Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Otoritas pasar modal Indonesia optimistis perdagangan pasar modal bakal positif sepanjang pekan ini. Efek sementara penguatan dolar Amerika Serikat yang terjadi sepanjang pekan lalu diperkirakan sudah mereda. "Meski ada teror, menurut saya, juga tak berpengaruh banyak memberikan sentimen negatif," kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio, ketika dihubungi kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tito, salah satu modal utama pasar akan membaik terlihat dari kinerja kuartal pertama 2018 perusahaan yang bagus, yang tercatat di bursa saham. Secara rata-rata, perusahaan yang tercatat dalam indeks LQ45 mengalami peningkatan pendapatan 15,96 persen. Adapun laba bersih keseluruhan rata-rata meningkat 11,68 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepanjang pekan lalu, bursa saham di Bursa Efek Indonesia dibuka di level 5.792,34 pada 7 Mei 2018 dan ditutup di 5.956,83 pada perdagangan 11 Mei 2018. Tujuh dari 10 sektor yang ada mengalami perbaikan indeks setelah semua sektor berada di zona merah sepekan sebelumnya. Secara berurutan, sektor konsumsi, keuangan, manufaktur, pertambangan, perdagangan dan jasa, serta properti mengalami pertumbuhan positif.
Analis pasar uang Bank Mandiri, Reny Eka Putri, mengatakan tekanan yang mereda juga diprediksi di pasar valas. Rupiah yang terus melemah dan menembus rekor 14.084 pada pekan lalu diprediksi akan berangsur menguat. Terlebih Bank Indonesia menyatakan akan menaikkan suku bunga acuannya untuk mencegah dana kabur ke luar negeri. "Minimal naik satu kali sebesar 25 basis point sebelum semester I ini berakhir," katanya.
Kepala Riset MNC Sekuritas, Edwin Sebayang, mengatakan, semakin cepat suku bunga acuan dinaikkan, peluang penguatan indeks harga saham gabungan dan rupiah semakin besar. Sebaliknya, jika Bank Indonesia menunda kenaikan suku bunga, peluang penguatan indeks dan rupiah semakin kecil.
Seorang pejabat bank nasional mengatakan sulit mencegah kaburnya dolar Amerika Serikat dari Tanah Air. Musababnya, imbal hasil surat utang di Amerika sudah naik mendekati 3 persen. Sejak dua pekan lalu, pasar uang mencatat likuiditas hingga Rp 395 triliun dari yang biasanya cuma Rp 70-80 triliun. "Di Amerika, imbal hasilnya sudah 2,95 persen, di sini cuma 6,75 persen. Ibaratnya burung pulang kampung," kata dia.
Adapun Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan klaim Amerika Serikat terhadap ekonominya yang membaik dan rencana kenaikan bunga The Fed menjadi penyebab pelemahan rupiah dan indeks saham. Namun Darmin enggan berkomentar banyak lantaran ranah tersebut sudah masuk wewenang Bank Indonesia yang tidak boleh diintervensi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan Bank Indonesia selalu mengawasi volatilitas nilai tukar dan moneter. Bank sentral mungkin akan melakukan antisipasi terhadap suku bunga acuan Bank Indonesia. "Nanti kami sampaikan di rapat Dewan Gubernur (pekan ini)," kata Mirza.
Pelemahan rupiah juga berdampak pada fiskal negara. Penawaran lima seri SUN negara yang dilakukan pekan lalu hanya terserap Rp 7,17 triliun dari target Rp 17 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan telah menyiapkan beberapa skema untuk memastikan pembiayaan negara agar tidak tekor.
Agar surat utang negara tetap terserap, Kementerian Keuangan akan menyiapkan sebuah badan layanan umum untuk menyerap surat utang negara. "Masih ada sumber pinjaman bilateral dan multilateral dengan potensi US$ 1,3 miliar dan US$ 800 juta," kata Sri Mulyani, akhir pekan lalu. GHOIDA RAHMAH | ANDI IBNU
Tren Positif
Otoritas bursa saham optimistis pasar sudah jenuh terhadap aksi jual. Selain itu, pasar memprediksi Bank Indonesia bakal menaikkan suku bunga acuan yang bakal membuat daya saing moneter Tanah Air kembali naik. Berikut ini posisi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan indeks harga saham gabungan.
Tanggal | Rupiah | Indeks Saham | 7 Mei 2018 | Rp 13.956 | 5.885,10 (+1,6%) | 8 Mei 2018 | Rp 14.036 | 5.774,72 (-1,88%) | 9 Mei 2018 | Rp 14.074 | 5.907,94 (+2,31%) | 11 Mei 2018 | Rp 14.048 | 5.956,83 (+0,83%) |
Kalkulasi Pertumbuhan Mingguan Per Sektor
Barang Konsumsi: 2.493,41 atau 6,91 persen
Keuangan: 1.071,65 atau 4,43 persen
Manufaktur: 1.520,53 atau 3,87 persen
Pertambangan: 1.794,65 atau 3,26 persen
Perdagangan dan Jasa: 899,8 atau 0,89 persen
Industri dasar: 776,59 atau 0,74 persen
Properti dan Real Estate: 456,53 atau 0,66 persen
Infrastruktur: 1.016,39 atau -0,93 persen
Aneka Industri: 1.228,14 atau -1,89 persen
Agrikultur: 1.499,23 atau -3,07 persen
SUMBER: BURSA EFEK INDONESIA | BANK INDONESIA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo