Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional menyiapkan seleksi ulang calon anggota dari unsur pemangku kepentingan.
Diawali permintaan DPR menangguhkan pemilihan awal sejak 2018.
Sejumlah politikus yang gagal ke Senayan bersiap mencalonkan diri dalam seleksi ulang.
PERTEMUAN selepas magrib yang digelar Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Senin, 13 Januari lalu, nyaris tanpa jejak. Malam itu, di sebuah hotel di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, satu agenda penting dibahas tertutup hingga pukul 22.00 bersama para tamu dari Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat: rencana seleksi ulang anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan. “Tidak semua hadir. Yang bisa saja,” kata anggota Komisi Energi dari Fraksi Partai Golkar, Ridwan Hisjam, Kamis, 16 Januari lalu.
Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto menjelaskan, diskusi digelar lantaran lembaganya memerlukan saran DPR mengenai ada-tidaknya regulasi yang perlu diubah. “Kalau ada, kami siapkan. Selanjutnya akan diumumkan seleksi ulang,” ujar mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu.
Kabar rencana seleksi ulang anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan meresahkan para kandidat awal yang telah merampungkan proses pemilihan sepanjang dua tahun terakhir. Pada Selasa, 28 Januari lalu, mereka melayangkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. “Kami minta waktu untuk membahas kasus ini,” ucap Arnold Soetrisnanto, mantan Ketua Komisi Teknis Energi Dewan Riset Nasional, Rabu, 29 Januari lalu.
Arnold satu dari 16 calon akhir dalam seleksi anggota DEN periode 2019-2024 dari unsur pemangku kepentingan. Kontestan lain di antaranya mantan Deputi Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Irnanda Laksanawan; mantan direktur PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Nasri Sebayang; dan guru besar manajemen lingkungan yang juga bekas Rektor Universitas Diponegoro, Sudharto Prawata Hadi.
Mereka lolos dalam proses rekrutmen yang berlangsung sejak Mei 2018 hingga kemudian diusulkan Presiden Joko Widodo lewat surat kepada DPR empat bulan kemudian. Berbekal Surat Presiden Nomor R-24/Pres/08/2018 tertanggal 28 Agustus 2018 itu, Komisi Energi DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan, yang rampung pada Juli 2019 setelah dua kali tertunda. Dari fit and proper test tersebut, DPR semestinya memilih delapan nama kandidat untuk diangkat oleh presiden. Anggota dari unsur pemangku kepentingan, yakni perwakilan dari kalangan akademikus, pakar teknologi, pelaku industri, pegiat lingkungan hidup, dan konsumen, bakal melengkapi anggota DEN lain dari unsur pemerintah.
Seleksi rupanya tak kunjung berujung. Dalam rapat pengambilan keputusan yang digelar pada 2 Juli 2019, Komisi Energi menyatakan mengembalikan para calon anggota DEN tersebut kepada pemerintah untuk disesuaikan dengan revisi peraturan perundang-undangan terkait.
DPR beralasan, sebagian kandidat menilai peraturan perundang-undangan membuat DEN tidak efektif menjalankan tugasnya dalam merumuskan dan merencanakan kebijakan energi nasional. Komisi Energi berpandangan serupa sehingga menghendaki peraturan direvisi sebelum memilih anggota DEN periode selanjutnya.
Namun belum juga jelas nasib revisi yang dimaksud, rencana pemilihan ulang justru kini mencuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
•••
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAMA tak mendapat kepastian, para kandidat anggota Dewan Energi Nasional dari unsur pemangku kepentingan yang telah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat justru beroleh kejutan bertubi-tubi. Rapat kerja perdana Komisi Energi DPR periode 2019-2024 bersama Menteri Energi Arifin Tasrif pada 27 November 2019 menjadi pembukanya. Komisi Energi, dalam kesimpulan pertemuan, mendesak Menteri Energi mengulang seleksi calon anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan plus mengubah regulasi.
Kurang dari sebulan kemudian, kejutan selanjutnya muncul dari surat berkop Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional. Bersifat sangat segera, warkat tertanggal 23 Desember 2019 itu berisi permintaan nama kandidat anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan untuk periode 2020-2025. Dalam berkas itu, Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto menyatakan perlunya segera melaksanakan penyaringan calon. Sebab, pejabat periode sebelumnya telah berhenti bertugas sejak 14 Juli 2019.
Permintaan nama calon yang diusulkan itu disebar ke sejumlah pemangku kepentingan, seperti asosiasi profesi. Mereka diminta mengusulkan satu nama yang dinilai kompeten dan memenuhi kualifikasi sebagai anggota DEN. Usul ditunggu paling lambat 30 Desember 2019. Salah satu yang diminta mengusung kandidat adalah Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI).
Mantan Wakil Ketua MKI, Andri Doni, membenarkan adanya permintaan itu. Lembaga ini akhirnya menyetorkan nama baru, yakni Bambang Praptono, mantan Direktur Perencanaan PT PLN.
Ke-16 kandidat yang telah menjalani uji kelayakan dan kepatutan mempertanyakan penjaringan nama baru tersebut. Sebab, belum ada keputusan terhadap mereka. “Tidak ada pernyataan bahwa kami gagal, ditolak, atau tidak memenuhi syarat,” kata Dicky Edwin Hindarto, anggota Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia yang juga calon anggota DEN dalam fit and proper test di DPR pada 2019.
Pada saat yang sama, beredar sejumlah nama politikus yang tak terpilih pada pemilihan legislatif 2019 dalam rencana seleksi baru yang disiapkan Sekretariat Jenderal DEN. Beberapa di antaranya bekas anggota Komisi Energi DPR, seperti Kurtubi dari Partai NasDem, Satya Widya Yudha dari Partai Golkar, dan Daryatmo Mardiyanto dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Kurtubi/ANTARA/Hafidz Mubarak A.
Kurtubi membenarkan kabar tentang niatnya mendaftarkan diri dalam seleksi calon anggota DEN. Rencananya, ia maju untuk mewakili unsur akademikus. Kurtubi mengaku aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi, seperti Universitas Pertamina di Jakarta dan Universitas Tadulako di Palu, Sulawesi Tengah. “Saya ingin memperbaiki DEN,” ujarnya ketika dihubungi, Jumat, 17 Januari lalu.
Menurut Kurtubi, DEN selama ini membuat konsep kebijakan energi nasional secara tidak tepat. Dia mencontohkan ditempatkannya energi nuklir sebagai opsi terakhir. Sebaliknya, batu bara masih mendapat porsi yang berlebihan dalam bauran energi nasional. “Kenapa tidak dibuka semua opsi energi bersih? Mereka tidak paham teori,” ucapnya.
Adapun Satya tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo. Namun, menurut Ridwan Hisjam, koleganya di Partai Golkar, nama Satya masuk daftar untuk aktif di DEN. “Satya sendiri sudah bicara sama saya bahwa dia menyatakan ingin aktif di DEN. Saya bilang, ya monggo saja, wong terbuka,” tutur Ridwan. Dia mengapresiasi niat beberapa politikus yang akan mencalonkan diri. “Mereka orang-orang yang mengerti tentang energi. Sudah cukup senior. Pak Kurtubi latar belakangnya akademikus. Kalau Satya dulu di sektor migas.”
Ridwan tak risau terhadap pendapat miring mengenai seleksi awal yang menggantung dan kini diduga mengakomodasi politikus yang gagal ke Senayan. Dia menegaskan, alasan penolakan DPR terhadap proses yang sebelumnya berjalan telah dijelaskan dalam surat kepada Presiden Jokowi, yakni untuk revitalisasi. “Itu bukan dibuat-buat.”
Kardaya Warnika, anggota Komisi Energi dari Fraksi Gerindra, mengatakan beberapa hal dibahas dalam diskusi pada Senin, 13 Januari lalu. Dalam hal persyaratan calon anggota DEN, misalnya, batas usia 45-65 tahun diusulkan dihapus. Ada pula masukan seleksi dilakukan pemerintah dengan mempertimbangkan rekam jejak calon, tanpa perlu melibatkan lembaga rekrutmen swasta, untuk menghemat anggaran.
Ketentuan mengenai kandidat ini akan ditata ulang sebelum Sekretariat Jenderal DEN membentuk panitia seleksi untuk pendaftaran calon anggota baru. “Kira-kira akhir Februari sudah ada nama-nama (kandidat),” ucap Kardaya.
Di tengah kisruh seleksi ini, Sekretariat Jenderal DEN tetap akan mengumumkan seleksi terbuka kembali. Calon yang telah menjalani uji kelayakan dan kepatutan dibolehkan mendaftar lagi. “Targetnya segera, triwulan I ini (sudah terkumpul nama calon),” tutur Djoko Siswanto.
Bagi Arnold Soetrisnanto, serangkaian kabar baru ini makin menguatkan dugaan adanya politisasi di sektor energi. Dia khawatir penguasaan oleh politikus di DEN bakal memperparah kondisi kebijakan energi nasional yang selama ini tak berjalan baik. Ujungnya, kata dia, kebijakan energi bisa membebani negara dan merugikan masyarakat. “Seharusnya ada kerja sama yang baik antara profesional di Dewan Energi dan politikus di Senayan,” ujarnya.
RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo