Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menyebut asal masalah dari kisruh iuran Tapera sebetulnya bukan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei lalu. “Sebenarnya asal-muasal persoalan itu bukan di PP,” ujar Timboel dalam diskusi daring bertajuk “Tapera, antara Nikmat dan Sengsara” pada Sabtu, 1 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Timboel mengatakan, akar persoalan Tapera itu mulanya dari Pasal 7, Pasal 9, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Menurut dia, Pasal 7 mengatakan pekerja swasta dan pekerja mandiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dengan upah minimum wajib menjadi peserta. "Kalau peserta di bawah upah minimum itu bisa disebut dapat. Itu perluasannya," kata Timboel. Pasal 7 di UU Tapera itu menjadi kewajiban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun Pasal 9—dalam UU Tepera, kata Timboel, itu menjelaskan pemberi kerja harus “mendaftarkan”. Sementara Pasal 18—pemberi kerja membayarkan iuran 1,2 persen dari pengusaha dan 2,5 persen dari pekerja. Penjelasan itu sudah diadopsi dalam Pasal 15 ayat 2. "Sebenarnya PP 21/2024 itu tidak ada isu yang signifikan," katanya.
Timboel menyatakan, UU Tepera merupakan inisiatif pemerintah. Setelah diusulkan oleh pemerintah, DPR langsung menyetujui perumusan UU Tepera. Dengan begitu, dia berujar, DPR tak harus menyalahkan PP tersebut. “Pembuat undang-undang itu harus mengevaluasi diri,” ujar Timboel.
Menurut dia, PP itu korelasinya harus mematuhi undang-undang. “Enggak mungkin Pasal 7 menyatakan wajib, di PP mengatakan sukarela. Di undang-undang wajib membayar iuran, di PP-nya disebut 0 persen. Kan logikanya enggak mungkin,” ujar dia.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri, mengatakan aturan Tapera sudah tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2024. Aturan turunan dari UU 4/2016 tentang Tapera. Dalam aturan ini pemerintah mewajibkan para pekerja menyisihkan tiga persen pendapatannya tiap bulan. "PP ini terbit melaksanakan amanat UU. Amanatnya mewajibkan tenaga kerja. Kalau ada yang tidak senang dengan UU ini, ada mekanismenya,” kata Indah dalam Konferensi Pers di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.
Berdasarkan aturan Tapera, peserta penerima manfaat dari Tapera adalah mereka yang masuk kategori berpenghasilan rendah atau MBR. Di mana, setiap pekerja dan pekerja mandiri berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta. Sedangkan pekerja mandiri berpenghasilan di bawah upah minimum bisa memilih menjadi peserta.
Pilihan editor: Partai Buruh Bakal Demo Desak Pemerintah dan DPR Cabut PP Tapera
IHSAN RELIUBUN | AISYAH AMIRA WAKANG