintah memperkirakan ada potensi devisa senilai US$ 8 miliar (Rp 124 triliun) yang masih parkir di luar negeri.
DHE yang terkumpul dari pelaku usaha baru sebesar US$ 1,9 miliar.
JAKARTA - Upaya pemerintah memperbanyak cadangan dolar Amerika Serikat melalui kebijakan penahanan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) belum membuahkan hasil optimal. Tingkat kepatuhan pelaku usaha masih tergolong rendah karena kebijakan ini dianggap cukup menyulitkan untuk dipenuhi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang DHE dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, eksportir diwajibkan menyimpan 30 persen devisanya minimal selama tiga bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Eksportir pun memiliki waktu tiga bulan untuk menempatkan DHE sejak penerbitan pemberitahuan pabean ekspor (PPE) jika nilainya di atas US$ 250 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Toto Dirgantoro mengungkapkan bahwa pelaku usaha memiliki sejumlah pertimbangan yang menentukan kemampuannya dalam memenuhi kebijakan devisa hasil ekspor. “Pertama, perusahaan sering kali punya kredit atau utang di luar negeri, sehingga ada kebutuhan membayar dan harus menyimpan dolarnya di luar (negeri),” ujarnya kepada Tempo, kemarin, 7 November 2023.
Adapun pertimbangan kedua para pengusaha adalah perihal keterikatan perusahaan yang terafiliasi dengan pemegang saham atau kantor pusat di luar negeri. “Mereka memang ekspor dari Indonesia, tapi ternyata kantor pusatnya di negara lain sehingga ada kebijakan penempatan (devisa) yang berbeda.”
Di sisi lain, pelaku usaha juga membandingkan tingkat imbal hasil atau bunga yang diberikan jika menempatkannya di Indonesia ketimbang negara lain. Terlebih, di era tren suku bunga tinggi saat ini, tingkat imbal hasil yang ditawarkan di luar negeri jauh lebih menarik. “Namanya pelaku usaha, pasti akan mencari yang memudahkan dan memberikan keuntungan.”
Menurut Toto, salah satu negara yang menjadi pilihan favorit banyak pengusaha sebagai lokasi untuk mengendapkan dananya adalah Singapura. “Karena dia hub perdagangan besar sehingga dia menarik dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang disediakan,” kata Toto.
Kapal yang membawa peti kemas bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 17 April 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Pemerintah menyadari kondisi ini dan menemukan adanya DHE yang masih diparkir di luar negeri. Hal ini diketahui dari hasil evaluasi tiga bulan implementasi kebijakan tersebut. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan jumlahnya besar. “Ada potensi senilai US$ 8 miliar yang masih diparkir di tempat lain,” ujarnya. Jumlah tersebut setara dengan Rp 124 triliun, dengan asumsi kurs 15.500 per dolar Amerika Serikat.
Direktur Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia Jahen Fachrul Rezki mengatakan kebijakan DHE SDA masih belum menghasilkan dampak yang signifikan karena kebijakan ini masih tergolong baru. Pelaku usaha pun perlu melakukan penyesuaian dalam kegiatan usaha dan perencanaan keuangannya akibat kebijakan ini. “Tentu yang paling terasa adalah arus kas atau cashflow yang tidak akan selancar sebelumnya,” ucapnya.
Keharusan memarkir DHE minimal tiga bulan bukanlah hal yang mudah dilakukan. Terlebih, Jahen melanjutkan, sektor ekspor-impor digempur kondisi ketidakpastian global, kelesuan kinerja ekspor, serta nilai ekspor yang ikut menurun sejalan dengan tren pelemahan harga komoditas sumber daya alam.
Menurut Jahen, pemerintah juga perlu mengkaji soal besaran imbal hasil instrumen penempatan DHE, seperti deposito berjangka yang telah digulirkan Bank Indonesia. “Mungkin perlu dibuat lebih kompetitif, di tengah tingginya suku bunga yang ada saat ini, karena pengusaha tentu ingin mencari return dari modal yang dimiliki untuk bisa digunakan kembali untuk kegiatan usaha."
Direktur Eksekutif Indonesian Coal Mining Association Hendra Sinadia mengiyakan faktor arus kas menjadi pertimbangan para pengusaha masih berkeberatan menjalankan aturan DHE. Belum lagi, di sejumlah kontrak perjanjian dagang eksportir dengan mitra pembeli, sering ada ketentuan pembayaran dan penyimpanan hasil jual-beli di bank luar negeri yang telah disepakati.
“Hal tersebut sering ditemui di kontrak perusahaan migas dan pembelinya. Ada kontrak jangka panjang yang mengatur nanti pembayaran dana hasil penjualannya harus melalui bank tertentu di luar negeri,” ucapnya. Walhasil, ketika harus memenuhi kewajiban DHE SDA, eksportir harus lebih dulu meminta persetujuan dari pihak pembeli.
Di sisi lain, Hendra mengatakan kinerja ekspor SDA saat ini tengah lesu menyusul tren menurun harga komoditas. Penurunan dari sisi volume dan nilai ekspor pun menggerus margin pelaku usaha. “Pemerintah minta DHE mengendap 30 persen, bagaimana kami memenuhinya karena dari hasil ekspor itu kan tidak semuanya jadi keuntungan. Ada yang harus disisihkan untuk bayar utang, bayar vendor, bayar royalti, sehingga margin kami tersisa tipis tidak sampai 10 persen,” ucapnya. Faktor-faktor tersebut kian memberatkan pelaku usaha dalam upaya memenuhi kewajiban DHE.
Menurut Hendra, pemerintah perlu mengkaji kembali pelaksanaan DHE dengan matang dan komprehensif sembari mempertimbangkan kendala pelaku usaha. Jika kebijakan ini dipaksakan, ia khawatir banyak perusahaan terganggu kinerjanya. Komitmen investasi dan penghiliran pun dapat terhambat karena alokasi dana yang dapat diinvestasikan langsung justru harus ditahan dalam instrumen keuangan yang ditetapkan.
“Kami ingin support kebijakan ini, tapi kami butuh aturan yang tidak memberatkan, dan jangan sampai malah kontradiktif dengan perekonomian,” kata Hendra. Pemerintah juga perlu mengevaluasi menyeluruh dampak implementasi DHE SDA dalam tiga bulan terakhir terhadap peningkatan cadangan devisa. “Tampaknya tidak banyak bertambah karena volume ekspor turun, harga komoditas turun. Di sisi lain, kebutuhan impor naik sehingga DHE yang masuk menjadi tidak terasa mengangkat cadangan devisa.”
Cadangan Devisa Masih Tergerus
Dugaan Hendra terbukti. Per akhir Oktober 2023, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 133,1 miliar. Jumlah ini turun dibanding posisi pada September 2023 yang sebesar US$ 134,9 miliar. Kinerja ekspor yang tengah melemah turut berkontribusi pada pelemahan posisi cadangan devisa.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan pemerintah berkepentingan menambah cadangan devisa melalui kebijakan ini untuk membayar utang luar negeri. Akumulasi devisa pun dapat menjadi salah satu cara untuk menstabilkan nilai tukar rupiah oleh Bank Indonesia dalam kondisi ketidakpastian pasar keuangan global. Sebagaimana diketahui, kurs rupiah secara tahun berjalan atau year to date sudah melemah 2,8 persen.
Josua cukup optimistis masih ada ruang peningkatan cadangan devisa secara moderat menjelang akhir tahun. Namun, kata dia, ada risiko penurunan surplus perdagangan akibat terganggunya kinerja ekspor. Akibatnya, neraca transaksi berjalan diprediksi kembali mencatatkan defisit di tengah penurunan harga komoditas yang masih terus berlanjut.
“Percepatan program penghiliran dapat terus diupayakan untuk menahan penurunan kinerja ekspor hingga tingkat tertentu,” kata dia. Secara keseluruhan, posisi cadangan devisa pada akhir 2023 diproyeksikan berada di angka US$ 133-137 miliar. Sedangkan nilai tukar rupiah diprediksi ditutup di level 15.300-15.500 per dolar Amerika Serikat.
Adapun Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa DHE yang terkumpul dari pelaku usaha baru mencapai US$ 1,9 miliar. Penyebabnya adalah implementasi kebijakan yang baru efektif pada awal November.
Meski demikian, Perry menganggap kebijakan itu sudah cukup berkontribusi pada cadangan devisa. “Kebijakan DHE SDA sudah membantu peningkatan cadangan devisa karena term deposit valas yang diteruskan oleh perbankan dan investor,” ucapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengimbuhkan, kebijakan penempatan DHE di dalam negeri bakal menghasilkan dampak yang cukup signifikan terhadap likuiditas valas. Sebagai gambaran, dia menyebutkan proyeksi total nilai ekspor SDA pada tahun ini saja mencapai US$ 175 miliar. Dari jumlah itu, 93 persen di antaranya berpotensi memiliki PPE bernilai lebih dari US$ 250 ribu.
Dari hitung-hitungan itu, potensi nilai ekspor yang wajib retensi adalah US$ 40-49 miliar. “Dengan ketentuan retensi selama tiga bulan, maka ini berpotensi menambah likuiditas valas per tahun sebesar US$ 10-12 miliar dan ini akan membantu negara kita memiliki cadangan devisa yang lebih baik,” ucapnya.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo