Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belum Pulih dari Efek Pandemi

Peningkatan kinerja sektor properti terganjal pelemahan daya beli konsumen dan kesulitan akses pembiayaan.

27 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pertumbuhan sektor properti stagnan di level 6 persen.

  • Pemerintah baru saja meluncurkan paket kebijakan penguatan sektor perumahan.

  • Sektor properti turut terbebani oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral.

JAKARTA - Sektor properti belum sepenuhnya keluar dari awan gelap setelah terkena dampak pandemi Covid-19. Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Joko Suranto berujar, berbeda dengan sektor lain, kinerja sektor properti masih stagnan dalam beberapa tahun terakhir dengan tingkat pertumbuhan sekitar 6 persen.

“Penyebab utamanya adalah daya beli yang lesu serta akses pembiayaan ke perbankan yang tidak mudah,” ujar Joko kepada Tempo, kemarin. Menurut dia, sektor properti membutuhkan dorongan untuk bangkit berupa geliat aktivitas ekonomi masyarakat serta iklim perekonomian yang kondusif. 

Pemerintah baru saja meluncurkan paket kebijakan penguatan sektor perumahan untuk mendongkrak kegiatan di sektor konstruksi dan perumahan sekaligus membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan hunian.

Bentuk kebijakan yang diberikan adalah pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk penjualan rumah baru dengan harga di bawah Rp 2 miliar. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah memberikan bantuan biaya administrasi serta penambahan target bantuan rumah sejahtera terpadu untuk masyarakat miskin sebanyak 1.800 ribu unit. 

Secara keseluruhan, untuk paket kebijakan terkait dengan konstruksi dan perumahan ini, pemerintah menyiapkan total anggaran sebesar Rp 3,2 triliun. “Insentif serupa pada 2020-2022 cukup berhasil menjaga perusahaan bertahan. Tapi, kalau untuk membuat pasar properti tumbuh ke target tertentu, ya, masih belum,” ucap Joko. 

Baca juga: Alarm Penurunan Penjualan Hunian

Di sisi lain, meski pemerintah meluncurkan paket kebijakan penguatan sektor perumahan sebagai insentif, sektor properti juga dirundung kebijakan disinsentif karena kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. “Posisinya bersamaan. Ini menjadi tantangan bagi kami.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Joko mengimbuhkan, sektor properti membutuhkan perhatian lebih besar, mengingat potensinya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Sektor ini menyerap tenaga kerja hingga 12 juta orang, berkontribusi terhadap pendapatan negara sebesar 9 persen, serta berkontribusi pada pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 30-45 persen. 

“Dari sisi kebijakan, anggaran, dan kelembagaan, kami butuh dukungan untuk mendorong suplai serta menciptakan permintaan,” ujar Joko.

Perbankan Selektif Membiayai Sektor Properti

 

Nasabah melihat layanan penawaran properti pada layar komputer di kantor pusat BTN, Jakarta, 31 Januari 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, perbankan nasional cenderung berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor properti, baik kredit konstruksi maupun kredit pemilikan rumah. Hal itu dipicu oleh dimulainya era suku bunga tinggi setelah BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis point ke level 6 persen.

Hal yang mulai diwaspadai adalah risiko kenaikan kredit macet (non-performing loan/NPL). Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar mengatakan kualitas kredit perlu dijaga ketat. Terlebih, rasio NPL perseroan tengah dalam tren membaik sejalan dengan perbaikan tren NPL industri.

Tingkat NPL BNI tercatat turun ke level 2,5 persen pada Juni 2023 dari 3,2 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. “Sektor yang perlu diperhatikan adalah sektor properti dan consumer business,” ujarnya.

Royke menuturkan, untuk menghindari lonjakan NPL, perseroan berhati-hati dalam menaikkan suku bunga kredit, khususnya kredit dengan suku bunga mengambang atau floating. Kebijakan penyesuaian bunga tidak dilakukan secara merata kepada semua debitor, melainkan melalui proses peninjauan kembali terhadap kemampuan nasabah menjalankan kewajibannya. “Kalau disamaratakan, bisa menyebabkan NPL.”

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menuturkan, secara umum, risiko kredit industri perbankan tengah menurun dengan rasio NPL gross sebesar 2,5 persen dan rasio kredit terhadap risiko (loan at risk/LAR) sebesar 12,55 persen pada Agustus 2023. Rasio itu membaik dibanding pada periode yang sama tahun lalu, yang masing-masing sebesar 2,88 persen dan 16,46 persen.

“Segmen nasabah atau sektor ekonomi yang masih perlu diwaspadai adalah segmen yang membutuhkan dana cukup besar, tapi memiliki payback period yang relatif lama, seperti sektor konstruksi, karena akan lama menanggung bunga tinggi,” ucap Dian kepada Tempo.

Guna mengantisipasi dampak kenaikan suku bunga terhadap kredit macet, OJK mengimbau bank menjaga kehati-hatian dalam melakukan asesmen terhadap kredit baru ataupun kredit yang sudah berjalan. Terakhir, OJK meminta perbankan membentuk pencadangan yang cukup bagi kredit yang diperkirakan memburuk.

Peluang Pertumbuhan Kinerja Terbuka

Suasana pameran Indonesia Properti Expo 2023 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, 14 Februari 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Pada triwulan II 2023, kinerja sektor real estate masih menunjukkan penurunan sebesar 12,3 persen dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan peluang perbaikan kinerja mulai terbuka, khususnya dari segmen properti komersial, dengan indeks permintaan properti komersial kategori penjualan meningkat 0,36 persen. 

“Peningkatan indeks permintaan ini dapat menimbulkan momentum positif, termasuk berpotensi meningkatkan aktivitas dan penjualan properti secara keseluruhan.”

Perbaikan kinerja sektor properti dinanti, mengingat sektor ini salah satu penggerak utama perekonomian. Kontribusi sektor properti terhadap produk domestik bruto pada triwulan II 2023 sebesar 9,43 persen untuk subsektor konstruksi dan 2,4 persen untuk subsektor real estate.

“Industri juga memberikan multiplier effect bagi 174 industri pendukung serta mempengaruhi perkembangan sektor keuangan sekaligus menyerap tenaga kerja secara signifikan,” kata Airlangga.

Selain menerbitkan kebijakan insentif PPN DTP, pemerintah mengeluarkan kebijakan keringanan batas minimum uang muka hingga nol persen melalui kebijakan pelonggaran loan-to-value dan financing-to-value 100 persen untuk kredit sektor properti yang berlaku hingga akhir tahun.

Airlangga memprediksi konsep pembangunan properti semakin berkelanjutan dengan mengusung konsep kota ramah lingkungan yang mengacu pada visi kota hijau dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara.

Menurut dia, Indonesia diproyeksikan menjadi daerah tujuan investasi properti terbaik di dunia, dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan bonus demografi yang akan berlangsung sampai beberapa tahun ke depan.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus